Sambutan Presiden RI dalam Presidential Lecture oleh Mantan PM Polandia, Lech Walesa, 12 Mei 2010

 
bagikan berita ke :

Rabu, 12 Mei 2010
Di baca 951 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DALAM PRESIDENTIAL LECTURE

OLEH MANTAN PRESIDEN POLANDIA, LECH WALESA
DI ISTANA NEGARA, JAKARTA
TANGGAL 12 MEI 2010




Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera bagi kita sekalian,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia, Yang Mulia Lech Walesa, Mantan Presiden Polandia.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Sungguh merupakan kebahagiaan bagi kita semua, pada hari ini kita dapat bertatap muka dengan mantan Presiden Polandia, yang mulia Lech Walesa. Atas nama Pemerintah dan rakyat Indonesia, saya ingin menyampaikan ucapan selamat datang dan terima kasih atas kesediaan Yang Mulia untuk menjadi tamu kehormatan dan menjadi pembicara pada Presidential Lecture pada pagi hari ini.

 

Semoga kehadiran Yang Mulia di Indonesia membawa kesan yang mendalam bagi Yang Mulia. Kehadiran Yang Mulia juga sangat penting untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, dengan segenap jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II, serta jajaran pemerintah, dan civil society pada forum presidential lecture ini. Apalagi kesediaan Yang Mulia untuk menyampaikan ceramah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia sangat bermanfaat dalam menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi para insan akademik di Indonesia.

 

Pada kesempatan ini pula, atas nama negara, pemerintah, dan rakyat Indonesia, saya ingin menyampaikan kembali duka cita yang amat dalam, atas tragedi yang menimpa Presiden Lech Kaczynski dan delegasi beliau, dalam kecelakaan pesawat baru-baru ini. Rakyat Indonesia turut berdoa, semoga rakyat dan pemerintah Polandia dapat diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi tragedi ini.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Presidential lecture yang kita selenggarakan secara berkesinambungan, merupakan forum untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan para tokoh terkemuka di dunia. Sejumlah tokoh dunia pernah berbicara di forum ini, antara lain Muhammad Yunus dari Bangladesh, Prince Charles, Syaukat Aziz mantan Perdana Menteri Pakistan, Nicole Stern ahli climate change, Jeffrey Sachs penasehat Sekretaris Jenderal PBB, Kishore Mahbubani dari Singapura, Bill Gates, dan Kofi Annan mantan sekjen PBB.

 

Presidential lecture kali ini terasa istimewa. Di tengah-tengah kita telah hadir mantan Presiden Polandia, Yang Mulia Lech Walesa. Beliau akan menyampaikan presidential lecture dengan tema "Lessons from Democratic Changes in Poland and Eastern Europe and Their Implications for the New World of the 21st Century." Sebuah tema yang menarik, berwawasan ke depan, dan disampaikan oleh tokoh yang sangat kompeten.

 

Saudara-saudara,

 

Nama Lech Walesa sudah tidak asing lagi di telinga kita. Beliau adalah mantan Presiden Republik Polandia tahun 1990 hingga 1995. Dunia juga mengenal Beliau sebagai tokoh dan pejuang demokrasi, tokoh yang memiliki reputasi internasional sebagai aktivis pembela hak-hak pekerja dan hak-hak asasi manusia. Atas perannya itu, pada tahun 1983 Beliau mendapat anugerah sebagai pemenang hadiah nobel perdamaian. Hingga saat ini Beliau masih aktif memperjuangkan hak kaum pekerja di berbagai komunitas internasional.

 

Di Polandia, Yang Mulia Lech Walesa sejatinya adalah seorang insinyur listrik profesional. Tahun 1970an, pernah memimpin serikat pekerja galangan kapal di Gdańsk ketika Polandia masih berada di bawah pemerintahan yang otoritarian. Di masa itu, Beliau telah memiliki keyakinan akan kebebasan dan demokrasi, freedom and democracy. Dengan keyakinan itu, kekuatan otoriter dihadapinya dengan jalan damai.

 

Lech Walesa kemudian tampil memimpin gerakan pro demokrasi di Polandia di tengah berkecamuknya Perang Dingin. Lech Walesa menjadi ikon dunia, yang identik dengan berakhirnya Perang Dingin. Perjuangan beliau bukan saja mengubah Polandia, tetapi juga telah mengubah Eropa Timur dengan segala dampaknya bagi geopolitik Eropa dan perdamaian dunia. Transisi di Polandia adalah bagian dari arus besar demokrasi, yang melanda dunia di akhir abad XX. Indonesia sendiri mungkin adalah negara terakhir di abad XX yang terkena dengan apa yang dinamakan gelombang ketiga demokrasi, yaitu dengan lahirnya reformasi di tahun 1998 dan diikuti dengan Pemilu tahun 1999.

 

Pengalaman Indonesia dan Polandia, menunjukkan bahwa transformasi itu tidaklah mudah. Transformasi adalah proses yang tidak pernah berhenti dan sering jatuh bangun. Transformasi yang selalu diwarnai dengan trial and error, dan tidak pernah ada jaminan bahwa transformasi pasti akan sukses. Banyak negara, yang demokrasinya menjadi keropos dan bahkan runtuh karena tidak mampu mengatasi tekanan dan tantangan politik, ekonomi, dan sosial yang timbul dari proses perubahan itu.

 

Indonesia sendiri menghadapi berbagai tantangan multidimensional yang berat dari krisis moneter, instabilitas politik, gejolak sosial, konflik etnis, separatisme, hingga aksi terror. Sedemikian beratnya cobaan yang kita alami, sampai ada yang memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi Balkan Asia, hancur berkeping-keping. Meskipun alhamdulillah sejarah menunjukkan Indonesia tidak runtuh dan kini tegak menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

 

Saudara-saudara,

 

Berbeda dengan Indonesia, Polandia sebagai negara yang sangat strategis dalam persaingan Blok Barat dan Blok Timur pada era itu, harus menanggung beban politik yang berat dan kompleks dalam suasana Perang Dingin. Polandia juga mengalami banyak tantangan politik, ekonomi, dan sosial sejak dimulainya gerakan solidarity di tahun 1980. Ketika solidarity memenangkan Pemilu parlemen dan kursi Presiden tahun 1990, Polandia segera harus menjalani program shock therapy dalam pembangunan ekonominya. Begitu juga Indonesia, yang harus menjalani reformasi struktural ekonomi yang pahit, di tahun 2005 dan 2007 ketika kita terpaksa mengalihkan subsidi minyak kepada keperluan pembangunan yang lebih mendesak dengan resiko sosial politik yang tinggi.

 

Namun alhamdulillah, baik Indonesia dan Polandia kini sama-sama mengalami pertumbuhan ganda; pertumbuhan demokrasi dan pertumbuhan ekonomi yang sama-sama berlanjut. Demokrasi di Indonesia saat ini telah tumbuh mekar. Rakyat Indonesia sangat antusias akan demokrasi. Pemilihan umum di Indonesia tahun 1999, Yang Mulia, menjadi titik awal tumbuh berkembangnya demokrasi secara nyata. Apalagi pada tahun 2004, untuk pertama kalinya kita melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilihan Presiden secara langsung, diikuti pula oleh pemilihan para Kepala Daerah, baik itu Gubernur, Bupati, maupun Walikota. Di Indonesia demokrasi telah menemukan momentum yang paling tepat untuk tumbuh bersemi di era reformasi.

 

Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, stabilitas demokrasi yang berhasil kita capai di Indonesia berdampak positif pada kawasan Asia Tenggara. Logikanya, kalau Indonesia bergejolak, kawasan akan goyah. Kalau Indonesia stabil, kawasan akan mapan. Keberhasilan Indonesia sebagai demokrasi ketiga terbesar di dunia, juga memberikan inspirasi dan tauladan bagi dunia internasional, khususnya demokrasi lain yang masih menghadapi tantangan berat, sebagaimana yang dilaksanakan Polandia pada era itu yang memberikan banyak inspirasi kepada dunia.

 

Di belahan dunia lain, transisi demokrasi di Polandia berdampak jauh melewati batas wilayah Polandia, menjalar ke Eropa Timur dan mendorong berakhirnya perang dingin. Sejak itu Eropa mengalami perubahan geopolitik dan geoekonomi yang fundamental. Uni Eropa berkembang pesat, bertambah dari 12 negara menjadi 27 negara sekarang ini.

 

Saudara-saudara,


Pagi ini, kita akan mendengar ceramah Yang Mulia Lech Walesa, tokoh sentral dan perubahan sejarah yang dahsyat ini, berbagai pikiran mengenai pengalaman transisi di Polandia. Kami juga ingin mendengar penilaian Yang Mulia mengenai masa depan demokrasi, tantangan utamanya, dan arah perkembangan Eropa di abad ke-21.

 

Memang ada yang memprediksi bahwa gelombang demokrasi sekarang nampaknya melemah. Di berbagai penjuru dunia, kita melihat adanya indikasi ke arah itu, kudeta militer, instabilitas politik, krisis konstitusional, polarisasi, radikalisme dan intoleransi, konflik berdarah, otoritarian baru, failed state, semuanya itu memang membuat orang merasa pesimis terhadap prospek demokrasi. Namun saya yakin, gejala ini hanya sementara. Saya sungguh percaya, bahwa democratic instinct di abad ke-21 jauh lebih besar dari democratic instinct di abad ke-20. Hal inilah yang sangat kita rasakan di Indonesia dewasa ini.

 

Akhirnya, saya mengajak hadirin sekalian untuk menyimak dengan seksama ceramah yang akan disampaikan oleh Yang Mulia Lech Walesa. Saya undang Yang Mulia untuk menyampaikan Presidential Lecture dengan tema "Lessons from Democratic Changes in Poland and Eastern Europe and Their Implications for The New World of The 21st Century".

Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

 

 

TANGGAPAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ATAS PRESIDENTIAL LECTURE LECH WALESA

 

 

Yang Mulia,

Hadirin,


Meskipun tadi Yang Mulia Lech Walesa menanyakan sejauh mana beliau bisa meyakinkan kita semua, atas pikiran dan pandangan beliau. Tapi yang jelas, Yang Mulia, kami mendapatkan 2 hal, pertama adalah pelajaran tentang reformasi atau perubahan yang dilakukan di Polandia, di Eropa Timur maupun akhirnya pada tingkat dunia.

 

Yang kedua, dengan atau melalui pandangan dan pikiran Yang Mulia, kami juga mendapatkan inspirasi untuk melanjutkan perubahan di negeri kami menuju masa depan yang lebih baik.

 

Saya tidak ingin menyimpulkan atau membuat resume, ataupun menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Lech Walesa karena sudah cukup jelas, tetapi saya ingin memetik 2 butir penting.

 

Pertama, di dunia ini akan terus terjadi perubahan, apakah itu ideologi, sistem ekonomi, tatanan dunia, maupun isu-isu besar yang setiap saat datang pada manusia sedunia. Spirit untuk perubahan sendiri adalah milik kita semua, dan oleh karena itu, beliau mengingatkan dengan cerita tadi, kita harus siap beradaptasi dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan itu, agar tidak mengalami shocks ataupun goncangan bahwa perubahan akan terus terjadi. Itu butir pertama yang dapat saya petik dari ceramah beliau.

 

Butir yang kedua, ketika melihat dunia yang menghadapi begitu banyak krisis sekarang ini, ada isu-isu besar, maka memang akhirnya dipertanyakan seperti apa leadership atau kepemimpinan pada tingkat global. Apakah diserahkan pada satu superpower atau kepada negara-negara tertentu saja yang merasa paling kuat. Di sini, saya punya pendapat bahwa yang diperlukan adalah collective leadership, yang berangkat dari tanggung jawab bersama, komitmen bersama, dan kesediaan untuk bersama-sama mencari solusi. Dan bahkan pembicaraan awal saya dengan beliau di Istana Merdeka tadi, kerja sama ini jangan hanya pada saat mengatasi krisis, tetapi juga mencegah terjadinya krisis-krisis baru. Itu pendapat saya terhadap banyak hal yang diangkat oleh beliau tadi.

 

Yang Mulia, sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Terima kasih pula Yang Mulia bersedia untuk melakukan acara seperti ini dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Dan saya berharap Yang Mulia bisa senang tinggal di Indonesia, meskipun hanya beberapa hari. Dan kami ingin melanjutkan persahabatan dengan Yang Mulia secara pribadi, maupun antara Polandia dengan Indonesia. Mari kita berikan tepuk tangan yang paling meriah kepada beliau.

Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI