Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna Bidang Kesra, 18 Feb 2010 di Kantor Kepresidenan

 
bagikan berita ke :

Kamis, 18 Februari 2010
Di baca 774 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

SIDANG KABINET PARIPURNA

BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

PADA TANGGAL 18 FEBRUARI 2010

 

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia, para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, para Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Saudara Pejabat Gubernur Bank Indonesia,

 

Para peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya muliakan,

 

Marilah kita mulai kegiatan kita siang hari ini dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan ridho-Nya kita semua masih mendapatkan kesempatan, dan kekuatan, untuk melanjutkan tugas dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta.

 

Sidang Kabinet Paripurna hari ini mengagendakan, satu agenda utama sebenarnya, yaitu keadilan dan kesejahteraan rakyat. Namun, saya ingin mengangkat beberapa isu sebagai agenda tambahan.

 

Saudara-saudara,

 

Untuk menjadi perhatian kita semua, saya ingin mengingatkan kembali kepada seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, apabila ada pemikiran atau rencana untuk menyusun sebuah Peraturan Pemerintah (RPP) ataupun Undang-Undang (RUU), maka wajib untuk melaporkan kepada Presiden melalui Sekretaris Kabinet atau Menteri Sekretaris Negara, tentang pemikiran atau rencana itu. Baru setelah saya memberikan disposisi, bahwa Peraturan Pemerintah itu diperlukan misalnya, apalagi RUU, Saudara bisa memulai untuk menyusunnya, yang nantinya tentu juga perlu dilaporkan kembali. Bahkan, beberapa RUU atau RPP itu dipresentasikan dalam sebuah Sidang Kabinet, baik terbatas maupun paripurna, untuk mendapatkan persetujuan, dan baru kalau Peraturan Pemerintah kita keluarkan, kita terbitkan. Kalau RUU kita sampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

 

Berkaitan dengan itu, saya berharap para Menteri tidak mengeluarkan statement yang terlalu dini ataupun jajarannya, yang bisa menimbulkan salah persepsi  di kalangan masyarakat luas. Hari-hari terakhir ini, saya mengikuti pemberitaan di media massa, yang berkaitan dengan, entah pemikiran, entah gagasan, untuk menerbitkan semacam aturan yang berkaitan dengan internet, misalnya. Apakah content-nya, apakah substansinya, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ini menjadi hangat sekarang, seolah-olah Pemerintah ingin membatasi kebebasan, ingin mengatur lagi apa yang selama ini sudah menjadi domain dari hak warga, hak politik, freedom of the press, dan sebagainya. Akhirnya, melebar ke sana ke mari. Setelah saya telaah, ternyata barangkali ada pemikiran di kementerian itu karena, saya tahu, saya pun menerima masukan melalui SMS ataupun masukan dengan cara yang lain, yang mengatakan apakah bebas-bebas saja teknologi itu digunakan dengan implikasi dan dampak yang bisa tidak baik bagi masyarakat, bagi anak-anak, bagi siswa, seperti itu. Pemikiran itu juga tidak boleh dilarang karena ini negara demokrasi. Kalau ada orang yang berpendapat seperti itu, ya, boleh-boleh saja, bisa didengar. Namun, tentu saja masalah yang sensitif seperti ini dan bisa menimbulkan salah persepsi, jangan serta-merta, lantas seolah-olah akan dilakukan pengaturan, apalagi saya ikuti, disebut-sebut Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

 

Baiknya, terhadap pikiran-pikiran masyarakat itu dijajaki, diajak bicara yang lain, urgensinya, bagaimana arahnya, seperti apa pengaturan, dan sebagainya. Dan ini proses awal. Andaikata, ini contoh saja, mungkin ada isu lain, ada masalah lain, yang diperlukan pengaturan lebih lanjut, apakah RUU, RPP, ada proses dan mekanisme yang harus ditempuh. Dengan demikian, manakala Pemerintah berkehendak untuk mengatur sebuah apapun yang perlu diatur, itu sudah melalui proses yang seksama, diolah, mendengarkan pandangan, dan pendapat dari masyarakat atau masyarakat luas, dan kemudian kita pertanggungjawabkan bahwa aturan itu diperlukan. Harus begitu.

 

Nah, kembali kepada contoh yang saya sebutkan tadi, hari-hari terakhir ini cukup diramaikan oleh media massa, yang jelas belum pada tingkatan Presiden. Bahkan saya dengar juga belum pada tingkatan Menteri yang bersangkutan, mungkin baru pemikiran ataupun gagasan. Oleh karena itu, saya pikir tidak perlu lantas digoreng ke sana ke mari. Dijelaskan saja duduk persoalannya. Dengan demikian, rakyat akan mendapatkan penjelasan yang sesungguhnya. Pelajaran yang harus kita petik adalah banyak masalah yang bisa sangat sensitif, yang bisa menimbulkan salah persepsi. Oleh karena itu, berhati-hatilah di dalam memberikan statement atau berkomunikasi dengan public. Apalagi baru saja saya menghadiri Hari Pers Nasional di Palembang, dan gamblang sekali apa yang menjadi kehendak pers waktu itu, apa yang menjadi kehendak kita semua, bagaimana, baik pers maupun Pemerintah dan semua elemen di negeri ini ikut bertanggung jawab. Di satu sisi menjunjung tinggi kemerdekaan pers, freedom of the press, di sisi lain memastikan bahwa kebebasan itu digunakan untuk sebaik-baik kepentingan rakyat kita dan membawa manfaat yang nyata. Saya kira itu tujuan kembar yang harus kita jaga dan disitulah memang harmoni yang perlu kita bangun antara kebebasan dengan manfaat dari kebebasan itu. Itu yang pertama, Saudara-saudara.

 

Yang kedua, juga sebelum kita masuk pada agenda utama, saya senang, saya berterima kasih kepada Wapres, kepada para Menteri dan semua, apa yang saya instruksikan di Cipanas setelah selesai melaksanakan rapat kerja yang dihadiri oleh para gubernur, para pimpinan LPNK, para pimpinan BUMN, dan menteri. Dan, saya instruksikan waktu itu, dalam waktu dua minggu bisa diterbitkan Instruksi Presiden untuk dijalankan secara bersama oleh jajaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, yang intinya adalah percepatan prioritas pembangunan dari tahun 2010 ini, di dalamnya termasuk debottlenecking, termasuk peningkatan sasaran, termasuk yang disebut dengan quick wins, dan sebagainya. Dan, saya senang pula sudah diolah pada tingkat Kabinet, tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bagaimana penganggaran dari program yang akan kita laksanakan pada tahun 2010 ini, yang akan dituangkan nanti pada RAPBN-P tahun 2010.

 

Saudara masih ingat, misalnya waktu itu saya ingin agar fasilitas Lembaga Pemasyarakatan ditingkatkan karena tidak lagi memenuhi syarat, istilah saya karena tidak layak lantas berkumpul di situ para terpidana dengan fasilitas yang minim, tentu pembinaan, bimbingan pemasyarakatan tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Malah kita cemas kalau terjadi seperti penyebarluasan pengalaman kejahatan yang tentu sama-sama tidak kita inginkan.

 

Nah, dalam kaitan ini kita telah menganggarkan dan telah kita tuangkan dalam percepatan ini sekitar Rp 1 triliun, dengan harapan DPR-RI bersetuju untuk sebuah crash program, membikin lebih layaknya fasilitas di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. kita juga mendengar pemikiran dari seorang Gubernur, Gubernur Jawa Tengah waktu itu, dengan pengalaman empiriknya, ternyata pengadaan kapal bagi nelayan kapal motor dengan ukuran tertentu, itu bisa mengatasi banyak hal. Kemudian, kita menghitung kalau kita adakan 1000 kapal yang kita distribusikan pada kantong-kantong nelayan di seluruh Indonesia, itu diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp 1,5 triliun. Dan insya Allah, ini bisa kita alokasikan dengan harapan DPR juga bersetuju. Artinya, apa yang kita identifikasi, mulai dari National Summit, dari RPJMN 2010-2014, dan Program 100 Hari, dan Rapat Kerja yang kita laksanakan marathon waktu itu, kita tahu itulah masalah-masalah yang harus kita atasi demi keberhasilan pembangunan kita, utamanya tahun 2010 ini, dan itu telah kita tuangkan.

 

Dengan ditandatanganinya Inpres itu hari ini, saya berharap dijalankan dengan seksama dan kita akan ukur, akan evaluasi, akan pantau implementasinya. Sekali lagi, saya berterima kasih atas kecepatan, beginilah kerja kita, kalau selesai dua minggu, mengapa harus satu bulan. Kalau selesai satu bulan, mengapa harus tiga bulan. Kalau selesai enam bulan, mengapa harus satu tahun. Dengan catatan, jangan ada kesalahan karena bisa menimbulkan time bomb. Oleh karena itu, cepat tapi tepat dan semuanya akan di back up dengan resources atau sumber daya maupun aturan-aturan yang ada.

 

Saudara-saudara,

 

Dan, dengan dua penjelasan ini, saya ingin masuk kepada agenda utama kegiatan Sidang Kabinet hari ini. Begini, saya mendengarkan berbagai masukan, pandangan, dan saran, sebagian dari saudara, dari para Menteri, sebagian dari Dewan Pertimbangan Presiden, sebagian dari masyarakat luas bahkan, yang berkaitan dengan keadilan, yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial, utamanya mereka yang yang tergolong sebagai kaum lemah atau marjinal, agar betul-betul mendapatkan rasa keadilan yang sejati. Oleh karena itu, kita berpikir untuk melihat kembali sistem dan kebijakan dasar yang berkaitan dengan, sebutlah keadilan dan kesejahteraan sosial ini, kesejahteraan rakyat ini. Yang saya maksudkan adalah bagaimana kita atau  negara dengan sistem dan kebijakan dasar yang tepat, benar-benar bisa memberikan perlakuan dan pelayanan terbaik kepada golongan usia lanjut. Apalagi, golongan lanjut usia yang telantar sebagaimana yang kemarin saya jenguk, saya ajak berbicara di Bambu Apus dan tentu di kesempatan yang lain. Bagaimana pula kita memberikan bantuan dan pelayanan terhadap penyandang cacat berat yang selama ini juga sering kita temui, kita ajak bicara, ajak dialog. Demikian juga, perlindungan, pembinaan, dan pendidikan bagi anak terpidana.

 

Dua hari yang lalu saya berkunjung ke Lapas Anak di Tangerang dengan para Menteri terkait, saya lihat satu demi satu bertemu mereka, mendengarkan isi hatinya, mendengarkan briefing dari pemimpin Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan sisi-sisi kehidupan mereka. Demikian juga, bantuan dan pelayanan terhadap kaum atau anak-anak yang mengalami apa yang disebut thalassemia, betul Bu Menteri Kesehatan? Saya juga bertemu kemarin dengan Ibu Negara, yang tentu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Apalagi mereka dari golongan yang tidak mampu. Lantas juga, bagaimana kita memperlakukan anak-anak yang menjadi korban kejahatan narkotika, dan mereka juga dalam tahap rehabilitasi.

 

Yang terakhir, kita juga harus memberikan atensi bagaimana kita membantu dan melayani para keluarga yang sangat miskin, the poorest of the poor. Meskipun kita sudah punya yang disebut dengan PKH (Program Keluarga Harapan), atau dulu kita sebut BLT Bersyarat, dan sejumlah bantuan langsung kepada masyarakat yang tergolong dalam program-program pro rakyat. Namun, kita perlu lihat sekali lagi bagaimana sebetulnya ke depan sistem dan kebijakan dasar, bukan program atau perlakuan yang bisa mengalami pasang surut, tapi yang betul-betul permanen karena itu sistem dan itu sebuah kebijakan dasar.

 

Dalam kaitan itulah, kita perlu merumuskan bagaimana sistem yang paling tepat untuk itu, kebijakannya, dan kalau perlu dalam bentuk Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah agar menjadi pedoman bagi semua di dalam melakukan, baik bantuan maupun memberikan pelayanan itu. Setelah kita rumuskan sistem dan kebijakannya, maka kita juga mesti memikirkan bagaimana pemberian sumber daya dan anggarannya, apakah dalam APBD, APBN, maupun sumber-sumber pendanaan dari pihak ketiga yang dibenarkan oleh Undang-Undang. Lantas kita juga memerlukan fasilitas seperti apa yang wajib diadakan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah. Dan masih dalam implementasi dari pelayanan dan bantuan ini, bagaimana paduan antara apa yang dilakukan oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah. Kita perlu merumuskan ini semuanya, Saudara-saudara, dengan harapan bahwa ke depan kita akan memiliki sistem dan kebijakan yang tepat. Saya ingin mengambil satu contoh, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, melaporkan kepada saya tiga hari yang lalu, misalnya ada 5.116 anak-anak yang menjalani status hukuman di seluruh Indonesia.

 

Berbicara remisi, asimilasi, ataupun pembebasan bersyarat itu tidak ubahnya dengan yang berlaku bagi narapidana dewasa. Barangkali ini tidak tepat dan tidak sepatutnya karena sesungguhnya anak yang baru berusia 12 tahun yang saya temui kemarin di Tangerang, di Bambu Apus, tempat yang paling baik di keluarganya, mendapat kasih sayang orang tuanya, bertemu kawan-kawannya dan sebagainya, bukan di penjara. Oleh karena itulah, dengan syarat-syarat tertentu kita pikirkan bagaimana pembebasan bersyarat khusus untuk narapidana anak, yang tidak harus selalu sama dengan yang dewasa. Saya menyetujui usulan dari Menteri Hukum dan HAM, akan mengajukan untuk semacam grasi yang bisa saya berikan pembebasan bersyarat dengan syarat-syarat tertentu untuk sekitar 500 anak.

 

Tetapi bukan itu, bukan hanya satu policy untuk kita berikan sebagai quick wins, tetapi ke depan harus ada aturan yang permanen, yang pasti  bagaimana sebaiknya mereka itu. Ini menyangkut keadilan, menyangkut justice, sebagaimana yang sering saya bicarakan. Anak-anak mencuri handphone dihukum lima tahun. Ada seorang pejabat, mungkin korupsi sekian miliar, jangan-jangan hukumannya hanya empat tahun. Padahal anak ini barangkali anak khilaf, salah. Atau seorang yang sangat miskin umurnya 70 tahun mengambil ubi tetangganya mendapatkan hukuman yang lebih berat. Padahal dia hanya untuk bertahan hidup. Salah sih salah, betul. Tetapi bagaimana yang tepat, yang adil bagi kaum seperti itu dibandingkan dengan kejahatan lain yang betul-betul menginjak rasa keadilan. Ini menurut saya, mari kita pikirkan secara bersama dan nanti apabila kita berhasil, insya Allah, merumuskan sistem, Undang-Undang, tatanan, kebijakan yang bisa berlaku, ya semua menggunakan mindset yang sama, mulai dari penyelidikan, penyidikan pihak Kepolisian, penuntutan pihak Kejaksaan, pemutusan putusan pengadilan juga sama, cara pandang dan mindset-nya. Dengan demikian, rasa keadilan itu akan bisa dibangun.

 

Yang dimiliki Presiden dalam konteks ini hanya empat; grasi, amnesti, rehabilitasi, dan abolisi. Itupun tentu ada syarat-syaratnya. Tetapi tidak boleh hanya menggantungkan itu, Presiden tokh bisa memberikan grasi, bisa memberikan abolisi, bukan itu. Bagaimana dari mata rantai penegakan hukum itu betul-betul, ya, sistemik, cara pandangnya sama. Dengan demikian, permanen, tidak hanya musiman, begitu. Ini yang saya maksudkan untuk kita bahas secara bersama dalam Sidang Kabinet hari ini. Dan tentu nanti Menko Kesra akan melaporkan sebagai pengantar, dan Menteri terkait saya persilakan. Tetapi saya ingin Saudara-saudara sungguh serius untuk memikirkan ini. Dengan demikian, insya Allah, keinginan kita dalam lima tahun mendatang untuk betul-betul tiga pilar pembangunan bisa kita laksanakan peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, demokrasi, dan keadilan bisa kita tegakkan. Memang untuk menegakkan keadilan itu proses yang tidak pernah berhenti, itu jalan panjang. Tetapi, mari kita mulai dari era sekarang ini ketika kita semua mengemban amanah untuk berbuat yang lebih baik bagi rakyat kita, bangsa, dan negara yang sama-sama kita cintai.

 

Saudara-saudara,

 

Itu intinya, dan nanti dalam pembahasan akan banyak kasus-kasus, banyak hal yang dapat kita bicarakan secara bersama, tetapi saya ingin betul: satu, keluarga yang sangat miskin; dua, golongan lanjut usia, apalagi telantar; ketiga, para penyandang cacat berat, keempat, anak-anak kita yang berhadapan dengan hukum, kelima, anak-anak kita yang dalam rehabilitasi karena korban narkoba; dan keenam, anak-anak kita yang mengidap penyakit seperti thalassemia, seperti itu betul-betul kita berikan perlakuan, bantuan, dan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.

 

Demikianlah, Saudara-saudara, pengantar saya, dan setelah ini akan saya berikan kesempatan Menko Kesra untuk memberikan laporan pengantar dari pembahasan agenda utama.  

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI