Pengarahan Presiden RI pada Pembekalan Budidaya Pohon Trembesi, 13 Januari 2010

 
bagikan berita ke :

Rabu, 13 Januari 2010
Di baca 989 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 PADA  

PENGARAHAN KEPADA PESERTA
PEMBEKALAN BUDIDAYA POHON TREMBESI
TANGGAL 13 JANUARI 2010

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Panglima TNI, Kapolri, Wakil Menteri Pertahanan, Kasal, Kasau, Wakasad.

Saudara Gubernur DKI Jakarta, para pejabat teras pemerintahan dan TNI serta Polri, unsur pimpinan perguruan tinggi, para pimpinan dunia usaha, para pimpinan Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, terutama yang bergerak di lingkungan.

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Marilah pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, sekali lagi kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kepada kita semua masih diberikan kesempatan dan kekuatan untuk melanjutkan karya kita, bakti kita, serta pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.

 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Saudara Zulkifli Hasan tadi, Menteri Kehutanan kita, semula acara ini akan kita gelar di lapangan tengah antara Istana Negara dan Istana Merdeka, tepat di bawah pohon trembesi yang usianya sudah ratusan tahun, namun karena hujan, kita pindah ke tempat ini, tapi tidak mengganggu kelancaran dari acara kita, dan hujan itu adalah insya Allah hujan barokah yang membawa rahmat, memberikan jalan bagi upaya kita untuk membikin negara kita makin hijau, makin rapi, indah, bersih, dan makin peduli pada kelestarian lingkungan.

Saudara-saudara,

 

Sebelum saya menyampaikan ajakan dan harapan saya dan kepada jajaran pemerintah maupun TNI dan Polri adalah tentunya instruksi saya, saya ingin menyampaikan, saya ini bukan ahli trembesi, saya juga bukan agen trembesi, tetapi saya cinta trembesi, sebagaimana saya mencintai seluruh pohon-pohon yang harus makin kita tumbuh suburkan di negeri tercinta ini. Oleh karena itu, sejak tiga tahun yang lalu, saya bersama semua, termasuk kaum perempuan memelopori untuk terus menanam dan memelihara pohon, karena kita ingat masa depan negeri ini, kita ingat nasib anak-cucu kita, kita ingat jangan sampai bumi ini porak-poranda karena terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yang tidak menentu, sehingga sepertinya hanya sekedar menanam dan memelihara pohon. Tapi ingat, kalau itu kita lakukan secara sungguh-sungguh dalam jumlah yang besar, berlanjut dengan kontrol atau manajemen yang bagus, negeri kita akan berubah. Sepuluh tahun lagi, 15 tahun lagi, 20 tahun lagi, dan sebagaimana dunia melihat 2050 sebagai indikator, apakah manusia sejagat ini benar-benar bisa mengatasi pemanasan global atau tidak, dan di situ Indonesia ingin menjadi bagian dari solusi, menjadi bagian dari sukses dunia bahwa kita peduli dan ingin terus memelihara lingkungan kita.

 

Hadirin yang saya cintai,

 

Bulan Desember yang lalu, saya bertemu dengan para gubernur di Palangkaraya. Ada asosiasi para gubernur yang dipimpin oleh Saudara Fauzi Bowo. Di situ saya menyampaikan kepada para gubernur, insya Allah saya akan membantu untuk pengembangbiakan pohon trembesi dengan cara memberikan bantuan biji trembesi, kemudian saya berharap dikirim para tenaga ahli, juga dari lingkungan kampus dan saya ajak pula jajaran TNI dan Polri untuk mendapatkan penjelasan teknis, bagaimana kita membudidayakan pohon trembesi. Waktu itu saya sampaikan, saya akan berikan 500 ribu biji trembesi, tetapi saya upgrade dan akan saya serahkan nanti 1 juta tiap-tiap provinsi. Demikian juga jajaran yang lain, termasuk kampus, termasuk LSM lingkungan, dunia usaha. Dunia usaha itu, mancing saya, dikasih sekian, dia pasti bisa memberikan jauh lebih banyak. Oleh karena itu, harapan saya benar-benar terjadi kampanye nasional, bukan hanya kampanye dalam rangka pemilu, tetapi kampanye dalam rangka menyelamatkan bumi, melestarikan lingkungan di negeri kita.

 

Yang kita persiapkan sekitar 42 juta biji. Mudah-mudahan, rasio tumbuhnya, anggaplah yang konservatif, 80% tumbuh dari biji, maka itu sudah lumayan. Kemudian setelah ditanam, mungkin yang jadi sebutlah 70% dari itu, itu pun juga lumayan, karena total kita merencanakan 240 juta biji trembesi. Tapi jangan salah paham, trembesi hanya salah satu dari upaya gerakan menanam dan memelihara pohon. Hanya salah satu dari upaya penghijauan negeri kita, masih banyak jenis yang lain. Sebagai contoh, kalau di lingkungan rumah tangga, pekarangan, di pedesaan, maupun di tepi perkotaan, itu bisa ditanam pohon-pohonan yang menghasilkan buah misalnya. Demikian juga ada mahoni, ada yang lain-lain. Jadi trembesi bukan satu-satunya, tapi kalau dari trembesi saya berkontribusi 240 juta biji, anggaplah yang jadi atau tumbuh nanti 70% saja, itu sudah angka yang cukup besar.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin cerita saja kalau sisi-sisi teknis bagaimana membikin dari biji menjadi bibit, bibit ditanam, dipelihara, menjadi subur, itu saya serahkan yang ahli, expert-nya. Saya ingin cerita yang lain, yaitu untuk mengajak Saudara sungguh memahami dan kemudian peduli, dan kemudian bersama-sama melakukan gerakan nasional menanam dan memelihara pohon, di antaranya menanam dan memelihara pohon trembesi.

 

Sejak saya mengemban amanah untuk memimpin negeri ini akhir tahun 2004, lima tahun lebih yang lalu, saya sering berkunjung ke pelosok negeri ini, baik dengan helikopter maupun jalan darat, yang lebih sering dengan jalan darat. Saya masih melihat banyak tanah yang masih kosong, ilalang, atau pun menurut saya masih sangat bisa dihijaukan, ditanami pohon-pohon yang lebih besar. Di kota-kota, kota mana pun, saya lihat juga masih ada sudut-sudut kota, taman-taman kota yang juga belum hijau. Apalagi ketika saya datang ke provinsi mana pun ketika ada musibah banjir atau tanah longsor, saya datang langsung di tempatnya itu, bertemu dengan saudara kita yang mengalami musibah, melihat kegiatan tanggap darurat, kemudian mendengarkan rencana, apakah Pak Bupati, atau Gubernur, dan jajaran yang lain, bagaimana rekonstruksi dan rehabilitasi, serta upaya mencegah jangan sampai mudah terjadi banjir dan tanah longsor. Ketika itu saya melihat sekeliling, dalam hati saya, "Pantas, kalau mudah sekali terjadi tanah longsor atau pun banjir, karena bukit-bukit di situ, ada sih pohon, tapi menurut saya, masih bisa dihijaukan lagi, masih bisa ditanam lebih banyak lagi, sehingga tentu akan kokoh, air terserap, kemudian baik bagi lingkungan karena CO2 terserap, sehingga banyak manfaat bagi kehidupan manusia, dan yang penting tidak mudah, sekali lagi, terjadinya banjir dan tanah longsor". Itu yang saya lihat. Oleh karena itulah, sejak tiga tahun yang lalu kita lakukan kampanye menanam dan memelihara pohon secara besar-besaran.

 

Di sisi lain, saya sering mengemban tugas untuk datang ke negara-negara sahabat, apakah itu menghadiri pertemuan puncak atau kunjungan bilateral, dan kegiatan apa pun, saya kira sebagian dari Saudara, para Menteri, Saudara Gubernur, dan yang lain-lain juga sering melakukan kunjungan seperti itu. Saya membandingkan di negeri sahabat kita ini nampaknya lingkungan menjadi perhatian, menjadi prioritas, sampai saya bicara kepada Gubernur DKI, "Pak Gubernur, kita itu tidak keliru mencontoh yang baik-baik dari negara sahabat, karena negara sahabat juga mencontoh yang baik-baik dari Indonesia. Lihat itu Singapura, kotanya bersih, indah, rapi, hijau. Lihat Kuala Lumpur, juga negara-negara yang lain". Kita pasti bisa kalau betul-betul semua peduli, semua membikin kota-kotanya yang indah, yang hijau, yang bersih, yang rapi, yang saya sebut dengan Hijau Berseri itu, hijau, bersih, sehat, rapi, dan indah.

 

Dari dua penglihatan itu, apa yang saya lihat di tanah air sendiri, sebagian bagus, sebagian lumayan, sebagian belum bagus di Indonesia, padahal tanah kita luas, 2 juta km2. Dibandingkan Malaysia, dibandingkan Singapura, dibandingkan Thailand, Kamboja, dan sebagainya, tentu lebih luas negeri kita. Kesimpulannya menurut saya, meskipun alhamdulillah tahun-tahun terakhir ini, coba keliling Saudara-saudara, sudah mulai hijau, sudah mulai tumbuh, pohon-pohon yang ditanam tiga tahun lalu sudah ada yang 1 meter, 2 meter, 3 meter tingginya, mulai senang kita, optimis kita bahwa kalau ini terus berlanjut, akan makin bagus negara kita. Tetapi saya berkesimpulan belum cukup apa yang kita lakukan, belum cukup hijau negeri kita, bahkan di banyak tempat masih jauh dari harapan. Tentu kalau saya tanya Saudara satu per satu tidak ada yang ingin negara kita seperti ini, mesti ingin lingkungannya bertambah baik.

 

Saya juga tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan, kalau jalan di sepanjang jalan tol, apakah jalan tol Cikampek, apakah Cipularang, apakah Jagorawi, atau pun jalan tol di daerah-daerah. Saya juga tidak pernah menyia-menyiakan kesempatan melihat bandara, apakah di Surabaya, apakah di Denpasar, di Medan, di Makassar, di tempat-tempat yang lain, termasuk yang baru dibesarkan menjadi bandara internasional. Untuk apa? Sekali lagi, sudah hijau belum? Masih banyak yang saya lihat, yang relatif kering kerontang. Ini tidak boleh dianggap, "Ah, biasa." Tidak biasa. Mari kita membiasakan, yang kurang, ya kurang. Kenapa kita biarkan, karena kita bisa menanam, kita bisa bikin bagus, bisa bikin hijau, bisa bikin rindang tempat-tempat itu. Demikian juga kota-kota besar, saya sering melihat masih ada selokan yang tidak terurus dengan baik, ada bagian kota yang masih bau, ditambah lagi yang belum hijau di kota-kota di negeri kita, di tanah air kita ini. Jadi,, menurut saya itu kondisi objektif yang harus ada satu perubahan besar, ada satu revolusi cara berpikir kita tentang lingkungan, tentang kota, tentang tanah air kita.

 

Kalau saya tadi mengatakan belum cukup, Saudara bertanya, "Cukupnya berapa? Sasarannya seperti apa kalau kita bicara menanam dan memelihara pohon?" Menjawab itu, mari kita tata pikiran kita. Mengerjakan sesuatu harus berangkat dari konsep yang jelas, tujuan yang jelas, cara-cara yang tepat untuk mencapai tujuan itu. Orang sering menyebut visi kalau itu bersifat strategis, cakupannya besar, berjangka waktu yang panjang. Jadi, kalau kita ingin menjawab berapa cukupnya, seperti apa sasarannya, kita harus berangkat dari konsep pemeliharaan lingkungan. Lantas kita tetapkan sasaran, kemudian kebijakan atau policy. Tidak cukup dengan policy, apa program aksi pemerintah, masyarakat luas, sampai kepada segi-segi anggaran atau sumber daya yang kita perlukan. Pemerintah, utamanya Departemen Kehutanan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri tengah saya tugasi untuk menyusun satu kebijakan dasar, satu master plan sampai nanti pada program aksi bagaimana gerakan menanam dan memelihara pohon dalam artian yang luas sebagai bagian dari aksi nasional untuk memelihara lingkungan, dengan demikian, ke depan, tahun-tahun mendatang, kita melakukan tugas maha besar ini berangkat dari konsep kebijakan, dan juga program-program aksi yang tepat dan benar.

 

Dari segi konsep kebijakan, dan program aksi itu, mari kita lihat dari dua sisi, dua penglihatan. Yang pertama, komitmen dan kewajiban Indonesia untuk ikut mengatasi pemanasan global dan mencegah terjadinya perubahan iklim yang ekstrim. Saya tidak ingin mengulangi mengapa itu penting, Saudara mengikuti, jelas upaya dunia, upaya kita untuk mencegah terus terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Itu dari sisi climate change. Saudara tentu mengikuti, baru saja dilaksanakan pertemuan pada tingkat dunia di Kopenhagen, Denmark, yang menghasilkan Copenhagen Accord. Saudara tentu tahu, kita bersepakat akan mencegah pemanasan global ini di atas dua derajat celcius sampai tahun 2050. Kalau lebih dari dua derajat celcius, malapetaka datang, antara lain permukaan air laut bisa naik sampai 2100 nanti 1,5 meter atau lebih. Bayangkan, dari 17 ribu pulau kita, berapa banyak yang harus tenggelam. Itu baru satu impact atau dampak kalau suhu naik di atas dua derajat celcius. Belum perubahan cuaca yang ekstrim, kemarau sangat panjang, kekeringan yang luar biasa, banjir yang juga luar biasa, topan, badai, dan sebagainya. Tentu akan mengubah segalanya, menghancurkan pertanian kita, memberikan dampak langsung pada kehidupan masyarakat karena bencana itu akan begitu ekstrim dan keras.

 

Di Kopenhagen, kita juga bersepakat untuk mengurangi emisi secara besar-besaran, deep cut, diharapkan 40% untuk negara-negara maju, dan negara-negara berkembang karena sifatnya masih sukarela, ya diharapkan menyesuaikan. Lantas kita juga bersepakat, ini penting untuk negara kita, bagi negara yang punya hutan, apalagi hutan hujan tropis, diwajibkan untuk melakukan penghutanan kembali bagi yang rusak maupun melakukan langkah-langkah penanaman pohon sebagaimana yang kita lakukan ini dengan imbalan, ada kompensasi, financing dan pemberian sumber daya. Itu yang relevan dengan kita. Indonesia, didorong oleh rasa tanggung jawab, meskipun kalau menurut Kyoto Protocol tidak harus kita, tapi kita ingin bumi kita sendiri, tanah air kita sendiri, rakyat kita sendiri, masa depan anak-cucu kita sendiri itu aman dan baik. Itulah kita tetapkan membuat pengurangan emisi karbondioksida sebanyak 26% sampai tahun 2020. Ini sasaran dan harus kita capai.

 

Itu bisa diwujudkan dengan cara mengontrol penggunaan energi yang berlebihan BBM, karena itu sarat dengan karbondioksida yang dikeluarkannya, kemudian pengelolaan limbah, dan lain-lain, termasuk yang paling utama pengelolaan hutan. Intinya, jangan kita menebangi seenaknya hutan-hutan itu, jangan pula akibat kesalahan masa lalu, 30 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu, 10 tahun yang lalu, ada kerusakan-kerusakan kita biarkan. Itulah tugas Departemen Kehutanan dengan jajarannya, dengan yang lain, dengan pemerintah daerah, deforestasi, penghutanan kembali. Tetapi kalau itu saja, menurut saya belum cukup. Marilah kita bikin area-area pepohonan yang baru, yang suatu saat kalau tumbuh dengan besar, 15 tahun lagi, 20 tahun lagi, 30 tahun lagi, ibaratnya menciptakan hutan-hutan baru, pohon-pohon baru yang itu berkontribusi untuk menyerap, capturing carbondioxyde, dan kemudian juga ada manfaat yang lain. Intinya, yang kita lakukan tidak ngawur, tidak asal-asalan, tapi bagian integral dan upaya pengurangan CO2 atau emisi karbon kita 26% pada tahun 2020.

 

Kalau hanya mengandalkan program pemerintah, meskipun Departemen Kehutanan merancang mulai tahun ini tentu kita lihat nanti kapasitas termasuk sumber daya, termasuk feasibilitas dari kebijakan ini, 500 ribu hektar per tahun. Tapi itu menurut saya juga belum cukup. Oleh karena itulah, saya mengajak rakyat Indonesia, seluruh komponen bangsa untuk melengkapi, memperkuat, memperlebar, memperluas apa yang dilakukan Departemen Kehutanan itu dengan gerakan nasional menanam dan memelihara pohon.

 

Saudara pernah mendengar tekad kita one man one tree. Man di sini termasuk woman. Jadi, one person, one tree. Nanti diprotes saya sama ibu-ibu nanti. Kalau one man one tree, berarti kita perlu menanam sekitar 230 juta. Bayi tidak mungkin menanam, orang dewasa bisa menanam lima pohon. Ketemunya juga sama dengan jumlah penduduk. Apalagi kalau dunia usaha sekali tanam 10 ribu atau 100 ribu atau 5 ribu atau yang lain-lain, maka tekad kita untuk one billion in one year, 1 miliar pohon 1 tahun itu menurut saya sesuatu yang bisa kita capai. Departemen Kehutanan akan segera mengeluarkan sekali lagi master plan bagaimana transisi dari one man one tree menjadi 1 miliar pohon 1 tahun tadi.

 

Siapa yang harus menanam? Satu, pemerintah. Yang kedua, dunia usaha. Saya berharap dunia usaha itu punya CSR, Corporate Social Responsibility. Kalau dikeluarkan, untuk tujuan yang mulia ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi pencapaian sasaran kita. Masyarakat luas sendiri yang memiliki kemampuan, organisasi apa pun, saya juga mengajak, mendorong kerja sama internasional kita dengan negara-negara sahabat, sebagian bisa kita alokasikan anggarannya atau sumber dayanya untuk gerakan menanam dan memelihara pohon ini. Jadi, sasaran itu achievable, kemudian necessary, kemudian dilaksanakan bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat luas termasuk dunia usaha.

 

Saudara-saudara,

 

Itu pertimbangan atau bagaimana kita menetapkan sasaran, bagaimana kita ingin melaksanakan gerakan menanam dan memelihara pohon dikaitkan dengan upaya mengatasi climate change.

 

Yang kedua, ada lagi di luar itu. Saya kira kita akan merasa tenteram, bahagia, bangga, bersyukur kalau di Indonesia ini kota-kota, kampus-kampus, ksatrian-ksatrian militer dan kepolisian, jalan-jalan termasuk jalan tol, sudut-sudut kota dan semuanya itu betul-betul hijau dan berseri, bersih, sehat, rapi, dan indah, berseri itu. Kombinasikan. Saya, meskipun seolah-olah ini domain atau wilayah wali kota, tapi saya tetap peduli, "Wah ini bagus ini, inisiatifnya bagus, entah wali kotanya, entah Dinas Pertamanan." Saya kalau ada kota itu langsung ces, begitu. Tapi kalau serba kering, gersang, kotor, ini apa yang dikerjakan beliau ini, mosok nggak peduli. Kita ingin ubahlah kota-kota kita, kampus-kampus kita, ksatrian-ksatrian kita, jalan-jalan tol kita. Saya dengan Pak Djoko Kirmanto, ayo kita jalan, masih ada yang kosong, lumayan sekarang tapi belum cukup, ditambah lagi baik di median maupun di sisi kanan, kalau ini jalan tol begitu. Mediannya juga tapi dicocokkan dengan tujuan keselamatan, jangan sampai menghalang-halangi si pengemudi, tapi di kiri-kanan itu cukup luas itu bisa ditanam pohon-pohonan.

 

Saya pernah mengingatkan Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tolong, ada kebiasaan yang salah masyarakat kita. Itu kalau membuang sampah, langsung dibuang ke jalan tol itu. Dianggap itu tepi belakang, begitu. Akhirnya, kalau saya jalan dari Cawang sampai Ciawi, silakan lihat entah kiri, entah kanan, banyak itu tempat-tempat sampah yang justru tempatnya di tepi kanan-kiri jalan tol itu. Pertama, tentu tidak baik, mengganggu kebersihan, keindahan.

 

Yang kedua, kalau ada angin, plastiknya terbang, kena kaca mobil, itu bisa terjadi kecelakaan. Saya lihat kemarin sudah lumayan, sudah mulai ditertibkan, ajak, kalau perlu bantu membuatkan kotak sampah tidak di situ, sehingga masyarakat yang tidak punya pun bisa kita bantu, kita ajak untuk membuang sampah pada tempatnya. Kecil, tetapi itu bagian dari peradaban bangsa. Jangan dikira, bangsa yang unggul itu hanya bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga bangsa yang berdisiplin, yang tertib, yang memiliki kesadaran, yang baik terhadap lingkungan, dan sebagainya. Itulah the true civilization, peradaban bangsa yang baik.

 

Akhirnya, saya hanya ingin mengajak Saudara-saudara, mari menanam dan memelihara. Saya tidak menggunakan selamat menanam dan memelihara. Kalau selamat itu hanya untuk Saudara, tapi kalau mari, termasuk saya, termasuk kita, termasuk semuanya. Mari menanam dan memelihara pohon. Menanam sekarang, anak-cucu kita, nanti kita lihat tahun 2025, bagi yang belum dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, akan bisa melihat perubahan di negeri kita ini setelah 15 tahun atau hampir 20 tahun, dan sejak 2007 kita lakukan, insya Allah negeri kita akan berubah.

 

Itulah Saudara-saudara yang ingin saya sampaikan dan saya berharap mari kita bergandengan tangan menyelamatkan lingkungan, mari kita bersama-sama, saya sering mendengar kritik dari LSM lingkungan, kritik yang konstruktif saya terima, saya terima kasih. Protes yang benar saya terima, terima kasih. Namun ada 1-2 statement baik di dalam maupun di luar negeri dari beberapa LSM yang tidak sesuai dengan realitas. Misalnya ada statement di media internasional, "Presiden Indonesia akan membuka 12 sekian juta lahan dari hutan, waktu itu". Tidak ada sama sekali. Itu misleading. Benar itu. Justru kita ingin menghutankan kembali, manajemen hutan yang baik, gerakan tanam dan pelihara pohon, dan sebagainya. Tentu harus berhati-hati, tetapi kritik, protes, segala macam, banyak sekali, saya terima, terima kasih dan mengingatkan kita semua untuk betul-betul kita bisa menjaga kelestarian lingkungan kita ini dengan baik.

 

Demikianlah, terima kasih Saudara-saudara, selamat berjuang, Tuhan beserta kita,

 

Wassalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI