Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, 7 Oktober 2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 07 Oktober 2010
Di baca 863 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

SIDANG KABINET TERBATAS

DI KANTOR KEPRESIDENAN, JAKARTA
TANGGAL 7 OKTOBER 2010

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,     

Saudara Wakil Presiden yang saya hormati,

Para peserta Sidang Kabinet Terbatas yang saya cintai,

 

Alhamdulillah, hari ini kita kembali dapat menyelenggarakan Sidang Kabinet Bidang Polhukam yang diperluas dengan mengacarakan satu agenda, yaitu upaya peningkatan efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan daerah. Namun, sebelum kita memasuki agenda itu, sebagaimana lazimnya, saya akan menyampaikan beberapa hal sebagai pengantar.

 

Pertama, tentu agenda itu sendiri yang akan kita bahas dalam sidang kabinet kita hari ini. Yang kedua, berkaitan dengan isu yang sangat penting, yang disuarakan oleh beberapa kalangan masyarakat, yaitu perlunya kita melakukan penghematan anggaran negara yang tentu berlaku bagi semua lembaga-lembaga negara, termasuk pemerintah.

 

Kemudian hal yang ingin disampaikan, yang lain adalah seputar penundaan kunjungan saya ke Belanda, yang secara ringkas telah saya sampaikan dua hari yang lalu. Tetapi ada keperluan saya untuk menyampaikan sekali lagi, agak lebih utuh agar dimengerti oleh rakyat kita mengapa saya menunda atau membatalkan kunjungan kali ini ke Belanda.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin masuk pada hal pertama, yaitu perihal agenda sidang kabinet kita hari ini.

 

Saudara-saudara,

 

Saya menyampaikan tadi bahwa kita ingin meningkatkan efektivitas dan kinerja pemerintahan daerah. Yang mendasari upaya ini adalah hasil evaluasi yang kita lakukan terhadap kinerja pemerintahan daerah. Ingat evaluasi bukan hanya ditujukan kepada pemerintah daerah, tetapi juga jajaran pemerintah pusat, kita sendiri.

 

Yang kedua, ini merupakan tindak lanjut dari rapat kerja antara pemerintah dengan para gubernur beberapa saat yang lalu di Bogor. Yang kita maksudkan dengan peningkatan efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan daerah itu, pertama, tentu kinerja dalam menjalankan pemerintahan umum dan dalam melaksanakan pembangunan di daerah, termasuk di dalamnya adalah akuntabilitas dalam penggunaan anggaran di daerah, sejalan dengan desentralisasi fiskal sebagai konsekuensi dari otonomi daerah yang kita jalankan dewasa ini. Nanti, Saudara Mendagri akan mempresentasikan konsep kita untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan di daerah itu yang sekaligus dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

 

Saudara-saudara,

 

Hal kedua, adalah berkaitan dengan upaya penghematan anggaran negara. Saya mendengar kritik dan juga usulan dari beberapa kalangan masyarakat agar dilakukan penghematan anggaran negara, termasuk di dalamnya anggaran perjalanan dinas bagi pejabat negara. Saya menerima dengan positif kritik dan usulan itu dan mari kita semua sungguh melakukan efisiensi penggunaan anggaran kita, termasuk penggunaan anggaran untuk perjalanan dinas.

 

Sebagaimana yang saya sampaikan tadi, penghematan ini juga berlaku bagi satu, pemerintah pusat, termasuk Lembaga Kepresidenan. Kalau bicara Lembaga Kepresidenan, disitu sesungguhnya bicara Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Rumah Tangga Kepresidenan, Dewan Pertimbangan Presiden dan eselon-eselon yang berkaitan dengan Lembaga Kepresidenan.

 

Kemudian, di sini masuk anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten, dan kota, yang tiap tahun anggaran yang kita alirkan ke daerah makin besar. Tahun ini misalkan lebih dari Rp 300 triliun. Juga anggaran yang dikeluarkan lembaga pemerintah non kementerian banyak sekali, juga yang dikeluarkan oleh MPR, DPR dan DPD, juga anggaran yang digunakan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, KPK, dan Bank Indonesia, termasuk karena itu aset negara. Saya menyoroti juga anggaran yang dikeluarkan oleh Badan-Badan Usaha Milik Negara. Pendek kata, mari kita lihat utuh sejauhmana kita telah berhemat, telah melakukan efisiensi dalam penggunaan anggaran ini.

 

Saudara-saudara,

 

Perihal biaya perjalanan dinas. Saya sering menerima usulan perizinan untuk pejabat negara yang akan melaksanakan perjalanan dinas, utamanya ke luar negeri, bukan hanya para menteri, bukan hanya para gubernur. Ternyata menurut aturan, pejabat-pejabat negara yang lain pimpinan dan anggota DPR, DPD, MK dan sebagainya juga sampai di meja saya, karena dikaitkan dengan penggunaan anggaran dalam perjalanan dinas itu.

 

Saya telah memberikan catatan-catatan penting setiap saya merespon perizinan demi perizinan. Tulisan saya adalah dipastikan harus sungguh penting perjalanan dinas itu. Agendanya harus konkret dan jelas. Mengapa harus hadir, mengapa harus berkunjung ke luar negeri, dengan waktu yang relatif singkat karena saya bisa hitung harinya berapa ke negara itu, berapa perjalanan, berapa lama di tempat, dan sesuai dengan bidang tugasnya. Tidak boleh pejabat negara berkunjung ke luar negeri menggunakan anggaran negara, tidak ada kaitannya dengan portfolio-nya, dengan bidang tugasnya. Kepada para menteri dan gubernur, saya sering mencoret karena saya anggap tidak urgent, alias tidak saya izinkan.

 

Saya juga memberikan catatan kepada Mensesneg dan Seskab, kalau hanya seminar, konferensi kenapa harus diikuti, bisa diwakilkan. Sering terlalu lama. Ada yang berkunjung 1 negara 7 hari, untuk apa. Paling-paling di tempat 2 hari ditambah perjalanan, 3 hari selesai, 4 hari total. Kemudian kepada para pemimpin lembaga yang lain, saya tentu tidak bisa, tidak mengijinkan, pasti acc. Tetapi harapan saya sama dengan semangat yang dilakukan oleh pemerintah kepada semua pejabat negara pun, mari kita juga menggunakan kriteria-kriteria mengapa kita melakukan kunjungan itu, urgensinya, agendanya dengan penghematan yang perlu kita lakukan.

 

Saudara-saudara,

 

Itu yang mengait dengan perjalanan dinas. Seraya saya menyambut baik dan menghargai kritik atau pun usulan itu. Saya berharap agar apa yang disampaikan kepada masyarakat luas melalui media itu betul-betul memiliki akurasi yang tinggi. Saya membaca, mendengarkan di radio, di televisi berhari-hari, ada pemberitaan yang menurut saya jelas tidak benar. Ini saya sayangkan dalam semangat untuk efisiensi dan penghematan, tapi ada publikasi yang nyata-nyata tidak benar. Tiba-tiba ada pemberitaan di media massa, dikatakan bahwa biaya pakaian Presiden itu 1 tahun mencapai 893 juta. Satu rupiah pun tidak ada biaya untuk pakaian saya. Sejak saya menjadi Presiden tahun 2004, tidak ada biaya 1 lembar pakaian pun yang menggunakan uang negara. Jelas, faktanya ada.

 

Ada juga yang lebih mencengangkan, ditulis biaya furniture atau perabotan Presiden 42 miliar. Saya cek kepada Karumga. Ada apa nampaknya? Ternyata ada yang pemeliharaan perabotan seperti ini atau penggantian yang rusak, bukan untuk rumah saya, tetapi untuk kantor-kantor di lingkungan ini yang jumlahnya tahun kemarin 149 juta, bukan 42 miliar.

 

Oleh karena itu, saya meminta Karumga, Mensesneg, Seskab gunakan hak jawab. Tentu media akan memuat hak jawab itu, karena itulah komitmen kami dengan PWI, dengan Dewan Pers Nasional. Kalau tidak memuat berarti ikut menyebarkan kebohongan atau berita yang tidak benar. Gunakan hak jawab, ini negara demokrasi, tidak perlu kita langsung masalah hukum, tetapi gunakan hak itu. Saya menduga namanya Rumah Tangga Presiden jangan-jangan dikira, kalau biaya Rumah Tangga Presiden, ya rumahnya Presiden di Cikeas atau pakaiannya Presiden.

 

Rumgapres ini dulu namanya Sespres. Sama dengan tempat Wapres, Sekretaris Wakil Presiden. Ketika Pak Yusril Ihza Mahendra menjadi Mensesneg, diubah namanya Rumgapres. Rumah tangga, tetapi sebenarnya Sespres, ya kantor ini, lembaga ini. Ini yang saya minta dijelaskan dengan gamblang, supaya tidak menimbulkan salah tafsir.

 

Saudara-saudara,

 

Masih berkaitan dengan penghematan. Banyak mendekati akhir tahun ada anggaran yang tidak digunakan. Kita berharap terhadap itu jangan latah dicari-cari, dibikin-bikin, dihabis-habiskan, itu juga salah besar. Kalau memang tidak dipakai anggaran itu, DIPA-nya berapa, digunakan sampai akhir tahun, ternyata ada sisa, kembalikan pada negara. Saya telah memberi contoh. Memang tidak dimuat di media massa. Tahun 2005, kami kembalikan 36 miliar. Tahun 2006, kami kembalikan 61 miliar. Tahun 2007, 80 miliar, tahun 2008, 61 miliar. Tahun lalu, 60 miliar.

 

Saya meminta kepada jajaran pemerintah, utamanya di seluruh Indonesia kalau hari, bulan-bulan terakhir jangan mampang-mumpung, wah lebih ini. Itulah juga sumber penyimpangan ataupun pemborosan.

 

Berkaitan dengan penghematan ini, dalam APBN 2011 yang kami usulkan kepada dewan sebagai contoh defisit 1,7% lebih rendah dibandingkan defisit tahun lalu, karena tahun lalu sama dengan tahun 2008 itu dunia dalam keadaan krisis. Kalau sudah normal kembali untuk negeri kita, kita harus mulai menuju ke anggaran berimbang. Begitu memang hukumnya, ketika ada krisis, bisa saja kita tingkatkan defisit itu. Kami usulkan 1,7% defisit itu, tetapi ada suara-suara bisa ditambah 0,4%. Saya tidak setuju, karena tidak ada urgensinya. 0,4% itu sama dengan 28 triliun. Hutang, pinjaman, untuk apa kita berhutang, manakala tidak kita perlukan, lebih baik penghematan sehingga tidak harus menambah defisit, apalagi sampai dari 1,7 menjadi 2,1. Saya harus sampaikan seperti itu.

 

Bagian akhir dari upaya penghematan yang saya minta, mari secara serius kita lakukan. Saya akan segera membentuk tim untuk mengevaluasi dan meneliti seluruh jajaran pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah, mana-mana belanja rutin yang tidak diperlukan. Selama ini barangkali digunakan, tapi setelah kita teliti, kita evaluasi, tidak diperlukan, harus kita hentikan atau berarti itu penghematan. Setelah itu akan saya keluarkan Inpres dan Perpres, Instruksi Presiden dan Peraturan Presiden, bagaimana penghematan secara konkret di seluruh jajaran pemerintahan mulai tahun 2011 ke depan.

 

Dengan demikian, apa yang diharapkan oleh masyarakat luas, apa yang dikritikkan oleh masyarakat luas bisa kita terima dan kita jalankan. Dengan catatan dan himbauan kalau mengangkat tentang berita berapa anggaran oleh lembaga mana yang akurat, jangan menimbulkan sesuatu yang rakyat menjadi salah melihat apa yang dilakukan oleh pejabat-pejabat negaranya.

 

Saudara-saudara,

 

Kemarin atau dua hari yang lalu tidak semuanya mendengarkan pernyataan saya di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, dan ini menjadi topik sekarang ini perihal pembatalan kunjungan saya ke negeri Belanda.

 

Saudara-saudara,

 

Sebenarnya hubungan Indonesia dengan Belanda saat ini berada dalam keadaan yang baik. Tahun-tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Mengapa? Ini semua diawali dengan pada tahun 2005 secara politik dan moral, Belanda mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia itu adalah 17 Agustus 1945, yang selama ini dikatakan kita merdeka tahun 1949. Dengan suatu babak baru pengakuan itu pada ulang tahun kemerdekaan kita tahun 2005. Menlu Belanda, Menlu Bot diutus ke Indonesia untuk hadir dalam resepsi kenegaraan itu. Dan setiap ulang tahun kita di Den Haag, Perdana Menteri sering hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh kedutaan besar kita.

 

Tahun 2005 mengakui Kemerdekaan kita 17 Agustus 1945, tahun 2006 Perdana Menteri Belanda ke Indonesia. Sejak itu terjadi peningkatan yang pesat, hubungan bilateral kita.

 

Dan sebenarnya beberapa hari yang lalu, saya berencana untuk berkunjung sebagai kunjungan balasan atas undangan Ratu Belanda dan Perdana Menteri Belanda selama 3 hari, yang itu memiliki agenda yang konkret. Dan sebagaimana saudara ketahui, saya berhemat tidak hadir dalam US-ASEAN Summit di New York, ASEM Summit di Brussel, karena saya pikir lebih baik saya berkunjung ke Belanda yang sejak tahun 2007-2008 kita rencanakan dan belum bisa kita wujudkan, mengingat pentingnya kedua negara meningkatkan hubungan dan kerja samanya.

 

Tetapi 1 jam sebelum berangkat, sebelum take-off dari Halim Perdanakusuma, setelah saya menghadiri hari TNI 5 Oktober kemarin, terjadi dinamika yang sangat penting. Saya menerima surat dari Menteri Luar Negeri, Saudara Marty Natalegawa. Isi surat itu segera saya konfirmasikan dengan Duta Besar kita yang ada di Den Haag, Saudara Fanny Habibie. Benar, seperti itu keadaan di Den Haag. Jam-jam sebelum saya bertolak dari Jakarta menuju ke kota itu.

 

Singkatnya, baik penjelasan Dubes maupun surat dari Menlu kita, akan digelar sebuah pengadilan di Den Haag. Bukan pengadilan internasional, tapi pengadilan lokal yang berarti masuk dalam sistem pengadilan nasional Belanda untuk memenuhi tuntutan beberapa orang dan satu-dua organisasi yang sebenarnya mereka adalah yang menamakan dirinya RMS. Yang mengemuka, yang ganjil, tuntutan diajukan 4 Oktober, pengadilan memutuskan, menggelar persidangan itu 5 Oktober. Saya kira pengadilan yang paling cepat di dunia. Satu hari diajukan, hari berikutnya lagi langsung digelar. Isinya adalah berkaitan dengan yang disebut pelanggaran HAM oleh kita, oleh Indonesia, khususnya terhadap RMS dan kemudian meminta selama saya berkunjung ke Belanda, Pemerintah Belanda menangkap Presiden Republik Indonesia. Itu yang akan digelar dalam pengadilan itu.

 

Terhadap ini dalam waktu yang saya memiliki sekitar 45 menit saja, setelah saya melaksanakan konfirmasi, dan setelah saya juga mendengar pandangan dari Wapres dan para menteri terkait, maka saya memutuskan untuk menunda atau membatalkan kunjungan itu. Ini signal yang sangat keliru dengan digelarnya pengadilan itu, melanggar etika dan tata krama hubungan antar bangsa. Saya tahu, Pemerintah Belanda tidak bisa ikut campur urusan pengadilan, kita pun demikian di Indonesia. Tetapi saya diundang oleh Ratu dan Perdana Menteri ke Belanda, pengadilan itu bagian dari negara Belanda. Dari sistem nasional Belanda, haruskah digelar untuk menyambut kedatangan saya pada hari itu?

 

Kita ingat ketika Ratu Beatrix berkunjung ke Indonesia tahun 1995 kita sambut dengan kehangatan, keramahtamahan, sama ketika saya menyambut Perdana Menteri Belanda Balkenende tahun 2006. Kita perlakukan beliau dengan penuh kehangatan. Menjadi sulit saya terima ketika saya datang tiba-tiba disambut dengan pengadilan seperti itu.

 

Saya katakan di Halim kemarin, saya tidak takut kalau toh akan ada unjuk rasa, itu biasa. Presiden, perdana menteri berkunjung ke negara lain disambut unjuk rasa itu biasa. Saya juga tidak gentar kalau dikatakan nanti ada ancaman terhadap kunjungan Presiden, tidak apa-apa. Ada sistem untuk pengamanan, baik pengamanan setempat maupun Paspamres yang menyertai kunjungan saya. Tetapi ketika yang akan ada adalah sebuah pengadilan yang digelar dengan topik masalah HAM kita, menangkap Presiden Indonesia, digelar sesaat sebelum saya datang, menurut saya ini sungguh tidak bisa kita terima.

 

Hubungan antar bangsa itu, Saudara-saudara, bukan hanya soal mutual interest, kepentingan bersama. Bukan soal menandatangani MoU, agreement, bukan hanya itu. Tetapi juga mutual respect, saling menghormati, saling menghargai di antara kedua bangsa, kedua negara dan antara pemimpin-pemimpinnya. Jadi saya putuskan untuk saya tunda sambil melihat perkembangan keadaan lebih lanjut, karena sesungguhnya Indonesia itu ingin menjalin persahabatan dengan negara manapun, termasuk dengan Kerajaan Belanda yang justru saat-saat terakhir hubungan kita baik sekali.

 

Namun tentu kita harus memiliki sikap yang firm dan tegas, manakala ada sesuatu yang tidak boleh terjadi. Lebih baik saya tunda daripada saya berkunjung ke sana menimbulkan komplikasi politik dan persoalan yang lebih serius lagi di antara kita dengan Belanda di waktu yang akan datang.

 

Saudara-saudara,

 

Itulah penjelasan saya untuk dimengerti. Dan demikian pengantar saya secara keseluruhan. Setelah break kita akan mulai persidangan kita dengan memberikan kesempatan barangkali ada pengantar dari atau langsung kepada Mendagri nantinya setelah kita break.

 

Terima kasih. Â