Sambutan Pengantar Presiden RI pada Rapat Kabinet Terbatas Bidang Protokol, 06 Mei 2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 06 Mei 2010
Di baca 869 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

RAPAT KABINET TERBATAS

BIDANG PROTOKOL

DI KANTOR KEPRESIDENAN, JAKARTA
TANGGAL 6 MEI 2010

 



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

Saudara Wakil Presiden yang saya hormati,

Para peserta Rapat Kabinet Terbatas diperluas yang saya cintai,

 

Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, kita mulai acara kita hari ini, Rapat Kabinet Terbatas diperluas untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Protokol. Coba dicek, yang betul bahasanya, RUU tentang Protokol atau RUU tentang Keprotokolan.

 

Saudara-saudara,

 

Ada pepatah, "bahasa menunjukkan bangsa". Dalam arti luas tentu bukan bahasa itu sendiri, tapi juga pengaturan-pengaturan yang bersifat protokoler, yang itu bisa menunjukkan kepada siapa pun, rakyat kita, masyarakat internasional, bahwa tata cara di dalam kita melakukan berbagai kegiatan itu baik. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan tentang aturan keprotokolan ini, baik itu dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kenegaraaan maupun pemerintahan, maupun dalam kegiatan diplomasi dan yang bersifat hubungan antar bangsa. Termasuk sejumlah kegiatan protokoler yang merujuk pada tata upacara militer. Terus terang kita bangga kalau kita menjadi tuan rumah dalam sebuah acara internasional yang dilaksanakan di Indonesia, acaranya berlangsung dengan baik. Kita juga bangga pada saat kita melaksanakan kegiatan kenegaraan seperti peristiwa Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan, yang telah menjadi tradisi sekarang, dan itu apabila berjalan dengan baik, maka rakyat kita tentu juga akan senang. Sebaliknya, kalau kita asal-asalan, aneh, tidak menghormati apa yang kita susun sendiri, ya, terus terang embarrasing. Kita dilihat dunia, lho, kok, acak-acakan begitu. Kok, kacau begitu. Kok, nggak lazim, dan seterusnya. Oleh karena itu, saya mengingatkan, ada tiga pilar atau tiga rujukan kalau kita ingin menghadirkan Undang-Undang tentang Keprotokolan yang baik.

 

Pertama adalah tentu merujuk kepada budaya bangsa, identitas atau jati diri kita, tradisi yang kita miliki, yang sifatnya khas, unik Indonesia. Yang kedua adalah tata cara atau protokol yang berlaku pada masyarakat internasional, yang di negara manapun juga begitu. Seolah-olah menjadi semacam konvensi atau tradisi dunia. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika kita melakukan pertemuan bilateral, di negara sahabat, dan sebagainya. Dengan demikian, karena kita juga sering menerima kunjungan tamu negara, kita juga sering berkunjung ke negara-negara lain, diharapkan ada sejumlah norma, nilai, dan tata cara yang memang dikenal dan dianut oleh masyarakat dunia.

 

Rujukan yang ketiga, mestilah kita menjaga apa yang telah berlaku di negeri kita ini sejak Presiden Soekarno sampai sekarang karena itu juga nyaris menjadi tradisi yang berlaku di negeri kita ini. Manakala harus ada perubahan dan penyesuaian karena memang kehidupan itu dinamis, perubahan itu diniscayakan, maka marilah kita pastikan perubahan itu harus punya alasan bukan sekedar mengubah-ubah. Setelah itu harus punya konsep, perubahan seperti apa. Dan kemudian ditata dengan baik sehingga output-nya lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan perubahan.

 

Tiga hal itulah yang mesti kita jadikan rujukan. Dengan demikian akan ada kepastian di dalam kegiatan keprotokolan, keprotokolan baik di dalam maupun di luar negeri, yang akhirnya betul-betul bahasa menunjukkan bangsa itu bisa kita tegakkan. Masyarakat dunia tetap hormat dan respect kepada bangsa Indonesia. Kita sendiri di dalam negeri bisa menyelenggarakan kegiatan keprotokolan yang baik. Rakyat kita bangga dan semua tahu bagaimana harus menjadi bagian dari kegiatan keprotokolan itu. Saya sendiri, Wapres, kita semua tunduk. Jangan protokol disuruh menyesuaikan dengan maunya orang seorang. Nanti kacau dan didebat televisi suka tidak bagus begitu, kalau semau-maunya sendiri. Ya, demokrasi itu, berkali-kali saya katakan, ruhnya dua: satu, kebebasan; dua, aturan. Harus bersama-sama itu.

 

Oleh karena itu, mari kita matangkan demokrasi kita, menghormati negara kita sendiri, aturan-aturan kita sendiri. Oleh karena itu, aturannya harus benar, tidak boleh mengada-ada, tidak boleh sesuai dengan selera, dan sebagainya.

 

Inilah pengantar saya. Ini betul sepertinya kecil, tapi ini juga bagian dari bagaimana kita menjaga citra diri, kehormatan, dan kebanggaan kita sebagai bangsa .

 

 Terima kasih atas kehadiran Saudara semua. Dan marilah kita bahas dengan baik sehingga nanti bersama-sama dengan DPR bisa dihasilkan Undang-Undang Keprotokolan yang tepat dan baik. Terima kasih.

 

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI