Pengarahan Presiden Republik Indonesia Pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2021

 
bagikan berita ke :

Rabu, 24 November 2021
Di baca 1011 kali

Grand Ballroom Hotel Fairmont, Jakarta Pusat
 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.  
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

 

Yang saya hormati, Ketua dan Pimpinan lembaga-lembaga negara;
Yang saya hormati, Ketua BPK Republik Indonesia;
Yang saya hormati, Ketua dan Anggota Komisi XI DPR RI;
Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
Yang saya hormati, Gubernur Bank Indonesia, Bapak Perry Warjiyo beserta seluruh jajaran Bank Indonesia;
Yang Mulia para Duta Besar negara-negara sahabat yang hadir;
Yang saya hormati, Panglima TNI dan Kapolri serta para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang hadir;
Yang saya hormati Ketua dan Pimpinan OJK, LPS;
Bapak/Ibu hadirin dan undangan yang berbahagia.

 

Kita patut bersyukur bahwa perkembangan Covid-19 di negara kita, Indonesia, makin hari semakin bisa kita tekan dan bisa kita turunkan, dari yang kita ingat di pertengahan (bulan) Juli yang lalu, kita berada di angka 56.000 kasus harian, sangat ngeri sekali pada saat itu kalau Bapak/Ibu semuanya datang di rumah sakit atau melihat kondisi di Wisma Atlet, datang ke daerah, semua utamanya (pulau) Jawa dan Bali saat itu, betul-betul pada kondisi yang BOR (Bed Occupancy Rate)-nya sangat tinggi sekali di atas 90 persen. Tetapi alhamdulillah tanggal 23 November kemarin, kasus harian berada di angka 394 kasus dari yang pada saat puncaknya di angka 56.000 (kasus).

 

Kemudian vaksinasi, ini juga sangat penting yang Bapak/Ibu semuanya…perlu saya sampaikan bahwa per (tanggal) 23 November 2021, dosis yang telah kita suntikan sudah berada di angka 226 juta dosis (vaksin). Dosis pertama di angka 65 persen dan dosis kedua di angka 43,3 persen. Ini sebuah angka yang patut kita syukuri dan kita harapkan nanti di akhir tahun ini, target kita berada di angka 280 sampai 290 juta dosis (vaksin) yang harus sudah tersuntikkan kepada masyarakat.

 

Dan kita sudah mengalami kondisi pandemi ini satu setengah tahun. Satu setengah tahun kita telah mengalami pandemi ini, yang sebelumnya kita hanya berpikir urusan kesehatan, menyelesaikan vaksinasi, tapi ternyata dampak dari pandemi ini ke mana-mana. Tadi disampaikan sudah oleh Pak Gubernur BI, hampir di semua negara sekarang ini mulai ada kelangkaan energi, ada kelangkaan kontainer, ada inflasi yang naik. Kemudian terakhir ada kenaikan harga produsen yang imbasnya nanti juga akan masuk kepada harga-harga di tingkat konsumen. Semuanya tidak pernah diprediksi sebelumnya bahwa efek pandemi ini masuk ke semua problem-problem yang tidak pernah kita perkirakan sebelumnya.

 

Tapi kita patut berterima kasih. Jajaran Bank Indonesia, jajaran pemerintah utamanya di Kementerian Keuangan dengan OJK, LPS, komunikasinya sangat baik, sangat baik, saling bisa saling mengisi, ada masalah kecil saja langsung ketemu. Ini saya kira hal-hal yang prudent seperti itu yang harus kita teruskan dengan kehati-hatian karena memang ketidakpastian itu ada di mana-mana dan sulit dikalkulasi, sulit diukur. Tetapi kuncinya menurut saya adalah bagaimana kita bisa mengendalikan pandemi yang ada di negara kita. Karena masalahnya makin kompleks, ketidakpastian dunia juga semakin tinggi.

 

Kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, kita berada di angka 7,07 persen. Kuartal ketiga di angka 3,51 persen. Kenapa bisa turun dari kuartal kedua ke (kuartal) ketiga? Kita ingat, bulan Juli kita PPKM darurat itu…satu bulan penuh kita rem total karena peristiwa (Covid-19) varian Delta yang tidak kita sangka-sangka. Tetapi pada saat ini, kalau kita lihat, aktivitas ekonomi kita seperti apa, kalau kita lihat di urusan konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen sudah kembali pada posisi normal kembali, seperti sebelum pandemi. Kemudian juga Retail Sales Index juga sudah mulai merangkak naik, menguat, seiring dengan pelonggaran mobilitas, dengan peningkatan mobilitas. Angka-angka seperti ini yang penting kita baca untuk melihat prospek di (tahun) 2022 seperti apa.

 

Kemudian di sisi produksi. Kalau kita lihat angka di PMI manufaktur, Purchasing Managers’ Index manufaktur, lebih tinggi dari sebelum pandemi, di angka 57,2. Sebelum pandemi, angka kita di 51. Artinya apa? Bahwa demand itu sudah ada dan semakin baik. Kalau demand ada, artinya apa? Manufaktur, pabrik, industri, pasti akan berproduksi. Karena dilihat ada demand. Inilah angka yang sangat tinggi sekali, 57,2 persen. Pabrik, industri, perusahaan melihat bahwa ada sebuah prospek permintaan.

 

Kemudian kalau kita lihat juga, tadi pagi ini saya baru saja mendapatkan laporan dari Bu Menteri Keuangan, capaian dari pajak sangat baik, bea dan cukai juga sangat baik, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) juga sudah lebih dari 100 persen, ini baik semuanya. Tumbuh 18,2 year-on-year (YoY), angka yang sangat besar sekali. Tapi sekali lagi, ketidakpastian itu selalu mengintip, hati-hati. Kita tetap optimis tapi tetap harus hati-hati.

 

Kemudian yang ingin kita lanjutkan adalah yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, tidak boleh berhenti. Reformasi struktural tidak boleh berhenti. Karena ini akan menjadi sebuah basic setelah kita memiliki yang namanya infrastruktur. Tidak boleh lagi, meskipun ini ada transisi, tidak boleh lagi yang namanya kita mengekspor bahan-bahan mentah, raw material, ini setop, sudah setop. Sudah kita mulai dari nikel, setop. Mungkin tahun depan dengan kalkulasi, hitung-hitungan, setop ekspor bauksit. Tahun depannya lagi hitung-hitungan, bisa setop tembaga. Tahun depannya lagi, setop timah. Kita ingin agar bahan-bahan mentah itu semuanya diekspor dalam bentuk barang setengah jadi atau barang jadi. Karena yang kita inginkan adalah nilai tambah (added value).

 

Kita lihat saja, misalnya seperti besi baja. Pada saat masih boleh ekspor nikel, mungkin tiga atau empat tahun yang lalu kita berada di angka US$1,1 miliar . Tahun ini, perkiraan saya sudah meloncat ke angka US$20 miliar karena setop nikel, dari kira-kira Rp15 triliun melompat menjadi Rp280 triliun. Ini akan memperbaiki neraca perdagangan kita, memperbaiki neraca pembayaran, neraca transaksi berjalan kita, akan lebih baik.

 

Coba kita lihat (tahun) 2018. Neraca perdagangan kita masih defisit minus US$18,41 miliar. Sekarang ini, baru di bulan Oktober, kita sudah menjadi minus US$1,5 miliar ke…khusus ke RRT, yang dulu kita defisit, tahun depan insyaallah kita sudah surplus dengan RRT. Artinya apa? Barang kita akan lebih banyak masuk ke sana dengan nilai yang lebih baik dari sebelumnya. lha ini baru urusan nikel disetop. Kalau nanti bauksit disetop, nilainya juga kurang-lebih akan sama, kita akan melompat ke angka-angka kurang lebih US$20-an sampai US$30-an miliar. Satu komoditas, dua komoditas, tiga komoditas, empat komoditas, bayangkan kalau itu semuanya diindustrialisasikan, dihilirisasikan di negara kita. Meskipun kita memang digugat di WTO, enggak masalah.

 

Saya sampaikan kemarin waktu di G20 dengan EU maupun dengan negara-negara di Eropa, kita ini tidak ingin mengganggu kegiatan produksi mereka, kok, silakan. Kita terbuka, kita ini tidak tertutup, silakan. Kalau ingin nikel silakan, tapi datang, bawa pabriknya ke Indonesia. Bawa industrinya ke Indonesia, bawa teknologinya ke Indonesia. Dikerjakan juga tidak usah sampai barang jadi juga enggak apa-apa kok, setengah jadi dari nikel menjadi cathode, menjadi prekursor boleh, nanti baterainya dikerjakan di sana silakan, mobilnya dikerjakan di sana silakan. Tapi lebih baik kalau semuanya dikerjakan di sini, akan lebih efisien. Saya sampaikan apa adanya. Artinya kita enggak tertutup. Beda kalau kita tertutup, enggak mau…pokoknya mau kita produksi sendiri, enggak boleh orang lain masuk, boleh kok. Tapi di sini. Karena kita ingin membuka lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya di negara kita, Indonesia, golnya ada di situ.

 

Kemudian yang kedua, strategi membangun ekonomi hijau. Ini juga harus segera dimulai karena kekuatan besar kita ada di sini. Energi hijaunya ada, renewable energy-nya ada, banyak sekali. Geotermal, kita memiliki kekuatan 29.000MW. Hydropower, saya enggak tahu hitung-hitungannya kalau total, karena kita memiliki 4.400 sungai di negara kita, Indonesia. Dua sungai saja, Kayan dan Mamberamo, Kayan itu bisa keluar kira-kira 13.000MW, Mamberamo itu kira-kira 24.000MW, total berarti sudah berapa? 37.000MW, hanya untuk dua sungai. Kalau 4.400 sungai, Bapak/Ibu hitung sendiri, berapa.

 

Inilah kekuatan ekonomi hijau yang diproduksi dari energi hijau yang kita miliki. Baru urusan sungai, geotermal, belum angin (bayu), belum arus bawah laut, belum solar cell, inilah sebuah potensi yang kalau kita kelola dengan baik, dengan konsistensi dan keberanian untuk melakukan terobosan ke sana, ini akan menjadi kekuatan ekonomi kita ke depan. Total renewable energy yang kita miliki, kurang-lebih hitungan terakhir, 418GW artinya 418.000GW, sangat besar sekali.

 

Kemudian yang ketiga, digitalisasi ekonomi, ini penting sekali. Tadi saya lupa, jadi bulan depan ini akan kita mulai Green Industrial Park di Kalimantan Utara, menyangkut keluasan kurang-lebih…seminggu yang lalu, angkanya baru 13.000 hektare, kemarin saya dapat informasi lagi sudah…karena permintaan untuk menghasilkan produk hijau ini semakin banyak, akan kita perluas menjadi 30.000 hektare, menjadi sebuah Green industrial Park yang saya kira akan terbesar di dunia, di Kalimantan Utara.

 

Kemudian yang ketiga, digitalisasi ekonomi. Kita ini memiliki 2.229 startup yang kalau kita urus fokus dan benar, ini akan juga menjadi sebuah kekuatan ekonomi kita. Karena potensi ekonomi digital Indonesia sampai di (tahun) 2025, akan mencapai US$124 miliar . Yang paling penting, jangan meninggalkan usaha kecil, usaha mikro, usaha menengah, kalau kita masuk ke digitalisasi. Mudahkanlah mereka, ajak mereka, angkut mereka agar bisa masuk ke e-commerce, platform-platform yang kita miliki sehingga yang kecil-kecil itu juga bisa menikmati transformasi ekonomi yang kita lakukan.

 

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya sama dengan Pak Gubernur BI, bahwa tahun 2022 kita semuanya harus optimis, tetapi tetap pada posisi kehati-hatian. Sektor-sektor yang kita buka juga bertahap, tidak usah tergesa-gesa. Kalau kita lihat peluangnya memang harus dibuka, dibuka, tapi dengan protokol kesehatan. Ada event-event besar juga silakan tetapi juga didampingi oleh Satgas (Covid-19). Penuh dengan kehati-hatian karena kita melihat negara-negara lain yang tidak hati-hati, muncul gelombang ketiga, muncul gelombang keempat, itu yang kita hindari.

 

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.  

 

Terima kasih.

 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.