Sambutan Presiden pada Halalbihalal bersama Purnawirawan TNI AD dan Keluarga Besar TNI-Polri
Di Balai Kartini, Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita sekalian,
Syalom,
Salve,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati Wakil Presiden Keenam Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno;
Yang saya hormati Ketua Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat, sebagai tuan rumah, Mayor Jenderal TNI (Purn) Komaruddin Simanjuntak;
Wakil Ketua MPR RI Saudara Edhie Baskoro Yudhoyono;
Wakil Ketua BPK RI Letnan Jenderal TNI (Purn) Budi Prijono;
Yang saya hormati Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Keluarga Besar TNI;
Para Menteri, para Menteri Koordinator Kabinet Merah Putih yang hadir:
Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Saudara Agus Harimurti Yudhoyono;
Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian;
Menteri Luar Negeri Saudara Sugiono.
Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin;
Menteri Agama Prof. K.H. Nasaruddin Umar;
Menteri Transmigrasi Saudara Iftitah Sulaiman;
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Saudara Rachmat Pambudy;
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan;
Menteri Sekretaris Negara Saudara Prasetyo Hadi;
Sekretaris Kabinet RI Letnan Kolonel (Inf) Teddy Indra Wijaya, belum purnawirawan;
Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal TNI (Purn) M. Herindra;
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, beserta para Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara;
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo;
Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto;
Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurahman;
Kepala Staf Presiden RI Letnan Jenderal TNI (Purn) A.M. Putranto;
Dan, para purnawirawan bintang empat yang hadir: Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumilar, Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, Jenderal TNI (Purn) Budiman, Jenderal TNI (Purn) Mulyono, Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa, Marsekal TNI (Purn) Yuyu Sutisna, Marsekal TNI (Purn) Herman Prayitno, Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Marekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia, Laksamana TNI (Purn) Ahmad Sucipto, Laksamana TNI (Purn) Marsetyo, Laksana TNI (Purn) Ade Supandi, Laksamana TNI (Purn) Siwi Sukma Aji, Jenderal Polisi (Purn) Bambang Hendarso Danuri, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto, Jenderal Polisi (Purn) Timur Pradopo, Jenderal Polisi (Purn) Sutarman;
Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus;
Wakil Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan Laksamana Madya TNI (Purn) Didit Herdiawan Ashaf;
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Mayor TNI (Purn) Ossy Dermawan;
Yang saya hormati, saya muliakan dan saya banggakan, Saudara-saudara para Pimpinan dan Pengurus PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat), Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Laut, Purnawirawan TNI Angkatan Udara yang saya hormati;
Seluruh undangan yang saya hormati.
Pertama-tama tentunya, sebagai insan yang bertakwa, marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Mahabesar, Tuhan Mahakuasa atas segala karunia yang diberikan kepada kita, atas kesehatan, nafas yang masih diberikan kepada kita, kita bisa berkumpul di tempat yang baik ini dalam keadaan sehat walafiat, untuk melaksanakan suatu halalbihalal dalam rangka masih suasana Lebaran, suasana Idulfitri 1446 Hijriah/2025 Masehi.
Saudara-saudara sekalian,
Karena ini halalbihalal, saya menyampaikan mohon maaf lahir dan batin, dan semoga menghadapi tahun yang akan datang, kita diberi perlindungan, diberi petunjuk sehingga kita bisa menjalankan tugas kita masing-masing dalam keadaan yang baik dan selalu di atas jalan yang lurus, jalan yang benar, jalan yang diridai oleh Tuhan Mahabesar, Tuhan Mahakuasa, bagi umat Islam Allah Swt.
Saudara-saudara sekalian,
Terima kasih atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk hadir pada acara ini.
Memang, terus terang aja, saya minta maaf, saya jarang hadir acara-acara semacam ini karena mungkin kebetulan jadwal dan waktunya tidak tepat. Tapi, alhamdulillah, beberapa hari yang lalu datang Pimpinan PPAD menyampaikan undangan, dan saya lihat saya bisa hadir, sehingga bagi saya ini suatu kehormatan.
Saudara-saudara sekalian,
Kita sebagai purnawirawan diajarkan dari sejak kita muda sebagai prajurit, hari-hari pertama kita di tentara, kita diajarkan bahwa begitu kita menjadi prajurit, hidup kita, jiwa kita sesungguhnya sudah bukan milik kita sendiri lagi, bukan milik keluarga kita lagi. Jiwa dan raga kita, kita sudah persembahkan kepada negara, bangsa, dan rakyat kita. Itu pelajaran yang melekat di hati saya sebagai prajurit muda.
Kemudian, terus terang saja, saya merasa beruntung, saya dan kawan-kawan saya merasa beruntung, kami sempat digembleng langsung, kami sempat merasakan kepemimpinan langsung dari Angkatan ’45. Angkatan ‘45 bukan saja dari tentara, bukan saja dari polisi, tapi harus dikatakan bahwa Angkatan ‘45 adalah generasi yang memimpin perebutan kemerdekaan kita. Mereka yang di kelompok bersenjata dan mereka yang tidak bersenjata, tapi sama-sama berjuang. Angkatan ini memiliki ciri khas yang, ya ciri yang sangat khas. Saya kira mereka-mereka yang merasakan hubungan langsung dengan Angkatan ‘45 akan membenarkan pendapat saya.
Banyak yang merasakan langsung. Saya kira Pak Try, Sri Sultan. Ayahanda dari Sri Sultan seorang pejuang, seorang Jenderal TNI, menghadapi Belanda di Yogyakarta. Banyak di antara kita pasti pernah mengalami itu. Tapi, yang saya rasakan adalah, yang pertama, patriotisme yang berkobar-kobar, cinta tanah air yang luar biasa, dan kepercayaan diri, percaya diri karena mereka merupakan bagian dari suatu generasi yang berhadapan dengan negara-negara adikuasa. Waktu itu, Jepang adalah adikuasa, Inggris adikuasa. Belanda pada zamannya adalah adikuasa, The Dutch Empire. Sebelum British Empire, The Dutch Empire sangat-sangat kuat.
Generasi ‘45 adalah generasi yang merasa bahwa penerus dari perjuangan ratusan tahun dari semua suku, semua daerah yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia tidak mau dijajah, bangsa Indonesia tidak mau jadi bangsa kuli, bangsa Indonesia tidak mau jadi bangsa pesuruh, bangsa Indonesia tidak mau jadi bangsa yang kerdil, bangsa yang miskin. Angkatan ‘45 berani mengambil sikap, padahal negara belum punya anggaran, belum punya administrasi, belum punya organisasi. Senjata direbut. Kadang-kadang mengangkat dirinya, pada saat orang tidak berani, mereka di usia muda berani tampil. Panglima Besar Soedirman menjadi panglima besar pada usia 29 tahun. Ignatius Slamet Riyadi menjadi komandan brigade pada usia 22 tahun.
Saudara-saudara,
Mereka muda-muda berani dan banyak yang mati waktu muda-muda. Di keluarga saya, dari sejak kecil selalu dibawa ke makam, “Ini makam pamanmu, gugur di Tangerang pada usia 21 tahun. Ini pamanmu yang lain, gugur di Tangerang sebagai kadet umur 16 tahun.” Jadi, bangsa ini berdiri di atas darah, keringat, dan air mata anak-anak muda, air matanya ibu-ibu.
Saudara-saudara,
Kita merasakan kita digembleng oleh mereka. Itu yang yang tersisa di hati kita, saya yakin, yang jelas di hati saya.
Saya, Saudara-saudara, bersama Saudara-saudara, hampir semua, banyak senior saya di sini, guru-guru saya. Waktu kita muda, kita siap segala-galanya kita berikan kepada negara dan bangsa. Jiwa dan raga kita, kita tidak punya apa-apa. Letnan, kapten, mayor, Saudara-saudara.
Jadi, Saudara-saudara, kesempatan ini saya sampaikan karena kalau tujuan halalbihalal, sesudah saya mohon maaf lahir batin, sebetulnya selesai, kan begitu? Tapi, kapan lagi saya bicara sama Saudara-saudara sekalian ya?
Saya sampaikan ini karena, sesudah kita berjuang, sesudah kita memberi semua masa muda kita kepada negara, kita lihat, loh negara saya ini yang dibangun oleh darah, keringat, air mata Soedirman, Slamet Riyadi, Ngurah Rai, Wolter Monginsidi, ribuan pemuda-pemudi, kok sekarang begini? Kita bangun dan kita lihat kekayaan bangsa, kok kekayaannya tidak dirasakan oleh rakyat kebanyakan? Kok senior-senior saya banyak yang, begitu pensiun hidupnya susah, rumahnya masih kontrak. Panglima-panglima saya, jenderal-jenderal saya, komandan-komandan saya, saya lihat, there is something wrong. Kita lihat, kita mau take off, dihajar. Tiap kali kita mau maju, dihajar: kerusuhan, perang saudara, pemberontakan, suku lawan suku, agama lawan agama. Enggak jelas.
Tetapi, kita sebagai jenderal, kita sebagai prajurit, lama-lama kita belajar, oh rupanya ini kita ini dari ratusan tahun devide et impera, devide et impera, devide et impera, kita selalu dipecah belah, dipecah belah, dan dipecah belah. Dan karena kita dipecah belah, tidak ada—maaf, harus saya katakan—terjadi suatu kelengahan di mana elite kita kadang-kadang lupa dengan rancang bangun perjuangan pendiri-pendiri bangsa kita.
Saudara-saudara sekalian,
Suatu kehebatan Angkatan ‘45 yang kita akui, Bung Karno dan generasi-generasi itu memberi kepada kita Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan itu selalu menjadi pegangan kita seolah-olah… Sapta Marga ada Pancasila, ada Undang-Undang ’45, Sumpah Prajurit ada, setiap produk selalu ada Undang-Undang Dasar ’45, Pancasila. Tapi, maaf saya katakan, banyak di antara elite yang tidak memahami, atau tidak mau memahami, atau pura-pura tidak mau lihat arti dari pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Dasar ’45. Dan karena itulah, kita melihat bahwa kekayaan kita selama puluhan tahun mengalir ke luar negeri, kekayaan kita tidak tinggal di republik kita.
Ini sumber masalah. Dan karena inilah, saya terjun ke medan politik. Saya terjun ke medan politik karena Angkatan ’45 mengajarkan kepada saya dan kepada kalian semua bahwa kita harus menyelamatkan bangsa, dan rakyat, dan tanah air kita. Dan, mereka mengajarkan kepada kita semangat tidak mengenal menyerah. Saya tidak rela kekayaan bangsa kita tidak dinikmati oleh rakyat Indonesia, saya tidak rela. Dan karena itu, saya terjun ke politik.
Kita, TNI, selalu dituduh bahwa kita mau jadi diktator, selalu dituduh. Padahal, saya ingatkan ke banyak tokoh-tokoh itu, “Coba buka sejarah dunia ya. Tunjukkan contoh di mana ada sebuah tentara yang mundur dari politik, dari kekuasaan.” Kita mundur dengan rela.
Reformasi itu, Saudara-saudara, yang menyukseskan reformasi itu adalah tokoh-tokoh TNI dan Polri, ABRI. Kita harus mengatakan apa yang benar.
Dan, maaf, sekarang kalau disurvei rakyat Indonesia, mana institusi yang paling Anda percaya, tanya rakyat, yang teratas adalah TNI, tentara. Silakan, bukan kita yang bikin survei. Ini survei internasional.
Jadi, Saudara-saudara, yang ingin saya sampaikan bahwa TNI, karena sifatnya, karena semangatnya, karena kita diseleksi, direkrut, yang masuk biasanya adalah mereka-mereka yang patriotik. Jadi, begitu pensiun, begitu kita keluar dari tentara, rasa cinta tanah air, rasa tanggung jawab, rasa ingin berbakti, rasa ingin menyelamatkan bangsa dan negara masih kuat. Dan karena itu, senior-senior TNI ada yang terjun ke politik. Pak Edi Sudradjat, Pak Try bikin partai. Pak SBY bikin partai. Pak Wiranto bikin partai. Saya bikin partai. Kenapa? Karena kita ingin berbakti, karena kita pada ujungnya kita mengakui kedaulatan rakyat.
Kita tunduk pada kedaulatan rakyat. Karena itu, kita mau berkuasa dengan meminta mandat dari rakyat, meminta mandat dari rakyat. Kita tidak mau, TNI tidak mau berkuasa dengan senjata. Pak Harto tidak mau berkuasa dengan senjata. Beliau tampil karena ada vakum, karena ada krisis.
Janganlah kita, janganlah kita mau utak-atik kebenaran, janganlah kita mau utak-atik sejarah. Kita patriot, kita kesatria. Katakanlah yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Semua pemimpin berjasa. Saya di sini, saya bisa maju, saya bisa punya keyakinan bahwa kita akan banyak hasil karena landasan-landasan yang dibangun oleh pendahulu-pendahulu sebelum saya. Kita harus akui itu. Enggak mungkin kita membangun dalam lima tahun, dalam sepuluh tahun. Tidak ada negara yang dibangun dalam sepuluh tahun. Tapi, apa yang dilahirkan oleh presiden-presiden kita dan tidak hanya presiden, membangun bangsa itu tidak hanya satu-dua orang.
Jadi, Saudara-saudara, apa yang saya ingin sampaikan? Saya ingin sampaikan bahwa kita sebagai purnawirawan, dari segi kedinasan, benar kita sudah menyerahkan kepada generasi selanjutnya. Tapi, sebagai patriot, sebagai warga negara, kalau kita masih punya kemampuan, kalau kita masih punya semangat, kalau kita masih punya sesuatu yang bisa kita sumbangkan kepada negara dan bangsa, ya kita harus menyumbang apa yang kita bisa sumbangkan.
Karena itu Saudara-saudara,
Kita hargai semua sikap, semua pendapat. Tapi tentunya kita harus belajar dari sejarah, kita harus lihat kenyataan, lihat kenyataan yang sedang berlaku bahwa di dunia ini sekarang hanya yang kuat yang survive. Ini fakta dan kenyataan. Negara-negara yang tidak kuat punah. Kenapa dia punah? Dia tidak mampu bertahan. Kenapa dia tidak mampu bertahan? Karena dia tidak bisa mengamankan sumber-sumber kekayaan dia sendiri. Kalau suatu bangsa tidak bisa menguasai sumber kekayaan sendiri, bangsa itu miskin, sangat sederhana, Saudara-saudara sekalian.
Dan, kita harus mengerti, mantan prajurit-prajurit ini harus mengerti: perang kita tidak inginkan, perang dahsyat, tapi kadang-kadang kita dipaksa untuk perang, kita dipaksa. Kalau kita tidak berani ambil keputusan untuk perang, tidak kita merdeka karena Belanda tidak mau memberi kemerdekaan kepada kita.
Sama sekarang, kita lihat apa yang terjadi di dunia ini. Yang kuat akan memaksa yang lemah. Karena itu, Saudara-saudara saya sampaikan di mana-mana, kita harus sadar bahwa Indonesia selalu akan diganggu dan sedang diganggu. Kita tidak mau ganggu bangsa lain, tapi bangsa lain mengganggu kita. kenapa? Karena kita kaya. Kita punya nikel terbesar di dunia. Kita punya bauksit keenam terbesar di dunia. Kelapa sawit kita terbesar di dunia. Jangan kita anggap enteng kelapa sawit. Kelapa sawit sekarang sudah menjadi komoditas kritis, strategis. Setiap saya ke mana, negara-negara mana, mereka minta, “Yang Mulia, tolong, kelapa sawit Indonesia kalau bisa prioritas kepada kami.” Mesir, Pakistan, India, bahkan Eropa. Ternyata dari kelapa sawit ada 65 atau 67 produk, di antaranya kita bisa bikin BBM dari kelapa sawit.
Negara kita sesungguhnya tidak perlu impor BBM sama sekali dari mana pun. Dan, kita harus tahu, kita impor BBM hampir USD40 miliar satu tahun, padahal kita sebenarnya tidak perlu impor. Dan, saya dalam pemerintahan yang saya pimpin saya bertekad bahwa Indonesia dalam lima tahun akan datang harus swasembada BBM, harus swasembada energi.
Dan, nanti akan ada yang bertanya, “apa bisa?” begitu. Harus bisa. Nah, ini semangat yang ditanamkan oleh Angkatan ’45, semangat tidak mengenal menyerah: harus bisa, merdeka atau mati, berdiri di atas kaki kita sendiri. Kita tidak mau jadi kacungnya bangsa lain. Kalau yang mau, silakan. Saya tidak mau.
Ini salah pembina-pembina saya yang mendidik saya seperti ini, salah Pak Try, salah Pak Luhut, Pak Hendro, Pak Agum. Ini abang-abang yang memberi contoh, yang menanamkan kepada kita semangat itu. Jadi, kalau Prabowo sekarang seperti ini, jangan salahkan Prabowo, salahkan Pak Try, Pak Hendro, Pak Luhut, Pak Wiranto, iya kan? Loh, ini bapak-bapak didik saya seperti ini. Ya apa boleh buat, saya tidak mau tunduk kepada bangsa manapun. Kekayaan Indonesia harus di tangan bangsa Indonesia, dan Angkatan ’45 telah memberi senjata pamungkas yang luar biasa, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Perlu saya tayangkan pasalnya?
Baik, saya kira waktu sudah habis ya. Sebelum saya diusir, saya tutup dengan satu slide.
Saudara-saudara,
Salah satu program kita nanti adalah saya akan membangun minimal 100 sekolah berasrama. Sekolah berasrama ini, biasanya di setiap negara sekolah berasrama itu adalah untuk yang terpintar. Itu tetap kita lakukan. Tapi saya akan bangun minimal 100 tiap tahun sekolah berasrama untuk keluarga yang paling tidak mampu, karena saya bertekad untuk memutus rantai kemiskinan. Kalau bapaknya pemulung, anaknya tidak boleh jadi pemulung. Kalau bapaknya tukang becak, anaknya tidak perlu harus jadi tukang becak. Kalau bapaknya susah, tidak punya penghasilan yang cukup, anaknya tidak boleh terus.
Untuk itu, tidak ada jalan lain, kita harus berani. Siapa berani, menang. Berani, benar, berhasil. Berani dulu, baru benar. Setelah berani, benar, baru berhasil. Harus berani dulu ya. Kalau enggak berani, kita enggak bisa dapat apa-apa.
Saya minta ditayangkan ada beberapa calon peserta. Bisa kelihatan?
Jadi, ini Saudara-saudara, kalau Anda perhatikan, ini profil calon yang akan masuk jadi peserta didik, namanya Naila, orang tuanya penghasilannya kurang dari Rp1 juta, padahal jumlah tanggungannya lima orang. Itu rumahnya. Itu rumahnya, di kanan. Yang menarik bagi saya, rumahnya seperti ini Naila masih bisa senyum.
Saudara-saudara sekalian,
Rekan-rekan purnawirawan,
ini perjuangan kita. Sisa hidup saya, perjuangan saya adalah untuk mengubah nasib Naila-Naila di Indonesia. Kalau ada yang tanya, “apa mungkin?” Harus mungkin, dan kita buktikan bahwa kita akan berusaha sekeras-kerasnya. Hanya dengan keberanian, hanya dengan tekad, hanya dengan keyakinan, dan hanya dengan tekad untuk memimpin suatu gerakan pemerintahan bersih, pemerintah yang antikorupsi, pemerintah yang bisa menyelamatkan kekayaan negara, Naila-Naila akan punya masa depan yang baik.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga Yang Mahabesar, Yang Mahakuasa senantiasa beserta kita dalam pengabdian kita yang terakhir. Old soldiers never die, they just fade away. Tapi, di Indonesia lain: old soldiers never die and they never fade away until the Almighty God calls us. Kalau sudah dipanggil, apa boleh buat. Selama masih ada nafas di badan kita, diajarkan oleh senior-senior kita, diajarkan oleh patriot, berjuang sampai titik darah yang penghabisan. Selama masih ada hayat dikandung badan, Merah Putih di dada, tidak akan pernah berhenti berjuang.
Terima kasih.
Selesai.