di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Provinsi Kalimantan Timur
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semua.
Om swastiastu.
Namo Buddhaya.
Salam kebajikan.
Yang saya hormati MPR RI Bapak Ahmad Muzani;
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju yang hadir bersama kita banyak sekali, tidak bisa saya sebut satu persatu, bisa satu jam lebih nanti kalau disebut, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur Kalimantan Timur;
Yang saya hormati CEO Kompas Gramedia Bapak Lilik Oetama beserta Pemred Kompas Bapak Sutta;
Yang saya hormati Direktur Utama PLN Bapak Darmawan Prasodjo, beserta para Emiten Kompas100 dan CEO;
Bapak-Ibu hadirin dan undangan yang berbahagia yang tidak bisa saya sebut satu persatu.
Saya ingat satu tahun yang lalu kita juga sudah ke sini dalam acara CEO Forum Kompas yang diadakan di tahun 2023, tapi kita diselenggarakan di tengah hutan eukaliptus. Dan sekarang kita berada di sini, di Istana Garuda dan ruangan ini, ini adalah ruangan untuk konferensi pers, baru pertama kali digunakan ya sekarang ini. Kalau dulu panas, sekarang agak adem. Dulu banyak yang bertanya, “apa iya bisa berjalan Ibu Kota Nusantara ini, IKN ini?” “Apa iya bisa terbangun?” Sekarang kita sudah berada di Istana Garuda dan tadi ternyata sudah foto-foto bersama di Istana Negara di depan. Acaranya harusnya fotonya di Istana Negara dengan saya, kemudian ke sini bersama-sama, tapi karena saya ditinggal ya berarti enggak foto dengan saya. Tapi enggak apa-apa nanti kita foto di sini, ada tempat yang bagus yang juga tidak semua orang bisa masuk dan bisa berfoto, nanti kuncinya saya buka, kita foto di sana.
Saya menyampaikan itu artinya apa? Artinya biar nanti waktu yang berbicara karena membangun sebuah ibu kota seperti Nusantara ini butuh waktu, butuh proses tidak hanya setahun, dua tahun, tiga tahun, ini bisa sepuluh tahun, bisa 15 tahun, bisa juga 20 tahun untuk menjadi sebuah ekosistem besar, ibu kota besar, negara besar Indonesia.
Kalau banyak yang menyampaikan setelah 17 Agustus pindah, kantornya belum siap, yang untuk hunian juga masih dikerjakan. Tapi nanti dilihat dari sini kelihatan semuanya, ini adalah tempat tertinggi yang bisa melihat ibu kota kita. Dan ini memang ruangan ini ruangan yang paling baik, Bapak-Ibu nengok ke belakang kelihatan semuanya. Sekali lagi, semuanya butuh waktu dan semuanya butuh proses. Ini membangun sebuah ibu kota negara dan negaranya bukan negara kecil, tapi negara besar.
Kembali ke sepuluh tahun yang lalu. Saya ingat dulu saat pengalihan subsidi BBM, subsidinya kita potong, tapi harganya tentu naik. Saat itu saya ingat, approval rating saya 72 [persen]. Karena menaikan BBM, jatuh melorot menjadi 43 persen. Tapi sudah saya hitung, ya itu sebuah risiko yang memang harus saya ambil, memutuskan sesuatu yang memang kita rencanakan, kita ukur, dan berani atau tidak, saya putuskan berani. Jatuh [dari] 72 [persen], jatuh ke 43 [persen]. Tapi dari situlah kita miliki ruang fiskal yang lebih besar, kira-kira melompat ruang fiskal kita tambahnya ada Rp170-an triliun saat itu. Dari situlah kita berangkat membangun yang namanya infrastruktur.
Dan, selama sepuluh tahun ini jelas, dari anggaran yang ada sekarang kita telah memiliki jalan desa baru, ini saya mulai dari yang jalan desa, karena orang selalu berbicara kalau ketemu jalan tol-jalan tol. Padahal jalan desa yang telah kita bangun selama sepuluh tahun itu ada 366 ribu kilometer. Banyak yang bertanya kepada saya, enggak percaya, “masa, Pak, segitu panjangnya, 366 ribu kilometer?” Coba kita lihat jumlah desa di Indonesia itu ada 74.800 desa, kalau yang dibangun 366 ribu [kilometer] artinya, satu desa itu hanya lima kilometer, empat kilometer, logis enggak? Justru kurang kalau menurut saya. Harusnya tidak segitu, harusnya bisa dua kali atau tiga kali dari yang ada sekarang, itu adalah jalan-jalan produksi yang sangat penting bagi petani, jalan-jalan produksi yang sangat penting bagi para pekebun yang kita miliki.
Kemudian embung ada 6.800, pasar desa 14.700. Kenapa harus ada pasar desa, karena dari produksi itu harus ada tempat untuk memasarkan. Kemudian posyandu ada 46 ribu posyandu baru yang dibangun dari yang sebelumnya tidak ada.
Nah, sekarang jalan yang gede-gede, jalan tol. Jalan tol sampai saat ini kira-kira 2.433 kilometer. Di mana kalau kita ingat sejak tahun 1978 Jagorawi dibangun sampai sepuluh tahun yang lalu, itu hanya kira-kira 780 kilometer. Selama 40 tahun lebih hanya 780 kilometer. Di Cina sekarang memiliki jalan tol 48 ribu, ini jauh banget masih. Bandara dibangun 26 bandara baru, airport baru. Pelabuhan/seaport 25 baru, yang perbaikan ada 164 [pelabuhan].
Kemudian transportasi massal karena keruwetan di Jakarta dan Jabodetabek, dan mungkin Bandung, kita juga telah memulai bangun MRT sudah berjalan, meskipun baru dari Lebak Bulus ke HI, kemudian dalam proses dari HI ke Kota dan nanti selanjutnya sampai ke Ancol. Belum yang east-west-nya. LRT juga sudah kita bangun meskipun juga baru dari tengah kota Jakarta menuju Cibubur dan Bekasi, yang lain-lain sayapnya masih dalam proses nanti akan dibangun. Kereta cepat juga sudah dibangun dari Jakarta ke Bandung hanya 148 kilometer, itu pun ramainya bertahun-tahun. Di Cina sekarang sudah memiliki kurang lebih 28 ribu kilometer kereta cepat, kita 148 kilometer. Artinya, stok infrastruktur kita masih jauh tertinggal dari negara yang tadi saya sebut.
Bendungan telah dibangun 53 bendungan baru dengan jaringan irigasi 1,2 juta hektare yang pada akhirnya itu bisa menurunkan biaya logistik dari 24 persen ke hitungan terakhir kurang lebih 14 persen, sehingga menambah daya saing kita. Dan, juga mengurangi jumlah desa tertinggal, dari sebelumnya 47 ribu menjadi 10.400.
Dan, kelihatan itu pembangunan infrastruktur itu telah menaikkan global competitiveness ranking kita dari 42 di 2015 sekarang di ranking 27. Dan, juga telah menaikkan global innovation ranking dari 97 melompat ke 54. Ini angka-angka yang memang harus kita sajikan supaya kita, karena Bapak-Ibu pintar-pintar semuanya, jadi tahu bahwa dari pembangunan itu ada hasil-hasil yang konkret, yang akan memperkuat daya saing kita, competitiveness kita akan naik. Itu yang perlu angkanya saya sampaikan.
Dan, memang sudah saatnya bangsa kita sekarang ini berkonsolidasi, bangsa ini harus berkonsolidasi, negara ini harus berkonsolidasi, semua harus kompak seperti tadi disampaikan Pak Lilik, semua harus bersatu karena dunia sekarang ini hampir semua negara mengalami, dan dunia juga mengalami, tidak jelas semuanya, tidak pasti semuanya. Growth diperkirakan mungkin tahun depan di angka 2,7-2,8 [persen]. Dan kita patut bersyukur rata-rata berada di atas 5 persen pertumbuhan ekonomi kita. Ini, hal-hal seperti inilah yang patut kita syukuri, kita sering lupa bersyukur dan kita sering tidak membandingkan negara lain seperti apa dan negara kita seperti apa.
Dan sekarang ini yang harus memang terus dipompakan adalah pemikiran-pemikiran positif, pemikiran-pemikiran yang optimis. Tapi sayangnya sekarang ini yang laku yang pesimis-pesimis, yang pesimisme, yang negativisme itu yang laku. Kalau bapak pidato di depan atau menyampaikan presentasi, kalau mau tepuk tangannya banyak sampaikan hal-hal yang pesimis, pasti tepuk tangannya keras banget, atau sampaikan yang negatif-negatif pasti tepuk tangannya juga keras sekali. Tapi begitu menyampaikan hal-hal yang optimis, menyampaikan angka-angka yang positif justru bapak akan banyak wah ini… enggak jadi.
Dan, kita sekarang ini telah masuk kepada abad Asia, abad Asia. Kita berada di dalamnya dan diperkirakan ada tiga negara yang akan menjadi kekuatan ekonomi baru, Cina, India, Indonesia, kita masuk. Tapi hati-hati tidak gampang untuk menuju ke situ. Kita harus ingat GDP nominal kita sekarang ini sudah di angka USD1,4 triliun, USD1,4 triliun, USD1,427 triliun. GDP per kapita kita sekarang sudah mencapai USD5.060 per kapita. Kalau kita ngebut, apalagi target yang disampaikan oleh Presiden Terpilih Bapak Prabowo Subianto, menuju ke growth di angka 8 persen perkiraan kita lima tahun ke depan kita GDP per kapita kita mungkin di atas USD8 ribu. Lima tahun berikutnya berada di angka kurang lebih USD11-12 ribu. Berikutnya lagi, sepuluh tahun yang berikutnya lagi, mungkin kita bisa melompat perkiraan lembaga-lembaga internasional bisa di atas USD23 ribu, itu artinya di tahun 2045.
Tapi sekali lagi, menuju ke sana juga tidak gampang. Butuh keberanian memutuskan tetapi juga butuh hitung-hitungan yang detail dan komplet dengan angka-angka yang jelas, sehingga memutuskannya betul. Dan, saya meyakini Bapak Jenderal TNI Purn. Prabowo Subianto mampu membawa kita semuanya untuk menuju ke angka-angka tadi yang saya sampaikan.
Nanti ditunggu saja hari Senin, Senin seminggu lagi, menteri-menterinya akan dilantik, kalau mau tahu menterinya siapa-siapa tanya ke Pak Ahmad Muzani. Jangan tanya ke saya yang berkaitan dengan itu, karena orang akan langsung negativisme tadi. Saya ikut-ikut intervensi? Ndak. Saya pun juga tidak mau diintervensi untuk urusan hak prerogatif. Jadi sama, saya juga tidak ingin ikut-ikutan. Tapi kalau ditanya ya saya jawab. Kalau ditanya, kalau enggak ditanya saya enggak akan jawab. “Pak, gimana ini menurut Bapak Andre Rosiade?” Nah, saya jawab. Kalau ndak? Ndak. Meskipun kemarin kita makan malam dua setengah jam, ndak kalau enggak ditanya saya enggak akan. Karena saya sama, saya juga tidak mau hak prerogatif saya diintervensi siapapun. Itu hak yang diberikan kepada rakyat, kemudian di dalam pemilu ditransfer ke saya.
Sudah sering saya sampaikan, untuk menggapai angka-angka yang tadi saya sampaikan salah satunya hilirisasi ini harus total kita kerjakan. Hilirisasi ini harus total kita kerjakan, hilirisasi ini harus total kita kerjakan. Jangan biarkan bahan mentah itu kita kirim lagi ke luar negeri, kita ekspor ke luar negeri. Siapapun enggak ada masalah, BUMN mau mengerjakan silakan, swasta mau kerjakan silakan, asing mau mengerjakan silakan, join berpartner silakan, tapi di dalam negeri. Bukan kita kirim dalam bentuk konsentrat keluar, kesempatan kerja kita enggak dapat, nilai tambah kita juga tidak dapat.
Maaf Pak Tony Wenas, Freeport itu sekarang sudah memiliki smelter dengan kapasitas 3 juta ton konsentrat tembaga di Gresik, betul Pak? Pertanyaan saya selama 50 tahun lebih konsentrat itu dibawa kemana? Tapi bukan Pak Tony. Tiga juta ton konsentrat tembaga yang di dalamnya juga ada emasnya. Perkiraan saya, enggak tahu karena saya sering ke bawah, berapa sih emas yang terangkut? Kira-kira 40-50 ton per tahun. Jangan tepuk tangan. Kali kan saja 50 kali 50, 50 ton kali 50 ton, rupiahkan saja ibu-ibu satu gram berapa itu 2.500 ton, karena enggak ada smelter. Kita enggak bisa tahu, tapi sekarang Freeport Indonesia sudah memiliki kapasitas untuk itu. Tahu nanti, setahun ini akan tahu kita. Karena sudah mulai produksi full di Januari ya, Pak Tony ya. Januari sampai Desember tahun depan, tahu. Kita tunggu di Desember tahun depan berapa ton ya produksinya ya. Perkiraan saya, iseng-iseng saya tanya ke bawah-bawah, besar sekali dirupiahkan. Saya pernah merupiahkan langsung lemes saya. Tapi enggak apa-apa, kita juga bersyukur Freeport sudah bisa kita ambil alih 51 persen dan sebentar lagi akan tambah lagi.
Artinya, Freeport itu kepemilikannya bukan perusahaan Amerika lagi, tapi sudah milik Indonesia, milik MIND ID. Dan mengambilnya dulu juga tidak gampang, enggak mudah. Dari 9 persen lompat ke 51 persen, gampang? Yang kemarin timnya ada empat, ada tiga menteri satu wamen, salah satunya Pak Budi Gunadi Sadikin. Yang saya senang kita beli saat harganya murah. Seingat saya USD3,9 billion, sekarang market value-nya, berapa Pak Tony? 24? Naik terus USD34 [miliar] coba. Artinya yang kita beli tiga tahun yang lalu, sekarang sudah lunas. Tahun ini lunas Pak Tony ya? Lunas. Dan, belinya enggak pake duit kita, itu yang pinta. Pintar-pintar banget kita itu sebetulnya, tapi kenapa enggak dilakukan 50 tahun yang lalu. Dan, kita harapkan sekali lagi, nanti tambah enggak tahu berapa persen, ini masih negonya alot banget.
Dan kalau itu betul-betul satu persatu kita kerjakan dengan baik, dihilirisasi semuanya, saya meyakini Cina, India, Indonesia betul-betul akan masuk ke zaman keemasan negara kita Indonesia.
Contoh kayak sering saya sampaikan nikel, nikel sebelum hilirisasi itu USD2,9 billion per tahun ekspor kita mentahan/raw material. Begitu disetop, terakhir 2023 USD34,4 billion. Berapa kali lompatnya? Berapa ratus ribu lapangan pekerjaan yang bisa dibuka dari situ? Baru satu, tembaga nanti enggak tahu berapa ratus ribu lagi kesempatan kerja yang bisa… timah, bauksit yang sudah juga. Belum produk-produk batu bara, produk-produk pertanian, dari kopi, nilam, lada, jangan dikirim dalam bentuk mentahan, jangan dikirim dalam bentuk mentahan.
Kopi kita memiliki 1,2 juta hektare, saya kira bisa dilipatkan lagi; kakao 1,4 juta hektare; lada 172 ribu hektare; nilam 12 ribu hektare. Ini bisa tingkatkan lagi, kemudian dihilirisasi. Kopi kita punya 1,2 juta hektare, tetapi produktivitas per hektarenya sangat kecil sekali hanya 2 ton rata-rata 2,3 ton per hektare, rata-rata 2,3 ton hektare. Di Vietnam yang dulu belajar dari kita, sekarang satu hektare itu bisa 9 ton, 9 ton. Ini ada yang perlu dilihat secara detail apa penyebabnya, siapa yang menyebabkan, apa problemnya, apa masalahnya. Secara kerja memang harus seperti itu, kerja kalau enggak detail kita enggak mengerti. Kerja kalau enggak lihat lapangan, enggak tahu Bapak-Ibu angka-angka enggak mengerti, problemnya apa enggak akan tahu.
Yang terakhir, kita sebagai sebuah negara itu perlu yang namanya country image, sama seperti perusahaan perlu membangun sebuah brand value yang baik, sama. Bapak-Ibu saya kira familiar dengan yang namanya book value dan market value, perusahaan pasti selalu berhubungan dengan ini. Di mana market value sebuah perusahaan itu kadang-kadang bisa lebih tinggi dari book value-nya karena adanya trust, karena ada yang namanya daya tarik, sehingga membentuk sebuah image, sehingga membentuk yang namanya persepsi.
Negara juga sama. Yang kita bangun sekarang ini selama sepuluh tahun kita semuanya berusaha ini adalah global trust, kepercayaan yang kita bangun ini. Sehingga muncul sebuah persepsi yang baik terhadap negara kita, Indonesia.
Kita berikan contoh misalnya, kayak Swiss yang membangun image-nya sebagai sebuah negara netral. Dan dampaknya kita tahu, Swiss dianggap sebagai safe-haven, baik oleh investor yang menyimpan dana maupun lembaga-lembaga internasional yang semuanya berbondong-bondong berkantor pusat di Swiss. Juga kalau kita melihat sebuah produk kalau ada tulisannya made in Japan atau made in Germany, yang ada di pikiran kita adalah barangnya awet, barangnya tahan lama, barangnya bagus, mahal.
Oleh sebab itu, yang namanya country image itu penting, tapi memang sekali lagi, membentuknya butuh waktu, membentuknya butuh proses, butuh konsistensi baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dan saya melihat Bapak-Ibu yang hadir di sini adalah perusahan-perusahan yang memiliki kompetensi, adalah perusahaan-perusahaan yang hebat, dan yang juga kita berharap bisa membawa image yang baik terhadap negara kita Indonesia.
Kita membangun bersama-sama agar country image kita baik, sehingga muncul sebuah trust kepada negara kita. Kalau sudah trust itu muncul, akhirnya akan berbondong-bondong orang ingin berinvestasi di Indonesia, orang ingin membangun kantornya di Indonesia. Dan itu sudah mulai kelihatan, misalnya seperti kantor sepak bola, kantornya FIFA bangun di Jakarta. Kenapa enggak di negara lain? Kantornya basket FIBA juga bangun. Ini kepercayaan, ini trust. Kalau enggak memiliki itu, sulit kita memiliki sebuah kepercayaan, trust dari global.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Marilah kita bersama-sama bekerja keras membangun negara ini, dan kita mendukung penuh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Bapak Jenderal TNI Purn. Prabowo Subianto yang akan dilantik nanti tanggal 20 Oktober yang akan datang. Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan.
Terima kasih saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om santi santi santi om.
Namo buddhaya.
Salam kebajikan.