Presiden: Nilai Kebangsaan Indonesia Sudah Cum Laude

 
bagikan berita ke :

Kamis, 25 Oktober 2018
Di baca 888 kali

Negara Indonesia dengan segala keragamannya sudah 73 tahun merdeka. Sejak awal diproklamirkannya kemerdekaan itu, Presiden Joko Widodo menilai kebangsaan dan kebinekaan negara Indonesia, jika dinilai, itu sudah A.

Saat memberikan sambutan pada acara Peresmian Pembukaan Pertemuan Pimpinan Gereja Dan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Agama Kristen Seluruh Indonesia, Presiden bercerita bahwa negara-negara lain terkagum-kagum melihat keragaman yang dimiliki Indonesia.

"Sebetulnya sudah selesai, masalah kebinekaan sudah rampung, selesai, enggak pernah ada yang mempermasalahkan karena sudah kesepakatan para founding fathers, para pendiri bangsa ini, sudah rampung dan nilainya, yang menilai kan dari luar, nilainya kita ini A loh. Itu kalau di perguruan tinggi, cum laude," kata Presiden di Istana Negara, Rabu, 24 Oktober 2018.

Presiden menyayangkan jika kerukunan bangsa dengan segala keragamannya itu dirusak hanya karena pesta demokrasi rutin seperti pemilihan bupati, pemilihan wali kota, pemilihan gubernur, hingga pemilihan presiden. Ia khawatir jika cara-cara politik yang tidak beradab, yang tidak beretika, dan yang tidak bertata krama Indonesia dipakai hanya untuk merebut satu kursi.

"Cara-cara politik adu domba, memfitnah, memecah belah hanya untuk merebut sebuah kursi, sebuah kekuasaan, dihalalkan. Nah, dimulai dari sini. Sehingga muncul, kalau saya sampaikan, ya sedikit masalah yang sebetulnya sudah berpuluh tahun tidak ada masalah," lanjut Presiden, seperti dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Pers, Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.

Oleh karena itu, Kepala Negara menuturkan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah persatuan. Dalam kontestasi politik pun, masyarakat diharapkan bisa melihat calon pemimpinnya dari segala aspek, terutama program, rekam jejak, dan prestasinya.

"Sehingga setiap kontestasi politik itu mestinya ya adu program, adu ide, adu gagasan, adu prestasi, adu rekam jejak. Bukan adu fitnah, bukan adu saling mencela, bukan adu hoaks. Bukan itu. Itu akan memundurkan kita ke belakang, tidak mematangkan dalam kita berdemokrasi, tidak mendewasakan kita dalam berdemokrasi," tegas Presiden.

Presiden memberikan contoh betapa persatuan bisa menjadikan bangsa Indonesia lebih kuat. Misalnya, di Asian Games dan Asian Para Games, di mana Indonesia bisa berprestasi dengan bertengger di posisi ke-4 dan ke-5 dengan perolehan medali yang jauh melampaui target.

"Kalau kita ini bersatu, kelihatan Indonesianya kemarin waktu Asian Games. Kita kan gak pernah bertanya yang dapat emas agamanya apa, dari suku apa? Enggak. Hanya satu, berkumandangnya Indonesia Raya, dikereknya bendera Merah Putih. Itu saja sudah," tambah Presiden.

Meski menorehkan prestasi yang bagus, Presiden mengaku heran mengapa hal tersebut tidak ramai diperbincangkan. Lain halnya, jika pemerintah melakukan sedikit kesalahan.

"Kalau yang bagus-bagus itu pada diam gitu. Kalau keliru sedikit, demonya tiga bulan di depan Istana. Mbok dukung demo, sekali-kali dukung demo dukung Asian Games, dukung Asian Para Games. Yang diramaikan di Asian Games saya naik sepeda motor, ramainya. Iya kan? Ya diramaikan yang ini," sambung Kepala Negara.

Menurut Presiden, seharusnya masyarakat bertanya-tanya bagaimana Indonesia bisa meningkatkan prestasi dari ranking 17 menjadi 4 di ajang Asian Games. Ia juga menyayangkan, masyarakat justru lebih fokus mengaitkan hal itu dengan politik ketimbang membanggakan 31 emas di Asian Games dan 35 di Asian Para Games.

"Kok bisa ranking 4 itu gimana caranya? Biasanya kan ranking 17. Itu ditanya, saya bisa terangin. Enggak pernah ada yang tanya (mengapa prestasi bagus), ya saya enggak terangin," tandas Presiden.

Oleh sebab itu, di penghujung sambutannya, Presiden kembali mengajak semua pihak, terutama para tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk memelihara bersama-sama tiga aset terbesar bangsa Indonesia, yaitu persatuan, kerukunan, dan persaudaraan.

"Inilah fungsi tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, untuk terus memberitahukan kepada umatnya, kepada jemaahnya agar sadar betul negara ini negara besar dengan keberagamaan, perbedaan-perbedaan yang juga sangat besar. Oleh sebab itu, marilah kita jaga, kita rawat, kita pelihara bersama-sama yang namanya persatuan, kerukunan, persaudaraan di negara kita," pungkas Presiden.

Turut mendampingi Presiden dalam acara ini, yaitu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Meteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir. (Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           0           0           0           0