Penyusunan Strategi Kesetaraan Gender dalam Kerja Sama Pembangunan Internasional Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap kesetaraan gender melalui diskusi strategis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara bersama Direktorat Kerja Sama Pembangunan Internasional, Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion) dengan tema “Strategi Kesetaraan Gender Dalam Kerja Sama Pembangunan Internasional Pemerintah Indonesia”, Rabu (18/12).
Dilaksanakan secara hybrid dari Ruang Aspirasi Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, diskusi ini bertujuan memberikan kontribusi serta memperkaya konsep kebijakan, pedoman formal, dan strategi penerapan kesetaraan gender dalam kebijakan Kerja Sama Pembangunan Internasional (KSPI), termasuk kerja sama selatan-selatan dan triangular.
Turut hadir memperkaya diskusi pejabat/perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan.
Dalam pengantarnya, Kepala Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri (Biro KTLN), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Noviyanti menyampaikan pentingnya inklusivitas sebagai prasyarat utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
“Prinsip "no one left behind" menjadi landasan untuk memastikan perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan pekerja migran, terlibat aktif dalam seluruh tahapan pembangunan. Mereka harus menjadi subjek, bukan hanya objek, dalam upaya pencapaian SDGs,” tegas Noviyanti.
Diskusi ini juga menyoroti perlunya integrasi prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam KSPI. Pendekatan ini harus menjadi jiwa dari setiap program yang diimplementasikan, bukan sekadar jargon yang muncul dalam kebijakan atau pelatihan. “Kita tidak hanya berbicara tentang pelibatan perempuan atau penyandang disabilitas, tetapi juga memastikan dampaknya terhadap mereka terukur dengan jelas,” tambah Noviyanti.
Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa kesetaraan dalam kemitraan merupakan salah satu kunci utama untuk memajukan kerja sama pembangunan global. Kebijakan pembangunan internasional yang responsif gender menjadi penting dikaitkan dengan posisi Indonesia sebagai new emerging donor dan jembatan penghubung untuk KSPI antara negara anggota the Development Assistance Committee (DAC) dengan negara donor baru.
“Sejumlah program KSPI yang digagas oleh Indonesia atau melibatkan Indonesia telah dibangun dengan mengadopsi prinsip-prinsip kesetaraan gender. Namun Indonesia belum memiliki kebijakan dan pedoman bagaimana menerapkan kesetaraan gender ini dalam kebijakan pembangunan internasional Indonesia,” kata Noviyanti.
Revitalisasi Pengarusutamaan Gender (PUG) menjadi prioritas pemerintah sejak 2021 dengan memperluas cakupan tahapan pelaksanaan dari dua menjadi tujuh proses, termasuk perencanaan, pengawasan, dan pelaporan. Sebanyak 96% provinsi di Indonesia telah mengintegrasikan kebijakan berbasis gender ini ke dalam regulasi mereka. Selain itu, lebih dari separuh kementerian/lembaga pusat juga telah mengadopsi pendekatan yang sama
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Indah Nuria Savitri membagikan pengalaman dari organisasi internasional yang telah menerapkan kebijakan sensitif gender dalam seluruh siklus proyek. “Di beberapa organisasi, setiap usulan proyek harus mencakup analisis keterlibatan perempuan dan dampaknya terhadap komunitas perempuan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa Indonesia dapat belajar dari pendekatan ini untuk meningkatkan efektivitas program kerja sama pembangunan,” ujar Indah.
Untuk memulai, ia mengusulkan penerapan formulir ceklis sederhana untuk setiap usulan proyek kerja sama. Ceklis ini mencakup elemen-elemen seperti keterlibatan perempuan, dampak pada kelompok marginal, dan indikator keberhasilan berbasis gender. “Saat ini, Indonesia belum memiliki standar laporan monitoring dan evaluasi yang baku. Ini menjadi peluang untuk mengintegrasikan elemen gender sejak awal,” katanya.
Di forum internasional, Indonesia terus mengedepankan isu pemberdayaan perempuan, termasuk melalui kepemimpinan di G20 dan ASEAN. Komitmen ini juga tercermin dalam kerangka kerja Women, Peace, Security (WPS), yang mendorong keterlibatan perempuan dalam penyelesaian konflik dan rekonstruksi pasca-konflik. Keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB turut dimanfaatkan untuk memajukan hak-hak perempuan dan kelompok rentan.
Selain itu, anggaran responsif gender dipromosikan untuk memastikan peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan, ekonomi, dan kepemimpinan. Indikator keberhasilan meliputi peningkatan jumlah perempuan di posisi strategis, pengurangan kesenjangan pendidikan, serta pemberian insentif untuk program berbasis gender.
Kesetaraan gender menjadi prioritas dalam berbagai kebijakan internasional. Pemerintah mengimplementasikan analisis gender pada setiap tahap pembangunan, mencakup pengolahan data terpilah, identifikasi kebutuhan spesifik, dan penguatan kapasitas perempuan. Program seperti Kampung Iklim (PROKLIM) dan Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) menjadi contoh langkah konkret.
Indah menekankan bahwa kesetaraan gender harus sensitif terhadap nilai dan norma nasional. “Semua langkah harus sesuai dengan kerangka hukum dan konteks Indonesia untuk memastikan keberhasilan implementasi di lapangan,” ujarnya. Dengan pendekatan ini, pemerintah optimis dapat menciptakan pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Setali tiga uang, Asisten Deputi PUG Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA), Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati menyampaikan bahwa KPP-PA memainkan peran kunci dalam strategi ini. Mereka bertugas merumuskan kebijakan, melakukan koordinasi, menyusun data terpilah gender, serta memantau dan mengevaluasi implementasi kebijakan. Dengan dukungan regulasi seperti Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2023, pemerintah terus mengembangkan kerangka kerja yang lebih responsif terhadap isu-isu kesetaraan gender.
Dalam hal pencapaian kebijakan, antara 2021–2024 pemerintah telah meluncurkan berbagai rancangan regulasi, termasuk RUU Kesetaraan Gender, pedoman pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan, dan parameter kesetaraan gender. Pada 2024, pemerintah juga memprioritaskan peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif melalui hasil Pemilu 2024.
Kesetaraan gender juga menjadi fokus kerja sama internasional Indonesia. Kolaborasi dengan Australia, Korea Selatan, dan UN Women telah dilakukan, mencakup pelatihan pemberdayaan perempuan, penyusunan pedoman ekonomi berbasis gender, dan analisis kebijakan gender. Pendekatan ini diharapkan memperkuat implementasi strategi gender baik di tingkat nasional maupun global.
Komnas Perempuan mencatat bahwa dari total 441 kebijakan diskriminatif gender yang diidentifikasi sejak 2009, sebanyak 305 kebijakan masih berlaku pada 2023. KPP-PA terus menganalisis dan memberikan rekomendasi untuk mencabut atau merevisi regulasi yang tidak berpihak pada kesetaraan gender. Hal ini menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif.
Pemerintah optimistis bahwa dengan langkah strategis seperti revitalisasi PUG, peningkatan kapasitas SDM, dan penguatan kolaborasi internasional, Indonesia mampu menciptakan pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan. “Kesetaraan gender adalah fondasi penting untuk pembangunan manusia yang lebih baik,” tutup Laksmi. (Humas Kemensetneg)