Sambutan Presiden RI pada Acara Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, 21-10-2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 21 Oktober 2010
Di baca 795 kali

 

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

SIDANG KABINET PARIPURNA

ISTANA BOGOR, 21 OKTOBER 2010


 

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Saudara Wakil Presiden, para Peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,

 

Alhamdulillah, hari ini kita dapat kembali menyelenggarakan Sidang Kabinet Paripurna yang kita laksanakan di Istana Bogor. Mengapa sidang ini kita laksanakan di sini? Sebagaimana Saudara ketahui, tadi pagi kita memperingati Hari Agraria Nasional, 50 Tahun Agraria Nasional. Oleh karena itu, dari sisi teknis sidang ini kita laksanakan di Istana Bogor.

 

Sebelum saya menyampaikan agenda utama dari sidang kita hari ini, yaitu upaya optimasi anggaran negara, saya ingin menyampaikan satu hal, mengapa tadi saya terharu melihat atau menyaksikan saudara-saudara kita, rakyat kecil, para petani yang selama ini tidak punya apa-apa, mereka memiliki sebidang tanah dengan sertifikat. Berarti dengan status hukum yang pasti. Kita lihat luasnya 500 m2. Ini mengubah hidup dan kehidupan keluarga-keluarga itu.

 

Secara statistik, Kepala BPS menyampaikan kepada saya, berarti petani itu berstatus petani gurem, karena memiliki seperempat, 0,25 hektar. Poin saya bukan hanya itu, Saudara-saudara. Banyak tanah terlantar, karena persoalan masa lalu yang harus segera kita selesaikan statusnya, dan kemudian kita daya gunakan untuk kepentingan pembangunan. Pendayagunaan ini tentu harus memenuhi rasa keadilan, harus mempertimbangkan aspek lingkungan, dan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat kita, bagi negara kita. Oleh karena itu, jutaan tanah terlantar yang sudah mulai diidentifikasi, diinventarisasi, saya berharap, para menteri dan pejabat terkait, segera dirampungkan, dituntaskan dengan sebagian kita gunakan untuk kepentingan pembangunan-pembangunan pada sektor tertentu, apakah perkebunan, apakah pertanian, ataupun usaha yang lain. Sebagian lagi dapat kita distribusikan kepada rakyat. Dengan demikian, rakyat kita akan mendapatkan sumber kehidupan, dan Insya Allah tentu akan mengubah kehidupannya.

 

Secara moral, saya kira tidak dibenarkan, manakala ada sebuah wilayah, kemudian di samping ada tanah atau lahan yang digunakan secara produktif, membawa manfaat bagi negara, dan juga kepada rakyat akhirnya. Tetapi ada sekian hektar, sekian ribu hektar, apalagi sekian juta hektar yang itu tidak digunakan apa-apa, terlantar, apalagi menjadi boregh, dijadikan agunan oleh pihak-pihak tertentu, sementara rakyat di sekitar situ memiliki kesulitan dalam kehidupan. Itu secara moral sulit dibenarkan, dan tentu menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat kita. Oleh karena itu, saya sekali lagi, menginstruksikan agar menteri, pejabat terkait yang dulu pernah saya panggil di kantor untuk segera dituntaskan, identifikasi lahan-lahan terlantar itu, dan bekerja samalah, berkoordinasilah dengan pemerintah daerah. Dengan demikian, ada konsep, ada kebijakan, ada program, bagaimana tanah terlantar itu kita gunakan.

 

Tadi juga saya sampaikan kepada Kepala BPN, dan land reforms betul-betul peaceful, damai, tapi juga law-based, dalam arti berlandaskan hukum, diatur dengan kaidah-kaidah hukum dan aturan-aturan lainnya yang jadikan semuanya certain atau pasti. Kita pernah mendengar di banyak negara, land reforms yang disertai dengan kegaduhan sosial, bahkan terjadi kekerasan, korban jiwa, harta, dan sebagainya. Demikian juga, distribusi tanah yang tidak disertai dengan aturan main, pranata atau instrumen hukum, akhirnya justru menyimpan bom waktu, menimbulkan sumber konflik, dan akhirnya terjadi malapetaka yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu sekali lagi, bahwa land reformspeaceful, damai, tertib, kemudian juga berlandaskan aturan hukum yang berlaku. Ada rujukan undang-undang, ada rujukan peraturan pemerintah, peraturan presiden, sampai dengan peraturan daerah. atau reforma agraria ini, harapan saya, betul-betul

 

Kalau itu kita jalankan, akan berubahlah kehidupan di negeri ini, seluruh tanah air, pelosok-pelosok negeri, karena semua anak negeri ini akan merasa mendapatkan keadilan, dan dengan demikian, tidak harus selalu bergantung kepada negara, bergantung kepada pemerintah, tapi mereka juga punya sumber-sumber bagi kehidupannya. Saya berharap program reforma agraria ini juga dibarengi atau lebih disukseskan dengan scheme Kredit Usaha Rakyat yang tentu juga akan bisa menggerakkan ekonomi mikro dan ekonomi kecil, usaha mikro, usaha kecil.

 

Manakala rakyat kita secara bertahap mendapatkan sumber kepemilikan tanah, lantas mereka kita berikan pinjaman permodalan dengan scheme Kredit Usaha Rakyat, dan kemudian ditambah lagi dengan pemberian keterampilan dengan menghidupkan BLK-BLK di kabupaten dan kota, maka sesungguhnya kita telah memberikan faktor-faktor produksi bagi mereka. Dengan faktor produksi itulah, diharapkan mereka akan lebih berdaya. Dengan demikian, tidak lagi pengentasan kemiskinan ini harus selalu dengan program-program yang membuat mereka serba tergantung kepada pemerintah.

 

Saudara-saudara,

 

Konsep dan arah ini, mari kita tempuh dan kita jalankan, dengan demikian sustainable sifatnya, kemudian betul-betul memberdayakan rakyat kita dalam arti yang sesungguh-sungguhnya. Faktor lain, seperti pendidikan dan kesehatan, itu juga faktor yang sangat penting. Saya sering mendengar percakapan di televisi atau talk show, artikel di media cetak, percakapan di warung kopi tentang sejauh mana kita telah bisa menurunkan angka kemiskinan.

 

Saudara-saudara,

 

Banyak yang tidak paham, seolah-olah angka kemiskinan itu bisa turun setiap tahun 2-3%, begitu. Saya kira kalau kita mempelajari pengalaman negara-negara lain, negara-negara berkembang yang bergulat untuk mengurangi kemiskinannya, itu tidak selalu mudah untuk secara drastis mengurangi angka kemiskinan itu.

 

Saya pernah membaca satu studi, satu penelitian bahwa yang dikatakan baik itu, apabila setiap tahun angka kemiskinan bisa turun 0,3% atau lebih tinggi, sehingga dalam sepuluh tahun, sebuah negara yang belum berkembang, negara yang miskin, secara sistematis bisa mengurangi kemiskinannya. Kalau negara kita tahun 2000, angka kemiskinan sekitar 16,9%, kemudian tahun 2010, berapa? 13,3%, itu berarti ada selisih sekitar 3,6% dalam waktu enam tahun. 3,6 dibagi 6 berarti 0,6%. Sebenarnya itu masuk rasio bahwa kita bisa menurunkan kemiskinan. Tetapi tentu harapan kita lebih besar lagi, lebih signifikan lagi pengurangan angka kemiskinan.

 

Mengukur kemiskinan itu pun juga dengan ukuran yang berbeda-beda dari satu negara ke negara yang lain, meskipun ada yang sifatnya universal. Tidak bisa menurut pendapat saya, hanya dilihat dari income per capita atau penghasilan orang-seorang.

 

Saya pernah membaca rumusan atau definisi dari World Bank, yang mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut. Orang yang miskin itu adalah orang yang sulit untuk mendapatkan kecukupan pangan untuk kehidupan sehari-harinya, tidak ada cukup makanan untuk dimakan. Yang kedua, kalau sakit, tidak bisa berobat. Yang ketiga, tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya. Yang keempat, tidak punya pekerjaan yang pantas atau yang tetap, atau kalau punya pekerjaan, penghasilannya sangat kecil. Yang kelima, tidak punya tempat atau rumah yang relatif layak.

 

Jadi, seraya kita mendorong pertumbuhan perekonomian yang lebih adil, yang lebih inklusif, dengan harapan penghasilan orang-seorang, penghasilan keluarga demi keluarga meningkat, maka ada satu sasaran yang langsung kita arahkan, misalnya yang tadinya tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya, kita bikin bisa menyekolahkan dengan bantuan untuk sekolah. Yang tadinya tidak bisa mengobati anggota keluarganya kalau sakit, kita bikin dia bisa berobat dengan jaminan kesehatan. Yang tadinya hampir tidak punya penghasilan, ada yang namanya BLT Bersyarat. Yang tadinya kalau ada musibah, ya sudah hilang segala-galanya, kita bikin ada bantuan bagi mereka yang terkena bencana.

 

Mungkin itu kita jalankan, memahami definisi kemiskinan tadi, sambil dalam jangka panjang, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, itu semua bisa kita dongkrak menjadi makin sejahtera, makin sejahtera. Connected to that, berkaitan dengan itu, kalau program reforma agraria beserta Kredit Usaha Rakyat, beserta pemberian keterampilan itu kita jalankan, satu-dua-tiga-empat-lima tahun ini, saya yakin bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan akan berjalan lebih cepat dan lebih efektif lagi.

 

Itulah yang saya maksudkan tadi dalam sambutan saya di Hari Agraria Nasional tadi. Saya berharap ini juga menjadi directions, menjadi semacam kebijakan dasar untuk menyempurnakan kita punya program pengurangan kemiskinan.

 

Saudara-saudara,

 

Dengan pengantar itu, saya ingin masuk pada agenda persidangan hari ini, yaitu upaya untuk melakukan optimasi anggaran. Saya ingin memberi contoh, bahwa sebenarnya kita masih bisa berbuat banyak dengan anggaran negara ini. Di Lembaga Kepresidenan, sejak tahun 2005 sampai tahun 2009, kami selalu mengembalikan anggaran, mulai yang paling rendah 50 milyar sampai yang paling tinggi 80 milyar per tahun. Atas dasar pengalaman itu, saya meminta Menteri Sekretaris Negara bersama-sama dengan elemen yang ada di Lembaga Kepresidenan, termasuk Sekretariat Presiden, dulu namanya Rumah Tangga Presiden, coba dilihat dari pagu indikatif, dari DIPA yang dulu ditetapkan dan pembelanjaan yang riil, the real spending tiap tahun, apa bisa kita lakukan penghematan secara signifikan? Setelah kita exercise, kita lihat satu per satu, sampai sekecil-kecilnya, dengan belajar dari pengalaman selama lima tahun ini, apa yang sesungguhnya kita keluarkan dan apa yang direncanakan dulu, maka kesimpulannya, Mensesneg melaporkan kepada saya hari ini, bisa di hemat 10,47%. Itu setara dengan 200 milyar lebih per tahun anggaran 2011.

 

Saya yakin, kementerian dan lembaga yang Saudara pimpin, ini pun bisa dilakukan hal yang sama. Saya yakin, di daerah-daerah, provinsi, kabupaten, dan kota bisa juga dilakukan hal yang sama.

 

Saya sudah menyampaikan kepada Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MA, Ketua MK, Ketua BPK, dan Ketua Komisi Yudisial beberapa hari yang lalu, saya mengajak juga di lembaga yang dipimpinnya juga melakukan optimasi dan penghematan.

 

Kalau semua bisa kita lakukan, Saudara-saudara, yang memang betul-betul kita optimalkan, kita efisienkan, dan angka itu bisa kita peroleh misalnya 10% saja penghematan bisa kita lakukan atau katakanlah optimasi bisa kita lakukan, maka dari sekitar 1.100 trilyun lebih kita punya APBN, yang termasuk anggaran kementerian, lembaga, dan daerah itu sekitar 600 trilyun, 10% dari 600 trilyun setara dengan 60 trilyun. 60 trilyun itulah yang bisa kita gunakan untuk banyak hal yang selama ini barangkali kita tutup dengan hutang. Kalau itu menyangkut alutsista TNI, kita tutup dengan kredit ekspor yang itu juga hutang, yang selama inilah barangkali angka defisit kita menjadi tidak turun-turun. 60 trilyun, misalnya betul-betul 10% kita bisa lakukan, optimasi, maka ini sudah sangat luar biasa, dalam arti kita bisa mengurangi defisit yang memang tidak diperlukan. Defisit manakala itu solusi, membawa kebaikan, harus bisa kita terima. Tapi kalau itu karena pemborosan atau mismanagement, dan itu bisa kita hilangkan, maka manfaatnya kita bisa mencegah untuk terus berhutang atau bahkan bisa menyusutkan hutang kita secara signifikan.

 

Saya minta perhatian yang sungguh-sungguh atas ini semua, untuk sebuah gerakan optimasi di pusat maupun di daerah. Saya sudah menugasi Kepala UKP4, Kepala BPKP, kemudian juga Mendagri untuk merumuskan bagaimana kita bisa melakukan optimasi pada jajaran pemerintahan pusat maupun daerah.

 

Saudara-saudara,

 

Ini baru satu sisi dari penggunaan anggaran negara yang tepat. Sisi lain yang harus kita lihat adalah sisi penerimaan. Saya telah berbincang-bincang dengan Ketua BPK. Kami bersetuju perlu dilakukan audit bagi penerimaan negara, apakah sudah benar angka penerimaan negara yang kita dapatkan sekarang ini, baik penerimaan negara pajak maupun penerimaan negara bukan pajak. Siapa tahu, dari sisi penerimaan ini pun sesungguhnya masih bisa kita tingkatkan. Bayangkan, kalau tahun-tahun mendatang kita bisa meningkatkan sisi penerimaan negara, revenue, kemudian kita bisa optimalkan sisi pembelanjaan, maka paduan dari itu akan netonya adalah sebuah surplus, sebuah angka yang bisa jadi itu akan membuat APBN kita makin sehat, makin sustainable, dan memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan-pertumbuhan baru.

 

Itu adalah pemikiran dasar. Dan saya berharap kita bisa melakukan dengan serius. Mengapa? Saya amati tampaknya ada yang sangat bisa kita efisienkan. Saya monitor, saya mempelajari, saya mendapatkan SMS banyak sekali, yang sebenarnya masih jauh bisa kita hemat, rapat-rapat, biaya administrasi, kegiatan kementerian, lembaga pusat dan daerah, perjalanan dinas, apa pun, ternyata masih banyak yang bisa kita efisienkan, bisa kita optimalkan. Apa harus setiap pertemuan, rapat, workshop itu di hotel-hotel? Apakah tidak digunakan fasilitas yang ada di perkantoran, di gedung-gedung itu? Ini  sebagai contoh. Demikian juga, apakah mobilitas pejabat, petugas negara itu seperti itu.

 

Kalau memang gajinya belum mencukupi, kita bisa pertimbangkan dengan sistem barangkali remunerasi atau apa pun, tapi tidak dengan akal-akalan, siasat-siasatan yang ternyata keborosannya berlipat ganda. Kita harus fair. Kalau memang gajinya kurang, tidak sesuai dengan tanggung jawab dan jabatannya, kita bisa berpikir ke arah itu. Tetapi pos itu harus pas. Tujuannya harus pasti. Dengan demikian, tidak membuka ruang, loopholes, bagi penyimpangan ataupun pembocoran dan pemborosan.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau kita tidak mulai dari sekarang, tidak akan pernah ada berubah. Oleh karena itu, saya memberi kesempatan kepada para menteri, pimpinan lembaga, saya ingin sampaikan juga nanti kepada gubernur, bupati, dan walikota untuk melakukan semuanya, yang pas. Kalau memang ada anggaran, kebutuhan yang memang diperlukan, kita dukung penuh selama anggaran itu ada dan membawa manfaat, apakah pembangunan atau pemerintahan umum. Tapi yang nyata-nyata kita mengatakan, "Ah, ini memang berlebihan, Pak. Ini memang boros, Pak. Ini memang tidak kita perlukan." Sekaranglah menghentikan semuanya itu. Dengan demikian, kita bisa menyelamatkan banyak hal.

 

Saya mengajak dengan terlebih dulu memberikan contoh. Saya juga berharap semangat ini juga ada di Dewan Perwakilan Rakyat, untuk tidak semudah itu menaik-naikkan defisit, yang akhirnya ya berkaitan dengan hutang baru. Tapi sebaliknya dengan meningkatkan sisi penerimaan, mengefisienkan, dan mengoptimalkan pembelanjaan. Dengan demikian, sekali lagi anggaran kita menjadi sehat, sustainable, dan membawa kemajuan.

 

Saudara-saudara,

 

Itulah yang menjadi agenda pertama dari persidangan kita hari ini. Sedangkan agenda yang kedua, saya ingin menyampaikan secara ringkas karena ini masih akan berlanjut. Ini kemarin ketika saya berkunjung ke Papua Barat, ke Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, yang terkena musibah bukit longsor dan banjir bandang. Saya berbicara dengan Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, dan Gubernur Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Saya bertemu dengan empat gubernur itu, dan secara substantif membicarakan bagaimana pembangunan daerah ke depan, sebagai bagian dari pembangunan yang berdimensi kewilayahan.

 

Saya melihat sebenarnya banyak potensi di wilayah di daerah, yang harus segera kita daya gunakan. Kita kembangkan dengan konsep, strategi, kebijakan, dan rencana aksi yang pasti untuk pengembangan wilayah-wilayah kita ini, antara lain, yang sudah kita bahas dulu mengembangkan atau membangun konektivitas. Kuncinya infrastruktur, transportasi, telekomunikasi, dan yang lain-lain.

 

Yang kedua, ide untuk mengembangkan cluster-cluster ekonomi, cluster-cluster industri. Meskipun namanya industrial cluster, tolong dibaca, aktivitas di situ bisa yang sifatnya manufacture, bisa sifatnya agro-industry, bisa sifatnya jasa.

 

Kalau semuanya itu direncanakan secara sangat serius tahun-tahun mendatang. Kita integrasikan sekaligus konektivitas dalam pengembangan cluster-cluster industri itu, termasuk infrastrukturnya, termasuk scheme pembiayaannya, mana yang private, mana yang government, mana yang daerah mampu, mana yang kita bantu dari pusat, mana yang jangka menengah, mana yang jangka panjang. Saya kira kita akan punya cetak biru, kita punya master plan jangka menengah dan jangka panjang, yang segera bisa kita mulai.

 

Saya sudah melihat antusiasme, semangat, keinginan dari para gubernur itu untuk membangun cluster-cluster ekonomi di wilayahnya. Contoh, Gubernur Papua Barat mengatakan kepada saya, "Pak Presiden, kita kan kekurangan daging sapi, kekurangan kedelai. Kami siap. Tanahnya ada. Mengapa tidak provinsi kami menjadi pusat untuk kedelai dan peternakan. Dan kalau bisa juga ada semacam industri semen, karena semen di Papua harganya luar biasa mahalnya. Papua dan Papua Barat itu satu sak bisa mencapai Rp 1,5 juta, semen, karena semua didatangkan dari Jawa, dari Makassar." Kalau itu bisa dihasilkan oleh local industrial cluster, maka akan sangat efisien. Keseluruhan logisitik nasional juga akan sangat kompetitif. Ini contoh. Belum provinsi-provinsi yang lain. Oleh karena itu, kalau tidak segera kita mulai, tak akan pernah datang.

 

Ketika kita sudah punya konsep, hampir pasti private sector di negeri sendiri juga akan tergerak, akan merasa ada opportunity, akan merasa bisa juga berkontribusi dalam pembangunan itu, mitra-mitra kita dari negara sahabat, manakala sangat kita perlukan, di samping memberikan kesempatan kepada private sector dalam negeri sendiri juga punya arah, punya tujuan, ingin investasi di mana, di Indonesia ini.

 

Ingat Saudara-saudara, saya membaca pada bulan Ramadhan kemarin, sejumlah analisis, prediksi dari banyak pusat kajian di dunia tentang negeri kita. Saya tidak ingin melebih-lebihkan, juga bukan soal menyenang-nyenangkan, tapi bacalah, itu orang luar, dunia melihat opportunity yang ada di Indonesia sekarang dan masa depan. Begitu negeri ini, pemerintah itu punya konsep, punya master plan, punya policy, maka semua investasi itu punya arah, bukan kita ke sana, ke mari, ke Eropa, ke Timur Tengah, ke Amerika, kemudian kita juga tidak bisa menyampaikan apa something to offer, begitu.

 

Kalau ini semuanya sudah kita persiapkan pusat dan daerah, integrated master plan, saya yakin akan lebih punya arah lagi semua investasi yang akan terjadi di negeri kita. Saya memberikan kesempatan kepada Menko Perekonomian selama 3 bulan. Akhir Desember, saya ingin ada presentasi, saya sudah melihat beberapa paper hasil kajian selama setahun, selama setengah tahun dari berbagai pihak, termasuk mitra-mitra kita dari negara sahabat. Tolong kita bikin sendiri, kita punya master plan. Dan Insya Allah nanti, pada awal tahun depan sudah mulai kita tetapkan mau kita apakan negeri kita ini, untuk sebuah percepatan dan identifikasi pembangunan.

 

Kalau sudah sampai di situ, titipan saya satu, sebagaimana perasaan kita ketika melihat petani mendapatkan sebidang tanah, 500 m2 tadi. Sentra pertumbuhan nantinya yang Insya Allah terjadi di negeri kita, meskipun tidak segera, mungkin perlu waktu 5, 10, 15 tahun, sekaligus integrasikan dengan apa yang didambakan oleh rakyat di situ, rakyat sekitar. Dengan demikian, kalau itu terjadi, maka ya kemajuan dicapai, rakyat di sekitar itu bersama-sama tumbuh dalam kemajuan itu.

 

Itulah Saudara-saudara, dua agenda yang ingin saya sampaikan. Dan setelah ini, kita break sebentar, agar kesempatan pada rekan-rekan wartawan memberikan kesempatan kelanjutan sidang ini.

Â