Pentingnya Menjaga Tradisi di Tengah Arus Globalisasi

 
bagikan berita ke :

Rabu, 08 Januari 2025
Di baca 60 kali

Foto Cover: BPMI Setpres


 

Sebagai seseorang yang tumbuh di sebuah desa kecil di Jawa, saya merasakan betul bagaimana tradisi dan budaya lokal membentuk identitas masyarakat. Di lingkungan saya, yang mayoritas penduduknya masih memegang teguh ajaran leluhur, tradisi bukan hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga sebagai dasar dari moralitas dan tata nilai dalam berinteraksi. Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin kuatnya pengaruh globalisasi, banyak nilai-nilai tradisional yang mulai terkikis. Di kota-kota besar, budaya lokal sering dianggap kurang relevan dan lebih banyak ditinggalkan demi mengikuti tren atau gaya hidup modern.

 

Salah satu contohnya adalah semakin jarangnya generasi muda yang berpartisipasi dalam upacara adat atau kegiatan budaya di desa. Hal ini bisa dilihat dari semakin berkurangnya jumlah pemuda yang mau ikut serta dalam kegiatan gotong royong, perayaan hari-hari besar adat, atau pun penyelenggaraan upacara keagamaan yang telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Sebagian besar dari mereka lebih tertarik dengan teknologi, media sosial, atau hal-hal yang berhubungan dengan kemajuan zaman. Ironisnya, meskipun teknologi dan media sosial memberikan banyak manfaat dalam hal konektivitas dan akses informasi, mereka sering kali justru memisahkan kita dari akar budaya kita sendiri.

 

Sebagai contoh, dalam acara pernikahan adat yang biasanya melibatkan seluruh keluarga dan masyarakat sekitar, kini banyak yang memilih untuk menggelar pernikahan ala modern, dengan gaya yang lebih komersial dan bergantung pada tren yang sedang berkembang. Bukannya tidak sah, tetapi upacara adat yang sebenarnya punya nilai budaya dan filosofis yang dalam seringkali disederhanakan atau bahkan dihilangkan begitu saja. Saya merasa khawatir jika tren ini terus berlanjut, kita akan kehilangan makna dari tradisi itu sendiri. Tradisi bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah cara untuk mengingatkan kita akan nilai-nilai luhur yang mengikat kita dengan komunitas, dengan alam, dan dengan sejarah panjang nenek moyang kita.

 

Saya mengerti bahwa globalisasi membawa banyak perubahan positif. Teknologi, misalnya, telah membuka akses informasi yang lebih luas dan memungkinkan kita untuk belajar lebih banyak tentang budaya lain. Melalui internet, kita bisa dengan mudah mengenal kebudayaan negara lain, berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia, serta mengakses berbagai pengetahuan yang sebelumnya sulit didapatkan. Ini tentu saja merupakan hal yang baik, karena memperkaya wawasan kita dan memperluas pemahaman kita tentang dunia.

 

Namun, saya juga merasa bahwa globalisasi harus berjalan seiring dengan pelestarian budaya lokal. Menjaga tradisi tidak berarti menutup diri dari dunia luar, tetapi lebih kepada cara kita mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dengan perkembangan zaman. Globalisasi seharusnya tidak menghapuskan identitas budaya kita, tetapi memberi ruang bagi budaya lokal untuk berkembang dan beradaptasi dengan konteks dunia modern. Kita tidak bisa membiarkan budaya global yang serba instan dan massal mengalahkan keunikan serta kekayaan budaya lokal kita.

 

Saya percaya bahwa generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga tradisi ini. Tantangannya adalah bagaimana kita mengedukasi mereka tentang pentingnya memahami dan melestarikan budaya lokal, sekaligus memberikan ruang untuk mereka mengembangkan diri di tengah kemajuan zaman. Generasi muda harus diberdayakan untuk menjadi penjaga dan penggerak perubahan, bukan hanya sebagai penonton yang pasif. Misalnya, dengan memanfaatkan teknologi yang ada untuk memperkenalkan budaya tradisional melalui media sosial atau aplikasi, kita bisa membuat budaya kita lebih menarik dan relevan bagi generasi digital.

 

Di sisi lain, pelestarian tradisi tidak harus terjebak dalam konservatisme yang kaku. Tradisi yang hidup adalah tradisi yang bisa beradaptasi dan berkembang, namun tetap menjaga inti nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan cara ini, budaya lokal tidak akan punah, melainkan akan terus hidup dan diterima oleh generasi berikutnya, bahkan di tengah derasnya arus globalisasi.

 

Kesimpulannya, kita harus sadar bahwa tradisi adalah bagian penting dari identitas kita sebagai bangsa. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, kita harus bijak dalam memilih apa yang sebaiknya kita pertahankan dan apa yang bisa kita adaptasi tanpa kehilangan jati diri. Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga warisan budaya agar tetap hidup, relevan, dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Menjaga tradisi tidak berarti menutup diri dari dunia luar, tetapi bagaimana kita menyesuaikan diri tanpa mengorbankan nilai-nilai luhur yang telah membentuk siapa kita. Ini adalah tugas bersama—baik pemerintah, masyarakat, maupun generasi muda—untuk menjaga keseimbangan ini demi masa depan budaya kita.

 

Daftar Pustaka

Anderson, B. (2006). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. Verso.

  • Buku ini membahas bagaimana identitas kolektif terbentuk dalam sebuah komunitas dan bagaimana globalisasi mempengaruhi pemahaman kita tentang kebudayaan dan tradisi lokal.

Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. Basic Books.

  • Geertz menjelaskan pentingnya memahami kebudayaan melalui lensa lokal, serta bagaimana nilai-nilai tradisional berperan dalam pembentukan identitas masyarakat.

Hannerz, U. (1996). Transnational Connections: Culture, People, Places. Routledge.

  • Buku ini menggali konsep globalisasi dan bagaimana budaya lokal berinteraksi dengan budaya global dalam konteks masyarakat yang semakin terkoneksi.

Kusno, A. (2000). The Urban Image of the Global and the Local: Tradition and Modernity in the City of Jakarta. University of Hawaii Press.

  • Menyajikan analisis tentang bagaimana kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta, menghadapi tantangan dalam mempertahankan tradisi lokal di tengah modernitas dan globalisasi.

Robertson, R. (1992). Globalization: Social Theory and Global Culture. Sage Publications.

  • Robertson memperkenalkan konsep globalisasi dan bagaimana budaya lokal dapat bertahan dan beradaptasi dengan pengaruh global.

Smith, A. D. (1991). National Identity. University of Nevada Press.

  • Buku ini menggali konsep identitas nasional dan bagaimana tradisi dan budaya lokal berperan dalam membentuk rasa identitas di tengah arus globalisasi.

Tylor, E. B. (1871). Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom. John Murray.

  • Tylor menjelaskan tentang perkembangan budaya dan tradisi dari sudut pandang antropologi, memberikan wawasan tentang pentingnya melestarikan tradisi dalam masyarakat.

UNESCO. (2003). Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. UNESCO.

  • Dokumen ini menjelaskan bagaimana dunia internasional, melalui UNESCO, berusaha untuk menjaga warisan budaya takbenda di tengah arus globalisasi.

 


 

 

Nama Lengkap : Ainayya Hasmi Nadiyah

Pekerjaan          : Pelajar

Sekolah             : Man 1 Surakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0