Sambutan dan Tanggapan Presiden RI pada Presidential Lecture oleh Y.M. Kofi Annan, 4 Maret 2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 04 Maret 2010
Di baca 866 kali

SAMBUTAN PEMBUKAAN DAN TANGGAPAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PRESIDENTIAL LECTURE

OLEH Y.M. KOFI ANNAN

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 4 MARET 2010

 

 

Mr. Annan, allow me to speak in Bahasa Indonesia.

 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Saudara Wakil Presiden,

 

Yang Mulia Bapak Kofi Annan,

 

Para Menteri, para Anggota Dewan Pertimbangan Presiden,

 

Para Pimpinan organisasi pemerintahan,

 

Para Pimpinan organisasi non pemerintahan,

 

Para Wartawan senior,

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Alhamdulillah, hari ini kita kembali menyelenggarakan acara Presidential Lecture. Atas nama Pemerintah Republik Indonesia, saya mengucapkan selamat datang kepada Yang Mulia Bapak Kofi Annan. Selamat datang kembali ke Indonesia. Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas kesediaan Bapak Annan untuk memberikan lecture pada forum yang penting ini. Forum seperti ini, Presidential Lecture, telah dihadiri oleh beberapa tokoh dunia antara lain Bill Gates, Prince Charles, Muhamad Yunus dari Bangladesh, Kishore Mahbubani, dan sejumlah tokoh yang, alhamdulillah, memberikan ceramah di forum ini. Saya senang karena Bapak Annan bisa berkunjung kembali ke Indonesia. Saya teringat sewaktu beliau menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, hadir memenuhi undangan saya, kurang lebih 10 hari setelah terjadi bencana tsunami dan kita menyelenggarakan Tsunami Summit di Jakarta. Beliau datang dari  New York untuk ikut membantu Indonesia di dalam mengatasi bencana waktu itu. Beliau kembali hadir pada saat kita menjadi tuan rumah bagi Konferensi Asia Afrika II, yang kita selenggarakan di Jakarta dan Bandung pada bulan Mei tahun 2005.

 

Saudara-saudara,

 

Hubungan saya dengan Bapak Kofi Annan sudah berlangsung sejak lama tahun 1995,1996. Kami sama-sama bertugas di Bosnia. Beliau adalah mantan bos saya sebagai Head of the Mission atau lengkapnya di Special Representative of the Secretariat General of the United Nations dan saya sebagai komandan pengamat militer PBB waktu itu. Kemudian kami bertemu kembali dengan beliau, ketika Indonesia harus menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB berkaitan dengan permasalahan Timor Timur pada tahun 1999 dan tahun 2000. Dan tentu saja setelah saya menjadi Presiden beberapa kali bertemu beliau, memecahkan masalah-masalah global, terutama yang juga menyangkut kepentingan Indonesia.

Saudara-saudara,

 

Beliau menjabat sebagai Sekjen PBB selama sepuluh tahun, tahun 1997 sampai 2006. Kita ingat sewaktu memimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa, beliau menekankan dua agenda yaitu Revitalisasi PBB dan juga ingin membuat sistem internasional itu berjalan lebih efektif. Kita juga mencatat Bapak Annan, beliau memberikan perhatian yang sungguh-sungguh pada Hak Azasi Manusia, Rule of Law, Millenium Development Goals, Climate Change, menangani communicable diseases, resolusi konflik di banyak tempat di dunia, termasuk atensi beliau yang luar biasa dalam misi-misi perdamaian dunia, peacekeeping missions. Oleh karena itu, tepatlah kalau beliau mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian dan tentu sesuatu yang sangat prestisius dan tepat di sandang oleh beliau.

 

Bapak Kofi Annan ke Indonesia sekarang ini berada dalam proses transformasi dan bukan hanya reformasi. Setelah kami mengalami krisis yang luar biasa, sepuluh, sebelas tahun yang lalu. Agenda nasional kami sekarang ini adalah melanjutkan pembangunan, development, utamanya pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan derajat hidup seluruh rakyat Indonesia.

 

Agenda yang kedua, kita ingin demokrasi yang ada di negeri ini makin matang dan tentunya membawa manfaat bagi seluruh rakyat. Tadi saya mengatakan pada Bapak Kofi Annan bahwa freedom dan rule of law, dua-duanya sangat dipentingkan. Di masa lalu, Indonesia mengalami defisit freedom, barangkali terlalu banyak kontrol dan peraturan. Sekarang kami mengalami surplus freedom yang diperlukan adalah sambil menjaga kebebasan itu, membikin rule of law dan kepatuhan pada pranata sosial makin berakar. Dengan demikian akan terjadi harmoni yang bagus dalam kehidupan demokrasi di waktu mendatang.

 

Sedangkan agenda ketiga justice. Kami punya tekad Bapak Annan, bahwa pembangunan itu harus untuk semuanya, development for all, yang tentu sangat didambakan oleh rakyat Indonesia. Indonesia sekarang ini dan ke depan akan terus menjaga dan meningkatkan peran internasionalnya, antara lain kami aktif di dalam kerja sama kawasan, ASEAN, ASEAN Plus, maupun APEC. Kami juga terus berkontribusi dalam pemeliharaan keamanan dan perdamaian dunia, kami juga menjadi bagian dari global economic cooperations termasuk keberadaan kami di G-20. Indonesia aktif untuk betul-betul menjembatani perbedaan antar peradaban, untuk membangun harmony among civilization. Kami juga sangat gigih untuk bersama-sama negara-negara lain untuk menangani perubahan iklim dan pemanasan global, dan juga sebagai korban dari aksi-aksi terorisme, Indonesia kerja sama dengan dunia untuk menggalang kebersamaan memerangi ancaman terorisme.

 

Hadirin yang saya muliakan,

 

Topik ceramah yang akan dibawakan oleh Bapak Kofi Annan adalah The Challanges for Leaders in a Multipolar World. Saya percaya dengan ketokohan beliau, dengan wawasan dan pengalaman beliau, beliau akan bisa mengedepankan isu atau topik yang sangat penting ini. Dan saya berharap kita bisa berinteraksi dengan beliau nanti, dengan demikian bisa menambah understanding kita, wawasan kita, outlook kita, tentang berbagai isu yang ada di tingkat global. Dengan pengantar ini saya persilahkan kepada Bapak Kofi Annan untuk memberikan ceramah beliau, saya persilahkan. The floors is yours. Thank you.

 

(Selanjutnya paparan dari Y.M. Kofi Annan)

 

Tanggapan Bapak Presiden SBY:

Saya ingin menyampaikan tanggapan atas pidato ataupun ceramah Bapak Kofi Annan yang sangat baik tadi. Pertama, berkaitan dengan reformasi Dewan Keamanan PBB. Yang kedua, menyangkut kerja sama global di dalam mengatasi perubahan iklim mendatang. Menyangkut reformasi Dewan Keamanan PBB, Bapak Annan, saya hanya ingin bercerita sedikit, Indonesia pernah diajukan oleh sahabat saya Presiden Ramos Horta dari Timor Leste, patut untuk juga menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Bulan Desember yang lalu ketika saya berkunjung ke beberapa negara Eropa, saya bertemu dengan Presiden Sarkozy dari Perancis. Saya tidak pernah mengemukakan tentang keinginan Indonesia untuk dipertimbangkan sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Beliau mengatakan kepada saya, Indonesia tentu patut dipertimbangkan untuk menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. Beliau menyebut Indonesia memiliki penduduk Islam terbesar di dunia. Jumlah penduduk Islam di Indonesia lebih banyak dari semua jumlah penduduk di Timur Tengah, Islam di Timur Tengah, dan yang lain-lain.

 

Kalau saya boleh menambahkan, Indonesia sekarang adalah negara demokrasi ketiga terbesar, Indonesia negara berpenduduk nomor empat terbesar dunia. Indonesia negara terbesar di Asia Tenggara. Kami juga memiliki tiga akar peradaban Barat, Islam dan Timur, barangkali kalau suatu saat ada reformasi yang lebih merepresentasikan masyarakat dunia, tentu harapan kami Indonesia paling tidak juga menjadi negara yang patut dipertimbangkan untuk menjadi Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB. Tugas saya sebagai Presiden tentu ikut berjuang, suatu saat harapan itu bisa terwujud.

 

Yang kedua, menyangkut tidak mudahnya kita bersepakat untuk menyusun protokol baru mengganti Kyoto Protocol dalam menangani perubahan iklim dan pemanasan global. Jam terbang saya dalam diplomasi dan percaturan global tentu tidak sebanyak Bapak Kofi Annan. Namun, yang saya rasakan lima tahun memimpin Indonesia dan beberapa tahun sebagai Menteri yang sering juga ikut diplomasi di luar negeri, saya punya kesimpulan kecil. Katakanlah yang berkaitan dengan tidak mudahnya, sulitnya mencapai new consensus, new aggreement dalam penanganan climate change. Sebutlah di Kopenhagen, sebutlah pertemuan-pertemuan atau Summit yang diadakan di New York, di APEC, di ASEM dan di forum-forum yang lain. Ini menurut saya cukup fundamental, yang saya maksudkan adalah belum terbangun satu balance, keseimbangan antara kepentingan nasional, national interest dengan global atau world Interest.

 

Sebagai contoh banyak negara yang mengatakan tidak mungkin kami ikut mengeluarkan resources kami untuk meng-handel atau menangani climate change ketika kemiskinan di negeri kami, keterbelakangan, belum sejahteranya rakyat yang memang masih jauh dari the quality of life sebagaimana yang dinikmati oleh negara-negara maju, negara-negara kaya seperti ini. Mengapa kami harus mengorbankan rakyat kami untuk itu? Di sisi lain, negara-negara maju mestinya mereka take a lead, memimpin, contribute more dalam pendanaan, dalam treasure of technology dalam financing dan sebagainya. Itu tidak selalu muncul. Emerging economies yang punya growth sepuluh sampai dua belas persen yang GDP-nya tinggi sekali, menurut saya mesti ada kontribusinya untuk betul-betul membangun New Protocol yang baik untuk semua.

 

Indonesia mengambil sikap yang lebih maju diantara negara-negara berkembang, terus terang kami sudah mematok 26 persen cut before 2020 tanpa bantuan internasional, dan bisa kami naikkan menjadi 41 persen before 2020 with bantuan internasional. Dan sejumlah komitmen dan action plan yang kami susun tapi ini semua, ini belum serta merta negara-negara berkembang juga memiliki posisi yang sama. Kesimpulannya menurut saya, seharusnya semua maju satu langkah tetapi bagi yang memiliki kemampuan yang lebih harus bersedia memberi lebih banyak, berdasarkan prinsip common but differentiated responsibilities and respective capabilities. Menurut saya, jadi manakala kedaulatan atau national interest itu tidak bisa diganggu gugat, tidak akan pernah ada yang namanya new global consensus, tapi kalau mereka willing untuk menyerahkan sebagian itu untuk kepentingan global, tergantung kemampuan negara-negara itu maybe dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya tidak tahu apakah Mexico bisa atau after Mexico, ada protokol baru yang menurut saya workable dan betul-betul bisa menyelamatkan bumi kita. Ini perasaan saya ketika saya mendengarkan semua para world leaders di dalam pembahasan yang substantif menyangkut climate change. Itu komentar saya Bapak Kofi Annan. Saya persilakan kalau bisa memberikan tanggapan terhadap komentar saya ini. Terima kasih.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI