PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DALAM RANGKA HUT KE-64 PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI

 
bagikan berita ke :

Jumat, 14 Agustus 2009
Di baca 4271 kali

PIDATO KENEGARAAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DALAM RANGKA HUT KE-64 PROKLAMASI
KEMERDEKAAN RI

DI DEPAN RAPAT PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA




Jakarta, 14 Agustus 2009





SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA









Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua,   
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Yang Mulia para Duta Besar dan Pimpinan Perwakilan Badan-badan dan Organisasi Internasional,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin yang saya muliakan,

Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Kita juga bersyukur, pada pagi hari ini dapat menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-64 Kemerdekaan Republik Indonesia.


Pada tahun 2009 ini, menyambut peringatan hari kemerdekaan pada bulan Agustus, ada tradisi baru dalam pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Presiden. Pada bulan Agustus tahun ini saya menyampaikan pidato kenegaraan di depan parlemen sebanyak tiga kali. Pertama adalah pidato untuk mengantarkan RAPBN tahun anggaran 2010 beserta nota keuangannya, di depan Dewan Perwakilan Rakyat, dan yang juga dihadiri oleh pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Yang kedua adalah pidato ini, yang saya sampaikan menjelang peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan kita, di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan tema besar refleksi kemerdekaan dan dinamika perjalanan bangsa. Dan yang ketiga adalah pidato yang insya Allah akan saya sampaikan di hadapan Dewan Perwakilan Daerah, dengan tema utama pembangunan nasional, utamanya aspek pembangunan daerah. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan dan dinamika pembangunan yang sedang kita jalankan, termasuk capaian dan tantangannya, akan saya sampaikan pada pidato di hadapan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah nanti. Ketiga pidato ini adalah suatu rangkaian pidato tahunan Presiden yang disampaikan kepada rakyat Indonesia di hadapan wakil-wakil rakyat.

Saudara-saudara,
Pada kesempatan yang baik ini, di depan sidang yang terhormat ini, saya mengajak saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air untuk melakukan refleksi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia yang telah berjalan selama 64 tahun. Ada tiga momen sejarah bangsa yang ingin saya ajak saudara-saudara untuk merenungkannya, dan mengambil mutiara kebajikan (wisdom), yang berguna bagi perjalanan bangsa kita ke depan. Bukankah  pepatah mengatakan: “sejarah adalah guru kehidupan?”

Pertama, tentang makna proklamasi kemerdekaan 1945, dan bagaimana kita terus mengaktualisasikan semangat kemerdekaan ini di masa kini dan di masa mendatang.

Refleksi yang kedua adalah tentang apa yang terjadi di negeri kita lima puluh tahun yang lalu. Kita kenal ada tonggak sejarah penting pada waktu itu, yaitu dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Ini merupakan tonggak sejarah, karena kalau kita lihat benang merahnya, sesungguhnya bangsa Indonesia yang baru merdeka saat itu, ingin betul mencari bentuk atau sosok demokrasi yang diyakini paling tepat untuk negeri kita.

Sedangkan refleksi yang ketiga, saya mengajak untuk merenungkan apa yang terjadi di negeri kita  sepuluh tahun yang lalu. Tahun 1999 juga merupakan tonggak sejarah bangsa. Sesungguhnya, setelah kita mengalami krisis yang luar biasa tahun 1998, maka tahun 1999 merupakan awal dari era reformasi yang sampai sekarang tengah kita jalankan. Awal dari era reformasi kita ditandai dengan dua hal penting. Pertama, untuk pertama kalinya dilakukan amandemen terhadap konstitusi kita, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Kedua,  berakhirnya Dwi Fungsi ABRI yang juga berarti berakhirnya peran politik ABRI dalam kehidupan bernegara kita.  
 
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air, marilah kita melakukan refleksi yang pertama, yaitu makna Indonesia Merdeka.

Kemerdekaan adalah “jembatan emas” demikian kata Presiden pertama kita, sekaligus proklamator kemerdekaan, Bung Karno.  Melalui “jembatan emas” itu, bangsa Indonesia meninggalkan kegelapan alam penjajahan dan memasuki alam kemerdekaan dengan penuh sinar harapan. 

Memang, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 adalah kulminasi dari suatu perjuangan yang menakjubkan. Kemerdekaan itu kita rebut, kita raih dan kita pertahankan dengan segala pengorbanan: dengan darah, keringat dan air mata. 

Kita patut berbangga, karena revolusi kemerdekaan Indonesia telah menjadi salah satu revolusi besar di abad ke-20 yang turut mengubah dunia.  Setelah Perang Dunia II berakhir, Indonesia adalah salah satu bangsa yang paling awal memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah itu, api revolusi kemerdekaan ini dengan cepat menjalar ke berbagai penjuru di Asia dan Afrika, memerdekakan India, Ghana, Aljazair, Mesir, Filipina, Myanmar, Laos, Vietnam, Sri Lanka dan banyak lagi. Akibatnya, peta politik dan geopolitik dunia di abad ke-20 berubah secara drastis.  Dan negara kita, Indonesia, adalah pelopor dalam arus dekolonisasi yang dahsyat itu. 

Dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang dikeluarkan sehari setelah proklamasi, tercantum cita-cita dan tujuan nasional kita. Para pendiri bangsa bertekad untuk mendirikan suatu negara yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.  Dalam Pembukaan UUD 1945, para pendiri bangsa juga bertekad untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. 

Semua ini mengingatkan kita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang.  Semangat juang yang luhur ini tidak boleh padam.  Bahkan, dalam konteks era demokrasi dan globalisasi dewasa ini, semangat perjuangan ini justru menjadi semakin relevan dalam upaya kita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan unggul di abad ke-21. Kita harus terus menjaga karakter perjuangan ini dan mewariskannya kepada generasi mendatang. 

Kita juga harus terus menjaga aset terpenting dari revolusi kemerdekaan kita: yaitu persatuan Indonesia. Bagi kita, persatuan adalah awal dari kebangkitan. Persatuan adalah kekuatan. Dan persatuan adalah syarat utama bagi kelestarian Bhinneka Tunggal Ika yang kita junjung bersama. Semenjak kemerdekaan, betapapun beratnya tantangan yang dihadapi bangsa, kita selalu berhasil mengatasinya selama kita menjaga persatuan dan kesatuan.  Karena itu, prinsip yang selalu kita pegang adalah: bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.  In crucial things, unity!

Kemerdekaan Indonesia juga melahirkan ideologi dan dasar negara kita, yaitu Pancasila. Setelah mengalami berbagai pasang surut sejarah, dan setelah kita melampaui berbagai tantangan dan ujian, bangsa Indonesia semakin yakin terhadap makna Pancasila bagi bangsa Indonesia. Kita semakin yakin bahwa Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sudah final, dan tidak dapat diubah, serta tidak dapat ditawar lagi. Kita harus terus memaknakan Pancasila sebagai ideologi terbuka, sebagai open and living ideology, dan bukan sebagai dogma yang statis dan menakutkan. Pancasila harus terus menjadi sumber inspirasi dan sumber solusi dari proses nation-building Indonesia ke depan.

Saudara-saudara,
Setelah proklamasi kemerdekaan, pembebasan dari penjajahan, perjalanan kita sebagai bangsa amatlah berwarna dan penuh dengan  romantika kehidupan. Republik yang masih muda, kala itu, harus mencari perpaduan warna-warni demokrasi yang paling sesuai dengan karakteristik kita sebagai bangsa. Proses pencarian demokrasi (in search of democracy) yang terkadang mengalami masa pasang, namun tidak jarang pula mengalami masa surut. Pengalaman pencarian ini memotret jatuh-bangunnya kehidupan demokrasi di tanah air tercinta ini. Bahkan, pernah pula penerapan suatu jenis demokrasi yang lebih bersifat trial and error, yang tentunya tidak akan langgeng dan mudah gagal, karena diterpa berbagai permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita lakukan.

Sejarah mencatat, sejak awal kemerdekaan, hingga era kehidupan bernegara saat ini, kita pernah menganut berbagai model demokrasi. Dari tahun 1945 hingga tahun 1959, demokrasi parlementer hadir. Pada saat itu, pemerintah datang dan pergi dengan cepat, tanpa benar-benar sempat melakukan konsolidasi ataupun menjalankan program-programnya.  Selanjutnya, mulai 1959, ditandai dengan terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, lahirlah era Demokrasi Terpimpin. Keputusan dan kehidupan bernegara terpusat dan nyaris dikuasai oleh presiden. Mekanisme checks and balances tidak berjalan secara efektif. Sejak tahun 1966, model demokrasi yang bernuansa serupa, meski dengan nama yang berbeda, hadir di era Orde Baru. Demokrasi yang bernama luhur Pancasila, tetapi tidak utuh, bahkan menyimpang dalam penerapannya. Yang justru muncul adalah otoritarianisme yang tentulah bertentangan dengan prinsip dan nilai demokrasi itu sendiri.

Sesungguhnya kita memahami mengapa melalui Dekrit Presiden, Presiden Soekarno memilih untuk kembali ke UUD 1945, karena Konstituante yang mendapatkan mandat untuk menyusun konstitusi belum dapat menyelesaikan tugasnya, sementara keadaan politik amat tidak stabil sehingga pemerintah  tidak dapat bekerja dengan baik. Sementara itu, kita juga memahami mengapa Presiden Soeharto memilih demokrasi yang semi otoritarian karena ingin menghadirkan stabilitas politik agar pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik. Plus dan minus dari 2 corak demokrasi itulah, yang juga tidak dapat dilepaskan dari konteks tantangan dan permasalahan kehidupan bernegara pada kurun waktu yang bersangkutan, mendorong kita untuk menemukan dan memilih model demokrasi yang paling tepat untuk kita jalankan.

Saudara-saudara,
Setelah reformasi, sejak tahun 1998, kita bekerja keras untuk menapaki lagi jalan panjang pemurnian demokrasi. Setelah 10 tahun reformasi, yang mengemuka adalah praktik sistem demokrasi multipartai presidensial. Yaitu pemerintahan presidensial yang berpijak pada sistem multipartai yang tidak sederhana. Sistem demikian, meskipun ini merupakan koreksi dari demokrasi yang kita anut pada masa Orde Baru, dalam dirinya juga menghadirkan tantangan yang tidak ringan. Karena, di tengah beraneka ragamnya kepentingan partai politik, jalannya pemerintahan harus tetap berlangsung secara efektif.

Perjalanan sejarah lebih dari enam dekade tersebut, tentunya menghadirkan kesadaran bahwa apapun pilihan demokrasi yang kita terapkan, mempunyai permasalahan dan tantangannya sendiri; ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun demikian, kita harus pastikan bahwa bentuk demokrasi yang kita pilih harus tetap sejalan dengan nilai-nilai demokrasi yang universal. Di sisi lain, penerapan demokrasi juga mesti tetap memperhatikan nilai-nilai lokal, serta sifat dasar bangsa kita yang majemuk. Hanya dengan pilihan konsisten demikianlah, bangsa ini akan makin kokoh dalam alur pematangan demokrasi  yang saat ini sedang dan terus kita jalankan.

Ke depan, pematangan demokrasi kita, harus berjalan seiring dengan prinsip-prinsip dasar konstitusionalisme. Demokrasi mesti makin egaliter, yaitu demokrasi yang makin meneguhkan pelaksanaan mekanisme saling kontrol dan saling imbang (checks and balances) dalam praktek kehidupan politik kita. Demokrasi yang berlandaskan pada penghormatan dan pelaksanaan penegakan hukum yang adil dan bermartabat (rule of law). Demokrasi yang makin menjamin dan melindungi kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Serta, demokrasi yang kehadirannya tetap menjamin terjaganya stabilitas dan ketertiban politik. Dengan demikian, insya Allah, demokrasi yang kita terapkan dan wujudkan, akan selalu sejalan dan satu nafas dengan tuntutan dan kemajuan peradaban bangsa kita.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Sepuluh tahun yang lalu, masih terbayang dalam ingatan kita, negara kita mengalami krisis yang dahsyat.  Mungkin sebagian besar yang ada dalam ruangan ini, masih mengingat pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tahun itu. Tahun 1999 adalah tahun yang sarat dengan persoalan dan tantangan. Banyak kalangan dalam dan luar negeri yang mencemaskan masa depan negara kita, termasuk kelangsungan hidup kita sebagai negara.

Paling tidak, pada saat itu, ada lima skenario yang bisa terjadi, ke arah mana masa depan Republik Indonesia akan bergulir. Yang pertama meramalkan bahwa Indonesia akan mengalami balkanisasi, terpecah-pecah menjadi banyak negara kecil-kecil, karena munculnya sentimen kedaerahan yang kuat di mana-mana. Skenario kedua, melihat Indonesia berubah menjadi negara Islam bergaris keras, karena munculnya sentimen keagamaan yang ingin meminggirkan ideologi Pancasila. Skenario ketiga meramalkan Indonesia akan berubah menjadi negara semi otoritarian yang arahnya tak jelas. Skenario keempat justru melihat Indonesia berjalan mundur, kembali memperkuat negara otoritarian. Dan hanya sedikit yang meramalkan bahwa Indonesia bisa menjalankan skenario kelima, yaitu menjadi negara demokrasi, terlebih lagi negara demokrasi yang stabil dan terkonsolidasikan.

Alhamdulillah, saudara-saudara, kita bisa melalui tahun-tahun yang berat itu dengan selamat. Di tahun 2009 ini, sepuluh tahun sejak reformasi bergulir, Indonesia masih tegak berdiri, bahkan semakin berkibar, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Sekarang ini, kita bisa bangga bahwa negara kita adalah negara demokrasi yang maju di Asia Tenggara, negara yang menjunjung tinggi asas kedaulatan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita mesti memberi hormat seraya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Megawati Soekarnoputri, pendahulu-pendahulu saya, atas kepemimpinan dan kerja keras beliau-beliau di masa-masa sulit itu, pada lima tahun pertama era reformasi.

Saya juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada segenap komponen bangsa, yang pada lima tahun ke dua era reformasi, ikut berkontribusi dan membantu saya dalam mengelola, mengawal dan terus menata arah reformasi kita.  Periode 5 tahun ini, sebagaimana yang kita ketahui dan rasakan bersama, negara kita juga menghadapi tantangan dan ujian, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.  Insya Allah, reformasi yang sedang dan terus kita jalankan ini akan benar-benar membawa manfaat dan kemaslahatan bagi bangsa dan negara.

Saudara-saudara,
Kita pun masih ingat semangat dan cita-cita reformasi yang bergelora pada saat itu. Kita ingin demokrasi tumbuh dan mekar di republik ini. Kita ingin menghadirkan konstitusionalisme dan checks and balances dalam kehidupan bernegara. Kita ingin mewujudkan negara yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, tanpa diskriminasi. Kita merindukan negara yang menjamin hak warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat, termasuk hadirnya kebebasan pers. Kita mendambakan pemilihan umum yang aman, damai, jujur dan adil. Kita mengharapkan hukum dan keadilan ditegakkan, serta korupsi, kolusi dan nepotisme terus diberantas. Kita bertekad untuk mewujudkan negara yang dikelola dengan tata pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut lagi, kita juga ingin mewujudkan pembangunan yang inklusif dengan desentralisasi dan otonomi daerah, sehingga rakyat Indonesia di daerah-daerah dapat merasakan manfaat pembangunan secara adil dan bermartabat. Bersamaan dengan itu, kitapun menuntut pembangunan ekonomi yang makin inklusif dan berkeadilan.

Dalam sepuluh tahun ini, sejumlah perubahan besar telah dan sedang kita jalankan. Kita telah melaksanakan reformasi konstitusi dengan melakukan empat kali perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu tujuannya adalah memperkuat parlemen kita. Reformasi juga melahirkan lembaga-lembaga negara yang baru, seperti Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi dan lain-lain, untuk antara lain memperkuat mekanisme checks and balances dalam sistem ketatanegaraan kita. Kita telah merevisi berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah agar sesuai dengan semangat dan cita-cita reformasi. Kita pun telah mereformasi sistem pemilu agar dapat memaksimalkan akuntabilitas wakil rakyat kepada rakyat yang diwakilinya. Di negeri ini, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pun telah dipilih secara langsung oleh rakyat.

Dunia juga telah mengakui bahwa kita telah mampu menjalankan demokratisasi berskala besar. Termasuk di dalamnya reformasi TNI, dengan penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan peran sosial-politiknya. Insya Allah, pada tahun ini, kita akan menyelesaikan pelimpahan bisnis TNI kepada negara, yang selama ini sering mengundang kontroversi. Dengan itu, TNI dapat benar-benar berkonsentrasi untuk menjalankan tugas pokoknya dan tampil secara profesional sehingga mampu mempertahankan setiap jengkal wilayah tanah air kita. Dalam mengatasi gangguan keamanan dalam negeri, kita pun memilih cara-cara yang lebih bermartabat, demokratis dan damai, dengan tentu saja tetap menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Kebijakan dan cara-cara penyelesaian konflik seperti ini adalah sesuatu yang tidak kita kenal di masa yang lalu. Di atas segalanya, dalam penyelenggaraan pemerintahan, kita telah menerapkan prinsip-prinsip good governance dan pemberantasan korupsi yang agresif, tanpa pandang bulu. Di republik ini, tidak ada seorang pun yang kebal hukum.

Saudara-saudara,
Dalam pelaksanaan semua agenda reformasi tersebut, tidaklah selalu mudah.  Reformasi kita penuh dengan pasang dan surut, sering menghadapi resistensi, serta ada pula yang menjalankannya secara berlebihan. Namun, semua itu adalah wajar dalam proses reformasi, dalam perubahan yang berskala besar. Kita tidak perlu cemas, dan tidak perlu pula frustrasi. Dalam menjalankan agenda-agenda reformasi, apa yang terasa baik dan tepat mari kita lanjutkan. Sebaliknya, apa yang terasa tidak sesuai dan justru menimbulkan hal-hal yang lebih buruk, mari kita koreksi dan kita perbaiki. Ingat, reformasi pada hakikatnya adalah perubahan dan kesinambungan, change and continuity.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Setelah melihat tonggak-tonggak sejarah bangsa enam puluh empat tahun yang lalu, ketika kita baru saja memproklamasikan kemerdekaan kita; lima puluh tahun yang lalu, ketika terjadi tonggak sejarah peralihan model demokrasi kita dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin; dan sepuluh tahun yang lalu, ketika kita baru saja mengawali reformasi berskala besar, kita patut memetik pelajaran yang amat berharga, agar kita tidak melangkah dari satu ujung pendulum ke ujung pendulum lainnya, dari satu ekstrim ke ekstrim yang lain.  Mari bersama-sama kita jaga agar langkah kita ke masa depan tetap dalam koridor yang tepat, sehingga masa depan yang gemilang dapat kita raih secara bersama pula.

Barangkali ada sejumlah pertanyaan kritis yang patut kita ajukan. Indonesia seperti apa yang kita harapkan dalam kurun waktu, sepuluh, lima belas tahun mendatang, atau dalam jangka menengah?

Kita juga bertanya, lantas di abad dua puluh satu ini, Indonesia seperti apa yang hendak kita tuju, katakanlah dalam bentangan waktu tiga puluh, lima puluh tahun ke depan, bahkan dalam bentangan waktu yang lebih panjang?

Saudara-saudara,
Dalam peringatan satu abad Kebangkitan Nasional tahun lalu, saya telah menyampaikan pidato, bahwa tiga puluh tahun, lima puluh tahun ke depan di abad dua puluh satu ini, kita yakin Indonesia akan menjadi negara yang maju, bermartabat dan sejahtera. Indonesia seperti itu akan bisa kita wujudkan manakala kita bisa memperkokoh tiga pilar kehidupan bernegara kita yaitu: Kemandirian, Daya Saing dan Peradaban yang unggul. Ya, tiga pilar itulah yang harus kita perkokoh bersama-sama.

Pilar pertama, kita harus menjaga dan memperkuat kemandirian kita, karena kemandirian adalah dasar dari kekuatan, ketahanan, dan kemampuan kita untuk terus maju sebagai bangsa. Kita tidak boleh memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara lain, bahkan kepada dunia.  Kita ingin, makin ke depan, dengan sumber daya dan kekuatan budaya yang kita miliki, kemandirian sebagai bangsa dapat terus kita tingkatkan. Kita harus bisa menjadi bangsa yang dapat menyediakan sendiri sebagian besar kebutuhan dasarnya. Bangsa yang tidak terjerat dalam hutang yang membebani. Bangsa yang tidak didikte, baik secara politik, ekonomi, maupun militer oleh negara manapun.

Pilar kedua, kita juga harus memiliki daya saing yang makin tinggi. Dalam era globalisasi yang sarat dengan persaingan dan tantangan ini,  bangsa yang menang dan unggul adalah bangsa yang produktif dan inovatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, cerdas mengambil peluang, serta berani menghadapi perubahan.

Dan, pilar ketiga,  kita harus mampu membangun dan memiliki peradaban bangsa yang unggul dan mulia. Itulah sebabnya, kita perlu terus mempertahankan nilai, jati diri dan karakter bangsa kita yang luhur dan terhormat. Kita perlu terus meningkatkan semangat dan etos kerja sebagai bangsa yang kuat dan gigih. Kita terus membangun peradaban yang menghadirkan persaudaraan dan kerukunan bangsa, serta memelihara kelestarian alam. Dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, kita dituntut untuk selalu mengedepankan cara-cara yang damai, beradab dan demokratis, bukan dengan cara-cara kekerasan dan mengabaikan pranata sosial dan pranata hukum. 

Dengan tiga pilar kehidupan bernegara ini          ---kemandirian, daya saing dan peradaban bangsa yang unggul dan mulia--- saya yakin Indonesia akan mampu menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, betapapun beratnya, apapun bentuknya, dan dari manapun datangnya. Dan manakala kita bisa memperkokoh ketiga pilar tersebut, kita  akan menjadi negara yang maju dan sukses di abad ini dan abad-abad selanjutnya. Syaratnya, saudara-saudara, tentu saja, kita harus membangun negara kita dengan persatuan, pikiran cerdas, dan kerja keras tanpa kenal lelah dari segenap komponen bangsa.

Untuk melaksanakan semua itu, bangsa kita memerlukan pikiran-pikiran besar, serta karya-karya bangsa yang besar pula. Pikiran besar yang saya maksud antara lain, sudah saatnya kita memilih dan kemudian menjalankan paradigma dan grand strategy pembangunan ekonomi kita yang lebih tepat. Kita harus memetik pelajaran dari krisis perekonomian besar yang terjadi sekarang ini, dan menelurkan pikiran-pikiran besar tentang arah dan strategi pembangunan ekonomi kita.

Saudara-saudara,
Paradigma dan Strategi Besar Pembangunan Ekonomi yang saya maksudkan adalah:
Pertama-tama, pembangunan ekonomi Indonesia ke depan nanti mesti lebih memadukan pendekatan sumber daya (resources), pengetahuan (knowledge), dan budaya (culture) yang kita miliki. Ekonomi Indonesia, ekonomi 230 juta manusia yang akan terus bertambah, ekonomi tanah air seluas 8 juta km persegi, juga harus memiliki kesinambungan. Pertumbuhan ekonomi yang kita pilih dan anut adalah pertumbuhan disertai pemerataan, growth with equity, agar benar-benar membawa rasa adil. Ke depan kita harus memperkuat ekonomi dalam negeri, pasar dalam negeri, dan tidak boleh hanya menggantungkan kekuatan ekspor sebagai sumber pertumbuhan kita. Oleh karena itu strategi yang hanya bersifat export oriented tentu bukanlah pilihan kita. Di sisi lain, ekonomi nasional mestilah berdimensi kewilayahan, dengan pertumbuhan ekonomi yang tersebar di seluruh tanah air. Daerah-daerah harus menjadi kekuatan ekonomi lokal. Sumber-sumber investasi dan pendanaan dalam negeri juga mesti kita perkuat. Kemandirian dan ketahanan pada bidang-bidang atau sektor ekonomi tertentu harus terus kita perkuat, terutama pangan dan energi. Ekonomi nasional mesti dikembangkan berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan sekaligus keunggulan kompetitif (competitive advantage). Dan, terakhir, diperlukan ekonomi nasional yang dilandasi oleh mekanisme pasar untuk efisiensi, tetapi juga memberikan ruang bagi peran pemerintah yang tepat untuk menjamin keadilan.

Saudara-saudara, paradigma dan grand strategy pembangunan ekonomi seperti itulah yang mesti kita anut dan perkokoh. Intinya, kita tidak boleh terjerat, menyerah dan tersandera oleh kapitalisme global yang fundamental, yang sering membawa ketidakadilan bagi kita semua. 

Disisi lain, bangsa yang unggul adalah bangsa yang dapat mengatasi keadaan dan memberi kontribusi pada permasalahan umat manusia. Kuncinya adalah inovasi, termasuk dan terutama inovasi teknologi yang harus kita lakukan secara fundamental dan secara terus menerus. Hanya bangsa yang inovatif, adaptif dan produktiflah yang akan mampu menjaga kelangsungan hidupnya, dan berjaya di muka bumi ini. Di sini menonjol peran penelitian, pengembangan dan aplikasi teknologi serta budaya unggul dan juga kewirausahaan.

Sementara itu, dalam menatap masa depan, adalah suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia untuk terus membangun budaya unggul (culture of excellence) dan peradaban yang mulia. Dari kedua hal inilah kita mengembangkan karakter, semangat, dan keuletan bangsa kita. Di situ pulalah jati diri bangsa kita ditempa. Dalam kaitan ini peran pendidikan, dalam arti yang luas, amat penting. Oleh karena itu reformasi bidang pendidikan yang tengah kita jalankan ini harus terus disukseskan.

Saudara-saudara,
Uraian di atas tadi adalah proyeksi kita pada jangka  tiga puluh- lima puluh tahun mendatang, setelah kita melakukan kilas balik lima puluh tahun ke belakang. Sementara itu, jika saya mengajak melihat bentangan waktu yang lebih pendek, sepuluh tahun mendatang, maka misi sejarah kita tiada lain adalah melaksanakan reformasi gelombang kedua. Agenda utama reformasi gelombang kedua ini adalah menuntaskan agenda-agenda reformasi yang telah saya jabarkan sebelumnya, dan kemudian meningkatkannya. Sekali lagi, semuanya tetap dalam kerangka perubahan dan kesinambungan.

Reformasi gelombang kedua ini, kalau saya boleh mengatakan, hakikatnya adalah untuk membebaskan Indonesia dari dampak dan ekor krisis yang terjadi 10 tahun yang lalu, dan kemudian pada tahun 2025 negara kita berada dalam fase untuk benar-benar bergerak menuju negara maju.  Inilah visi kita untuk tahun 2025, Visi Indonesia 2025. Rasanya kita bisa sepakat, Insya Allah di tahun 2025 mendatang,  kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan berada dalam kondisi yang jauh lebih baik.  Sasaran utama yang kita tuju di tahun 2025 adalah:

Pertama, Persatuan dan Harmoni Sosial yang semakin kokoh. Kita bertekad untuk membangun bangsa Indonesia yang bersatu, adil dan makmur dalam suatu tatanan kehidupan sosial-kemasyarakatan yang harmonis. Bhinneka Tunggal Ika. Jangan lagi kita mengulangi sejarah kelam seperti konflik yang terjadi di Poso, Ambon, Sampit dan Aceh;

Kedua, Stabilitas Nasional kita mesti semakin mantap. Dalam beberapa tahun terakhir ini, situasi keamanan di negeri kita, alhamdulillah telah semakin baik. Lima tahun terakhir ini ekonomi kita terus tumbuh, kemiskinan berkurang, dan pengangguran pun menurun. Sayang sekali stabilitas keamanan yang semakin baik ini terganggu dengan adanya aksi terorisme yang terjadi sebulan yang lalu.

Aksi terorisme dengan melakukan pemboman di tempat-tempat umum adalah tindakan yang sungguh tidak berperikemanusiaan. Korbannya adalah orang-orang yang tidak berdosa, baik warga negara sahabat maupun warga negara Indonesia sendiri. Kaum teroris ingin kita tercekam dalam ketakutan dan kemudian menghentikan kegiatan sehari-hari. Kita bersyukur, bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang kuat, yang mampu menghadapi segala tantangan, termasuk terorisme. Hari ini kita bisa melihat nilai rupiah dan indeks harga saham kita justru semakin menguat. Berbagai kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat lainnya terus berjalan semakin semarak.

Dalam aksi terorisme kali ini, ada suatu gejala yang baru yaitu aksi terorisme ditujukan langsung untuk melawan negaranya sendiri, termasuk rencana asasinasi kepada kepala negaranya.  Dalam sidang yang terhormat ini, saya ingin menegaskan bahwa negara tidak boleh dan tidak akan kalah melawan terorisme. Pemerintahan yang saya pimpin akan terus berjalan sebagaimana mestinya, melindungi rakyat, melayani rakyat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang baik ini, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada segenap jajaran Kepolisian Republik Indonesia yang tidak kenal lelah dan menyerah  dalam memberantas terorisme di tanah air. Saya minta, aparat kepolisian dan jajaran aparat keamanan lainnya untuk tidak pernah lengah. Terus tingkatkan kewaspadaan, serta cegah dan berantas aksi teror hingga ke akar-akarnya, di manapun mereka berada, siapapun mereka, dan apapun motivasinya.

Kepada seluruh rakyat Indonesia, marilah kita bersama bersatu melawan aksi-aksi terorisme. Marilah kita lindungi warga dan anak-anak muda kita dari pikiran-pikiran sesat dan ekstrim, yang bisa mengarahkan mereka kepada tindakan terorisme. Bantulah aparat keamanan dengan memberikan informasi tentang pelaku terorisme yang bersembunyi di tengah-tengah masyarakat kita.

Kita mengetahui bahwa aksi-aksi terorisme memiliki beberapa akar penyebab yang utama, seperti kemiskinan dan keterbelakangan, ketidakadilan di berbagai wilayah dunia, dan akar-akar radikalitas itu sendiri.  Terhadap itu semua, pembangunan yang kita lakukan justru bertujuan untuk mengatasi kemiskinan, keterbelakangan dan juga ketidakadilan. Oleh karena itu, strategi yang kita tempuh tetap memiliki dua sasaran; pertama, mengatasi akar-akar penyebab; dan kedua, langkah-langkah intensif untuk mencegah dan memberantas aksi-aksi terorisme kapanpun dan di manapun.

Adapun sasaran ketiga, saudara-saudara, Demokrasi dan Keterbukaan harus terus kita mantapkan. Kita harus terus memajukan dan mematangkan demokrasi dan keterbukaan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa. Kita akan terus menyempurnakan mekanisme checks and balances di lingkungan penyelenggara negara. Kita juga terus meningkatkan kualitas pembinaan partai politik sebagai sarana  agregasi dan artikulasi kepentingan publik, dan sebagai pembelajaran politik masyarakat. Peran dan fungsi pers nasional sebagai pilar keempat demokrasi mesti terus dimantapkan. Kita patut bangga, bahwa sekarang ini Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Keempat, Hukum dan Ketertiban (law and order) harus tetap kita jaga. Kita akan terus melaksanakan penegakan hukum secara konsisten dan berkeadilan. Ke depan, posisi hukum sebagai panglima harus semakin kokoh dan semakin mantap. Kemandirian kekuasaan kehakiman yang lebih ditegaskan dalam perubahan UUD 1945, telah menghadirkan lembaga peradilan yang semakin bebas dalam mengambil keputusan-keputusannya. Bahkan, Mahkamah Konstitusi melalui beberapa putusannya yang monumental telah mengukuhkan supremasi konstitusi dan hukum di Indonesia.

Kelima, Pertumbuhan Ekonomi mesti terus kita jaga dan tingkatkan. Kita harus terus memelihara pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi harus ditopang oleh kemampuan kita dalam menyelenggarakan aktifitas ekonomi yang makin produktif dan makin mandiri. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus memanfaatkan semua peluang yang tersedia di era globalisasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pada gilirannya akan makin memperkuat ketahanan ekonomi kita. Dalam situasi krisis keuangan global dewasa ini, ketika negara-negara lain mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, Alhamdulillah, ekonomi kita tetap dapat tumbuh positif di atas 4% per tahun, salah satu pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. 

Keenam, Kesejahteraan Rakyat mesti terus kita tingkatkan. Pembangunan ekonomi yang produktif, hasil-hasilnya harus kita alirkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memajukan taraf hidup masyarakat kita. Sasaran yang kita tuju adalah makin berkurangnya angka kemiskinan, menurunnya pengangguran, dan makin berkualitasnya layanan fungsi-fungsi kesejahteraan, utamanya pendidikan dan kesehatan. Kita bersyukur bahwa angka kemiskinan berkurang dari 16,7 % pada tahun 2004 menjadi 14,1 % pada Maret 2009, dan tingkat pengangguran berkurang dari 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,1% pada Februari 2009.

Ketujuh, Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dan Pemberantasan Korupsi mesti terus ditingkatkan. Kita bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang melindungi rakyat, melayani dan meningkatkan taraf hidup rakyat secara efektif. Kita pun bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Sekarangpun indeks persepsi korupsi Indonesia menurut Transparansi Internasional, terus membaik.  Pada tahun 2004 Indonesia berada pada nomor 10 dari bawah, dan pada tahun 2008 menjadi nomor 55 dari bawah. Di masa depan nanti, pakta integritas akan menjadi best practices di semua lini pembangunan. Pemerintahan Indonesia masa depan, Insya Allah, akan makin bersih dari semua wujud tindak pidana KKN.

Kedelapan, Perlindungan Lingkungan Hidup mutlak dilakukan. Kita sudah merasakan sendiri akibat dari kerusakan alam yang mengakibatkan berbagai bencana seperti longsor, banjir, kebakaran hutan dan sebagainya. Kita harus terus melakukan pembangunan di segala bidang dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan,  pembangunan yang ramah terhadap lingkungannya. Kita bertekad mewujudkan pembangunan yang maju, berkeadilan dan berketahanan namun juga berwawasan lingkungan. 

Kesembilan,  Pembangunan Daerah di seluruh wilayah tanah air harus berjalan makin intensif. Kita terus melaksanakan pembangunan nasional secara merata di seluruh wilayah tanah air. Tak boleh ada satu pun daerah yang tertinggal terlalu jauh dibandingkan daerah lainnya. Dalam lima tahun terakhir ini jumlah daerah tertinggal telah berkurang dari 199 kabupaten di tahun 2004 menjadi 159 kabupaten pada tahun 2008. Dan pada tahun 2009 ini ada 10 Kabupaten lagi yang diharapkan bisa keluar dari kategori Kabupaten daerah tertinggal. 

Dan kesepuluh, Kemitraan dan Kerjasama Global terus kita kembangkan. Hubungan dan kerjasama antar bangsa harus berada dalam konteks yang saling menguntungkan dan berkeadilan. Prinsip ini harus kita pegang teguh, baik dalam lingkup hubungan dan kerjasama regional maupun global. Kerjasama dan kemitraan antar bangsa juga harus tetap mengedepankan kepentingan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah terpilih masuk dalam organisasi-organisasi dunia seperti: Dewan Keamanan PBB, Dewan Hak-Hak Asasi Manusia PBB, Komisi Pembangunan Perdamaian PBB (UN Peace Building Commission), Komisi Ekonomi dan Sosial (ECOSOC). Kita juga telah kembali mengaktifkan kerjasama Asia Afrika dalam bentuk New Asia-Africa Strategic Partnership yang di bentuk pada tahun 2005 di Jakarta. Indonesia juga berperan aktif dengan menjadi tuan rumah World Islamic Economic Forum yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan Maret yang lalu.  Baru-baru ini Indonesia juga menjadi tuan rumah dari World Ocean Conference,  prakarsa yang digagas oleh Indonesia, dan mendapat dukungan yang luas dari masyarakat global.

Saudara-saudara,
Itulah tugas sejarah kita ke depan. Itulah  tantangan dan tugas besar kita bersama. Saya menyebutnya tugas sejarah dan tugas besar. Mengapa? Karena kita harus bersama-sama membangun tanah air kita guna mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi kita.

Hadirin yang saya muliakan,
Pada kesempatan yang baik ini pula, ada isu penting  yang ingin saya sampaikan dalam sidang Dewan yang terhormat ini, yakni peran, tanggungjawab dan kontribusi Indonesia di dunia internasional.

Sebagaimana kita ketahui, merupakan amanah dari UUD 1945, bahwa Indonesia harus turut aktif dalam melaksanakan ketertiban dan perdamaian dunia. Indonesia akan terus berkontribusi dalam menciptakan tatanan dunia yang aman, adil dan sejahtera.  Kita terus menjalankan diplomasi bebas aktif secara total dan konsekuen.  Kita terus membangun hubungan luar negeri atas dasar kemandirian, kesetaraan dan saling menguntungkan. Dan kita harus berikhtiar agar tidak terlindas oleh roda-roda globalisasi, namun justru dapat meraih keuntungan dan manfaat darinya.

Penting disadari bahwa Indonesia kini menghadapi lingkungan strategis baru yang unik. Untuk pertama kalinya, tidak ada negara yang kita anggap sebagai musuh, dan sebaliknya, tidak ada negara yang memusuhi Indonesia. Ini suatu hal yang sangat langka dalam sejarah Republik. Lingkungan strategis ini memberikan peluang yang sangat besar bagi diplomasi bebas aktif Indonesia untuk semakin berkibar. Di abad ke-21 ini, kita memang harus semakin jeli memandang dunia internasional bukan sebagai momok atau ancaman, namun sebagai peluang, sebagai aset dan sebagai bagian dari kekuatan dan keunggulan bangsa. Ingatlah: negara-negara yang paling berhasil melakukan transformasi dalam dua atau tiga dasawarsa terakhir, adalah negara-negara yang paling jeli mengambil keuntungan dari dunia internasional.

Sekarang, Indonesia dapat dengan leluasa menempuh “all directions foreign policy”, dimana kita dapat menjalin hubungan persahabatan dengan pihak manapun untuk kepentingan nasional kita---apakah Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Kita dapat bebas berkiprah menjalankan diplomasi “sejuta kawan, dan tak ada musuh” (a million friends, zero enemy), karena logikanya, semakin banyak kita berkawan dan bersahabat, semakin aman dan sejahtera bangsa Indonesia.  Semua ini tentunya dilakukan atas dasar kemandirian, kedaulatan, kesetaraan, dan prinsip saling menguntungkan.

Yang jelas, saudara-saudara Indonesia kini menempati posisi yang berbeda dalam percaturan internasional. Kita sudah menanggalkan citra keterpurukan, citra instabilitas, dan citra konflik.  Dunia kini memandang Indonesia sebagai tauladan, baik sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, sebagai jembatan antara Islam dan Barat, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sebagai negara yang sukses melakukan transformasi,  maupun sebagai negara yang menjunjung kebebasan, pluralisme dan toleransi. Tidaklah mengherankan kalau semakin banyak negara-negara di dunia yang ingin bersahabat dan bekerja sama dengan Indonesia, sebagaimana kita juga ingin bersahabat dengan mereka.

Indonesia akan selalu berpartisipasi dalam upaya untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih aman dan lebih damai. Karena itulah, Indonesia aktif mempelopori dan mendorong realisasi terbentuknya Komunitas ASEAN. Indonesia juga akan konsisten dalam mengimplementasikan Piagam ASEAN, yang akan mentransformasikan ASEAN dan memperkokoh stabilitas di Asia Tenggara. Indonesia juga dengan giat membangun Kemitraan Strategis dengan berbagai negara sahabat: antara lain dengan Australia, Afrika Selatan, Brasil, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, Pakistan dan Rusia.

Saudara-saudara,
Sebagaimana diamanahkan pula oleh UUD 1945, kita akan senantiasa aktif dalam upaya untuk menjaga perdamaian dunia yang masih terus dirundung konflik yang berkepanjangan.  Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi bagi putra-putri terbaik bangsa yang saat ini bertugas menjaga perdamaian di berbagai medan konflik internasional yaitu: di Lebanon, Kongo, Sudan, dan Liberia ---yang semuanya berada di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.  Kita juga bangga, karena untuk pertama kalinya, Kapal Republik Indonesia, KRI Diponegoro dari jajaran Angkatan Laut Republik Indonesia, sekarang ini bertugas menjaga perdamaian di perairan Lebanon.

Dengan berakhirnya konflik dan operasi militer di berbagai wilayah tanah air, maka penugasan untuk menjaga perdamaian internasional adalah juga medan latihan bagi para prajurit TNI untuk meningkatkan profesionalitas mereka sesuai standar militer internasional.

Saudara-saudara,
Kita akan terus berkontribusi dalam penciptaan dunia yang lebih adil dan demokratis. Kita tetap konsisten mendorong reformasi PBB, termasuk Dewan Keamanan PBB, dan mereformasi lembaga keuangan dunia agar lebih mencerminkan realitas perubahan kekuatan ekonomi dunia. Kita terus membantu perjuangan bangsa Palestina untuk mewujudkan cita-citanya menjadi negara yang merdeka, berdaulat dan utuh.

Indonesia juga akan tetap berjuang menciptakan dunia yang lebih sejahtera.  Keanggotaan kita di ASEAN, G-20, APEC, ASEM, D-8, OKI akan selalu kita manfaatkan untuk memajukan kerjasama dan kesejahteraan internasional.  Melalui G-20, Indonesia terus berupaya bersama negara maju dan emerging economies lainnya untuk mencari solusi terhadap krisis keuangan global, serta menciptakan tatanan ekonomi dunia yang lebih adil.  Dalam forum OKI, Indonesia ikut mendorong reformasi OKI, dan ikut mengusung Piagam Mekah yang merupakan dokumen politik yang bersejarah bagi umat Islam, khususnya dalam rangka mempromosikan Islam moderat dan nilai-nilai demokrasi.

Indonesia juga terus aktif menangani isu-isu global, termasuk perubahan iklim.  Tahun 2007, kita telah menorehkan tinta emas dengan keberhasilan kita menyelenggarakan UN Conference on Climate Change, yang berhasil menelorkan Bali Road Map.  Terlepas dari berbagai upaya yang terus dilakukan, memang masih belum ada jaminan bahwa dalam pertemuan COP-15 di Copenhagen bulan Desember mendatang, negara-negara maju dan berkembang akan berhasil mencapai suatu konsensus baru untuk rezim perubahan iklim paska-2012. Dalam proses ini, Indonesia terus berupaya berperan menjembatani dan membangun konsensus baru.  Kita juga dengan penuh tanggung jawab terus menjaga kelestarian hutan hujan tropis yang merupakan aset dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.  Kita harus berhasil karena ini bukan saja untuk kepentingan bangsa Indonesia, namun juga demi kepentingan yang jauh lebih besar, yaitu kepentingan masa depan umat manusia dan bumi kita.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Pada hakikatnya setiap bangsa memiliki cita-cita dan visi strategisnya. Cita-cita ini  tidak datang dari langit, tetapi mesti kita raih dengan perjuangan dan kerja keras. Sebagaimana pepatah Bugis mengatakan, “resopa temmangingi namalomo naletei pammase dewata”, yang artinya hanya perjuangan dan kerja keras yang terus menerus yang akan mendapatkan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita ingin mewariskan Indonesia kepada anak cucu kita, Indonesia yang lebih maju, lebih bermartabat dan lebih sejahtera.

Terakhir, marilah kita mensyukuri karunia Tuhan kepada kita bangsa Indonesia bahwa dengan perjuangan dan kerja keras kita, kita telah berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Telah jauh kita berjalan sebagai suatu bangsa, dari sekedar bangsa jajahan menjadi anggota negara-negara G-20, yang ikut menentukan arah ekonomi dunia. Perjalanan kita memang masih panjang.  Namun kita yakin, dengan semangat satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, kita akan terus bersatu, bangkit dan maju, menuju masa depan yang gemilang.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya kepada kita semua dalam membangun bangsa dan negara kita menjadi bangsa yang besar, maju, demokratis, berkeadilan, dan bermartabat.

Dirgahayu Republik Indonesia!
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Jakarta, 14 Agustus 2009
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO