Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kanpres, Jakarta, tgl. 18 Sept 2013

 
bagikan berita ke :

Rabu, 18 September 2013
Di baca 676 kali

PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

SIDANG KABINET PARIPURNA

DI KANTOR PRESIDEN, JAKARTA

TANGGAL 18 SEPTEMBER 2013

 

 

 

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden dan para Peserta Sidang Kabinet Paripurna,

 

Alhamdulillah, kita kembali melaksanakan Sidang Kabinet Paripurna. Agenda utama sidang kita hari ini tetap pada upaya pengelolaan ekonomi kita yang tengah mendapatkan tekanan.

 

Saya masih ingat, pada Sidang Kabinet Paripurna bulan Juli yang lalu, tepatnya tanggal 25 Juli, di ruangan ini, saya menyampaikan sejumlah hal, termasuk arahan dan instruksi untuk kita jalankan bersama-sama. Mengapa saya sampaikan kembali? Agar kita ini bekerja sesuai dengan sistem, fokus, tahu prioritas, tapi juga tidak loncat-loncat. Karena dengan demikian, insya Allah, setiap yang kita lakukan, kalau berorientasi pada tujuan dan sasaran, hasilnya akan baik.

 

Kita bukan hanya sekali ini mengalami tekanan ekonomi kita, tapi ya boleh dikata sepanjang waktu, dengan puncaknya tahun 2005 dan tahun 2008, ketika kita juga mengalami tekanan ekonomi akibat perkembangan situasi global maupun permasalahan yang muncul di negeri kita sendiri.

 

Saudara-saudara,

 

Saya hanya ingin mengingatkan karena tidak selalu Saudara mengikuti rapat-rapat khusus dalam pengelolaan ekonomi, karena terbatas yang ikut, namun hendaknya, sekali lagi, kita juga memahami perkembangan situasi. Dengan demikian, apa yang kita lakukan selaras dengan upaya kita untuk mengatasi tekanan ekonomi sekarang ini.

 

Saya, pada tanggal 25 Juli dulu, saya kira Saudara juga masih ingat, ya meskipun katakanlah belum menjadi krisis, tetapi saya mengajak untuk jangan mengerjakan sesuatu di minggu-minggu sekarang ini, di bulan-bulan sekarang ini seperti business as usual. Saya bahkan meminta, di samping kita memiliki pemahaman yang sama atas situasi ekonomi, baik global, regional maupun nasional, saya juga mengajak kalangan parlemen, DPR dan DPD kita, juga memiliki persepsi dan sense yang sama, juga para gubernur, bupati, dan wali kota. Sebab kalau tidak, nanti menjadi tidak klop apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh pihak-pihak lain dengan yang dipikirkan dan dilakukan oleh pemerintah, utamanya pemerintah pusat.

 

Arahan saya waktu itu, ini pada tanggal 25 Juli, ada empat hal. Yang pertama, kita harus menjaga pertumbuhan. Andalan kita ya investasi. Oleh karena itu, saya minta dulu bebaskan hambatan terhadap investasi.

 

Yang kedua, tool yang kita miliki juga belanja pemerintah atau government spending. Mari kita pastikan APBN kita ini ya APBN yang pro-crisis solution. Kita juga ingin menjaga konsumsi rumah tangga supaya rakyat kita bisa tetap membeli, sementara kita menyadari ekspor kita mengalami tekanan. Itu soal pertumbuhan.

 

Yang kedua juga saya sampaikan, mari kita kontrol inflasi, atau mari kita jaga stabilitas harga, utamanya harga-harga bahan pokok. Saya tahu tidak selalu mudah karena ada mekanisme pasar yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun bagaimanapun, kita harus sangat serius untuk menstabilkan harga ini, utamanya harga kebutuhan pokok.

 

Yang ketiga, meskipun insya Allah tidak terjadi, kita harus mencegah terjadinya gelombang PHK, ya, apalagi yang masif. Bahkan kalau bisa, tetap menyerap tenaga kerja. Ingat, pada puncak krisis 2008-2009 dan tahun-tahun setelah itu, ketika di banyak negara, di Eropa utamanya, ledakan pengangguran terjadi, kenyataannya kita justru bisa menyerap tenaga kerja, atau kenyataannya bisa mengurangi pengangguran. Mari kita lakukan dengan serius hal ini ya meskipun, sekali lagi, ekonomi kita tengah mendapatkan tekanan.

 

Saya sampaikan pembangunan infrastruktur tidak boleh terhenti. Kemarin, saya menghadiri inagurasi pembangunan pabrik ban di Cikarang, kerja sama Indonesia dengan Korea, Hankook Tire. Ini juga antara lain menyerap tenaga kerja, menggerakkan ekonomi lokal, menjadi basis untuk kepentingan ekspor di ASEAN, dan sebagainya. Demikian juga usaha mikro, kecil, dan menengah jangan terhenti. KUR tolong dibikin lebih fleksibel sehingga mengalirkan modal ke mana-mana. Itu yang ketiga, yang saya sampaikan 25 Juli.

 

Dan yang keempat atau yang terakhir, khusus tentang jaring pengamanan sosial (social safety net). Saya sampaikan jangan sampai ada hambatan dana kompensasi kenaikan BBM. Program-program prorakyat, penanggulangan kemiskinan harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai ada yang lepas. Kemudian, semua itu tujuannya mengimbangi inflasi, seraya juga menjadi sumber pertumbuhan karena konsumsi rumah tangga juga bagian dari itu.

 

Apa yang saya sampaikan tanggal 25 Juli itu masih relevan, dan saya tahu, setelah itu, kita semua bekerja. Beberapa malam, beberapa kali, malam hari, saya dengan Wapres memimpin langsung, Wapres sendiri, jajaran kementerian ekonomi dipimpin Menko-nya, dan semua. Saya tahu Saudara bekerja. Oleh karena itu, sampai situasinya betul-betul aman, mari kita teruskan pekerjaan ini.

 

Sidang Kabinet hari ini saya niati juga untuk mendengarkan apa progresnya, apa yang telah dicapai, setelah kita keluarkan paket kebijakan bulan Agustus. Saya juga senang, pemerintah dengan Bank Indonesia juga terus bersinergi dan berkolaborasi, sebab ini kunci di dalam stabilisasi makro-ekonomi kita, termasuk stabilisasi nilai tukar dan isu-isu moneter lain, yang diperlukan kerja sama yang baik antara otoritas fiskal dan otoritas moneter.

 

Saudara-saudara,

 

Dua bulan setelah itu, tepatnya pada tanggal 10 September, saya kembali menyampaikan kepada Saudara semua, saya cari dulu catatan saya. Itu Sidang Kabinet tanggal 10 September. Jadi, delapan hari yang lalu sebetulnya. Saya katakan ada good news, tapi juga ada  bad news. Good news-nya waktu itu rupiah kita mulai terjaga, tidak terus meluncur. Meskipun masih ingin kita bawa ke tingkat yang paling tepat, yang baik bagi perekonomian kita masa kini dan masa depan. Lantas, termasuk good news juga, saham justru menguat secara signifikan. Dan bahkan hingga posisi sekarang ini, dibandingkan dengan negara-negara lain, saham kita menguat relatif tajam. Dan alhamdulillah, tidak ada rumor baru yang mengkhawatirkan. Ini yang saya katakan good news.

 

Nah bad news-nya, defisit neraca berjalan, defisit neraca perdagangan masih harus terus-menerus kita perbaiki dengan serius. Saya katakan waktu itu, ya karena masih dalam proses, kita masih harus memastikan apa yang menjadi kebijakan kita itu dijalankan. Dan setelah dijalankan, hasilnya juga nyata. Dan, saya katakan bad news waktu itu karena perkembangan geopolitik yang juga belum baik benar pada tingkat global, yang bisa saja menaikkan harga BBM, komoditas pangan, dan sebagainya.

 

Saudara-saudara,

 

Tanggal 10 September juga, Saudara masih ingat saya kira, bahwa sasarannya tetap empat: stabilisasi dan pembaikan harga, mencegah PHK, membikin nilai tukar kita membaik, stabil pada angka yang tepat, dan kemudian Indeks Harga Saham Gabungan yang trennya membaik ini, mari kita jaga. Waktu itu saya instruksikan, jalankan semua yang menjadi paket kebijakan pengelolaan ekonomi atau yang disebut dengan Paket Agustus. Saya instruksikan, dalam tiga bulan ini, rencana investasi yang terhenti saya minta dijalankan, dialirkan. Saya juga ingin hubungan antara supply dengan demand, terutama untuk komoditas pangan, dibikin baik.

 

Sederhana saja. Kalau yang kita produksi di dalam negeri cukup, bahkan malah berlebih, ya kita jual, kita ekspor, begitu. Tapi kalau ternyata tidak cukup untuk sekarang ini, ya kita beli, kita impor. Itu hukum internasional, hukum perdagangan. Tidak ada ideologinya. Sasarannya harganya pas, bisa dijangkau oleh masyarakat luas, seperti itu. Menyeimbangkan antara supply dengan demand. Demikian juga, keperluan dolar yang terlalu tinggi tidak bagus. Dibikin supaya supply-nya juga mengalir sehingga makin stabil dan tepat.

 

Dan saya intruksikan waktu itu, pangkas perizinan, pangkas. Saya kira, di dunia ini tidak ada seperti Indonesia, banyak sekali perizinan di pusat dan di daerah. Ini yang bikin penyakit. Saya kira sudah tiga kali saya menginstruksikan, dan saya dengar hari ini akan dilaporkan oleh Menko Perekonomian setelah dibahas, dan Wapres juga di situ, alhamdulillah. Meskipun masih akan dijelaskan nanti, kalau itu bisa kita jalankan, ramping, tidak berbelit-belit, dan itu biasanya malah ada perkeliruan di situ. Makin banyak meja, makin banyak pintu, makin banyak penyimpangan, entah di pusat ataupun di daerah. Jadi, kalau bisa kita rampingkan, cepat investasi, cepat bisnis, maju ekonomi kita, dan kita bisa mencegah penyimpangan yang tidak perlu.

 

Ini saya ingatkan kembali. Sidang Kabinet kita pertama tadi tanggal 25 Juli, dan kemudian tanggal 10 September.

 

Saudara-saudara tahu, bahwa saya baru saja menghadiri pertemuan G-20 di Saint Petersburg, Rusia. Kami berkumpul juga untuk membahas ekonomi dunia. Saudara sudah mendengar pernyataan saya di beberapa media beberapa saat yang lalu, di tingkat global pun, ada good news dan ada bad news.

 

Good news-nya itu beberapa negara maju, yang ekonominya kuat, itu mulai ada pemulihan, recovery meskipun masih terbatas, contohnya Amerika Serikat dan Jepang. Sementara, negara maju yang lain mulai bisa mencegah dari penurunan. Mereka memperkirakan, tahun ini, negara-negara itu akan tumbuh 1% perekonomiannya rata-rata, kumulatif. Bagi kita, good news. Kalau ekonomi negara maju kuat atau kuat kembali, ekonomi dunia juga kuat. Kalau ekonomi dunia kuat, ekspor kita juga bagus. Ekspor bagus, tentu pertumbuhan bagus. Pertumbuhan bagus, ya ke mana-mana dampaknya. Itu good news-nya.

 

Tetapi bad news-nya, justru sekarang ini negara-negara yang disebut emerging markets. Di dalamnya, ada BRICS. Saudara tahu, BRICS itu Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, BRICS. Itu mengalami tekanan sekarang ini justru, termasuk emerging markets. Siapa? Ya, Indonesia, Turki, dan sejumlah negara. Jadi, justru kita yang sekarang mengalami tekanan baru.

 

Saya tidak bawa catatannya sekarang, tetapi saya pernah membanding-bandingkan posisi Indonesia dengan negara BRICS dan negara emerging markets yang lain, di mana semua dapat tekanan. Tapi tekanan yang kita dapatkan, dibandingkan dengan yang lain, seperti apa? Mengukurnya tiga: satu, pertumbuhan, yang kedua, currency atau mata uang nasional masing-masing yang tertekan sekarang ini, dan yang ketiga, pengangguran.

Nah dari tiga kriteria itu, kalau soal pertumbuhan di antara BRICS dan emerging markets, posisi kita baik sebetulnya, boleh dikata nomor dua setelah Tiongkok pertumbuhannya. Dari situ, kita tidak terlalu drop.

 

Nah nilai tukar rupiah kita, dibandingkan dengan yang lain-lain, kita termasuk lima yang cukup dalam pelemahannya, meskipun bukan yang paling buruk, bukan yang paling dalam, tapi termasuk di situ. Nah, kalau pengangguran, kita berada di tengah. Jadi, ada yang di atas kita, ada yang di bawah kita. Itulah potret kita dibandingkan kawan-kawan yang lain. Oleh karena itu, ya bagaimanapun tidak perlu panik, tapi juga harus sadar bahwa ini harus segera kita atasi dan kita perbaiki.

 

Nah, yang menjadi debat kemarin di G-20, termasuk saya juga ikut di situ, negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia, tentu memiliki kewajiban untuk mengatasi persoalan domestiknya, memperbaiki kekurangan-kekurangan domestiknya. Tetapi, kalau tekanan baru ini ada juga yang bersumber dari luar negeri, yaitu perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat, kami semua, emerging markets, mengatakan, "Tolong, kalau ada kebijakan yang sangat fundamental, mbok kami ini diberitahu, atau ada konsultasi, atau bahkan koordinasi karena semangat G-20, sejak pertama kali kami bertemu di Washington, D.C., di London, Pittsburgh, dan seterusnya, ada yang disebut dengan perlunya policy coordination, perlunya coordinated action, perlunya konsultasi." Ini yang kita garis bawahi kemarin.

 

Ya, saya tahu Amerika itu, kalau sudah moneter, ya Fed, Federal Reserve, bukan eksekutif, bukan government. Tapi kalau kita bicara secara global, ya tahunya Amerika Serikat, tahunya Indonesia, tahunya Rusia, tahunya Tiongkok, dan sebagainya. Itu yang kemarin menjadi perdebatan kita.

 

Sungguhpun demikian, Saudara-saudara, karena sama-sama menyadari tidak boleh yang recover hanya negara maju, atau dulu seolah-olah tidak boleh yang pertumbuhannya tinggi hanya negara-negara BRICS dan emerging markets, semua sadar sekarang, semua harus tumbuh baik. Nah, kalau semua tumbuh baik, intervensi saya kemarin, pandangan saya kepada G-20, "Ya tolonglah, jangan ada tekanan baru terhadap emerging markets yang sekarang sedang mengatasi persoalan ekonominya. Itu menjadi fair."

 

Terlepas dari itu semua, Saudara-saudara, bagaimanapun apa yang sudah kita tetapkan di dalam negeri ini, kebijakan-kebijakan kita, mari kita jalankan dengan sebaik-baiknya. Hanya itu. Kita tidak bisa mengontrol dunia. Tangan kita terlalu kecil. Sebaliknya, apa yang terjadi di negara lain sangat bisa memukul perekonomian kita, sebagaimana juga memukul ekonomi negara-negara yang lain. Maka, sikap yang paling baik, mari kita perbaiki urusan dalam negeri kita, mari kita kelola sebaik-baiknya ekonomi kita. Kalau situasi dunia kondusif bagi ekonomi kita, alhamdulillah. Kalau belum kondusif, kita tidak akan jatuh dan bisa mengatasi tekanan yang sedang berlaku ini.

 

Kira-kira itu pengantar saya, dan nanti, nanti setelah break, saya akan meminta Menko Perekonomian, setelah itu dilengkapi Menteri Keuangan. Saya juga mengundang Gubernur Bank Indonesia untuk menyampaikan update-nya supaya semua paham tentang situasi yang kita hadapi ini. Dan hadiah kalau memang sudah bisa dipangkas perizinan nanti, jelaskan kepada publik, jelaskan kepada dunia usaha, jelaskan kepada, ya kalau pengamat, silakanlah apa pun karena punya apa namanya, punya kebebasan untuk melihat, entah buruk, entah setengah buruk, dan seterusnya. Yang penting, kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan. Tujuannya baik, rasional, dan kemudian insya Allah, hasilnya juga akan baik.

 

Begitu, Saudara-saudara. Kita break dulu. Nanti kita lanjutkan.

 

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI