Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional VI APKASI Th.2010, 19 Januari 2010

 
bagikan berita ke :

Selasa, 19 Januari 2010
Di baca 860 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PEMBUKAAN RAPAT KERJA NASIONAL VI

ASOSIASI PEMERINTAH KABUPATEN SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

PADA TANGGAL 19 JANUARI 2010

DI MADIUN, JAWA TIMUR

 

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakaatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Saudara Kepala Staf TNI Angkatan Udara, para pimpinan Lembaga-Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan dan unsur DPR RI, Saudara Gubernur Jawa Timur, Saudara Bupati Madiun, dan para pejabat negara yang bertugas di Jawa Timur, baik dari unsur eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun TNI dan Polri,
Saudara Ketua APKASI beserta pengurus APKASI, dan para bupati, anggota APKASI,

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, atas perkenan, rahmat, dan ridhonya kita semua masih diberikan kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Kita juga bersyukur ke hadirat Allah SWT, hari ini dapat bersama-sama menghadiri pembukaan Rakernas APKASI yang ke-6 tahun 2010.

Saya mengucapkan selamat datang bagi peserta yang berasal dari luar Madiun, luar Jawa Timur, dan selamat melaksanakan Rakernas. Saya berharap, Rakernas

ini menghasilkan sesuatu yang baik, yang ditandai dengan daerah Saudara, kabupaten-kabupaten yang Saudara pimpin, yang lebih maju dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih tinggi di masa depan.

 

Biasanya, meskipun yang diundang adalah bupati, tapi rombongannya lebih dari tiga, lima, tujuh, bagi saya sekali-sekali tidak apa-apa, asalkan pada saat melaksanakan Rakernas seperti ini, saling berbagi pengalaman, saling menimba pengetahuan, saling memberikan inspirasi dan motivasi. Dengan demikian, Saudara kembali ke kabupaten masing-masing, muncul pikiran-pikiran baru, gagasan-gagasan baru, kreasi-kreasi baru, untuk memajukan daerah Saudara. Saya sendiri setiap kali menghadiri pertemuan puncak di luar negeri, misalnya pertemuan puncak ASEAN, pertemuan puncak APEC, pertemuan puncak G-20, bertemu dengan sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan di dunia ini, kami saling belajar, saling menimba pengalaman, saling berbagi pengetahuan, yang bagi saya akan saya gunakan untuk meningkatkan pembangunan di negeri ini.

 

Hadirin sekalian, peserta Rakernas yang saya cintai,

 

Sebagaimana Saudara ketahui bahwa sebelum dilaksanakan Rakernas APKASI ini, sejak akhir Oktober tahun 2009 yang lalu telah dilaksanakan berbgai kegiatan penting yang Saudara semua juga hadir, di antaranya adalah Temu Nasional, National Summit, yang sangat penting untuk memberikan arah dan agenda yang tepat dalam pembangunan di negeri ini lima tahun mendatang. Saudara juga hadir dalam acara Musrenbangnas, memberikan kontribusi, memberikan rekomendasi agar kebijakan pemerintah pusat itu betul-betul tepat untuk lima tahun mendatang. Yang belum lama dilaksanakan, saya juga telah menyerahkan DIPA tahun 2010 yang dalam hal ini saya serahkan kepada para gubernur, yang dalam kelanjutannya Saudara-Saudara juga menerima DIPA.

 

Dalam mengimplementasikan anggaran itu, Saudara telah diberikan tuntunan dan arahan bagaimana anggaran itu dilaksanakan secara tepat, sehingga mencapai tujuan dan sasaran yang telah kita tetapkan. Dan yang terakhir sebagaimana sebagian dari Saudara sudah mengetahui, saya telah memutuskan yang disebut dengan RPJMN 2010-2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk lima tahun mendatang. Yang itu menjadi rujukan karena lima tahun mendatang atas dasar perkiraan strategis telah kita tetapkan visi, strategi, dan kebijakan dasar, termasuk sumber daya, di dalamnya anggaran yang akan kita keluarkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan lima tahun mendatang. Saya berharap kesemua dokumen strategis itu, termasuk instruksi dan arahan saya, Saudara-Saudara laksanakan untuk keberhasilan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Pada kesempatan yang baik ini, sebelum saya menyampaikan directives dan instruksi yang khusus saya sampaikan pada Rakernas APKASI ini, saya ingin mengingatkan kembali tujuh instruksi saya yang masih berlaku bagi Saudara yang memimpin pembangunan di daerah, dan ini juga berlaku bagi para Gubernur, para Bupati, dan para Wali Kota tiada lain adalah tujuh prioritas yang tidak boleh Saudara tinggalkan. Pertama, saya ingin Saudara-saudara terus berupaya untuk mengurangi kemiskinan. Kedua, mengurangi pengangguran. Ketiga, meningkatkan pendidikan. Keempat, meningkatkan kesehatan. Kelima, meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerah Saudara. Keenam, terus melaksanakan reformasi birokrasi dan gerakan pencegahan serta penindakan terhadap tindak pidana korupsi. Dan yang ketujuh, yang tidak kalah pentingnya, terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat atau pelayanan publik. Tujuh prioritas itu harus terus Saudara laksanakan, dan ketika saya datang berkunjung nanti ke Kabupaten-Kabupaten yang Saudara pimpin, yang pertama-tama harus dilaporkan kepada saya adalah tujuh prioritas itu.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Kita mendengar tadi ikrar yang dibacakan oleh 10 bupati yang mewakili para bupati yang lain yang tergabung dalam APKASI. Saya betul-betul mengucapkan penghargaan yang tinggi karena lima butir itu pas benar, cocok benar, klop benar dengan apa yang menjadi tujuan dari pemerintahan kita dan bahkan negara kita.
Pertama, Saudara berikrar untuk terus membangun pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Akuntabel artinya bertanggung jawab, termasuk pertanggungjawaban dari segi keuangan dan penggunaan anggaran. Yang kedua, Saudara berikrar untuk terus meningkatkan reformasi birokrasi dan pelayanan publik, sama dengan salah satu tujuh instruksi saya tadi. Saudara juga ingin terus mengembangkan otonomi daerah dalam gerak pembangunan, dalam bingkai NKRI.

 

Sepuluh tahun yang lalu, tahun 2000, waktu itu saya masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, saya diminta untuk memberikan pidato kunci yang berjudul "Implementasi dari Desentralisasi dan Otonomi Daerah" yang berkaitan terutama dengan sektor pertambangan dan energi. Waktu itu, saya ingatkan kepada kita semua, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten dan kota, bahwa sistem desentralisasi dan otonomi daerah itu dalam bingkai NKRI, negara kesatuan, sistem kesatuan, unitary system. Berbeda sekali dengan sistem konfederasi. Konfederasi itu ada negara-negara bagian bergabung, kemudian negara bagian itu memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. Yang ngatur adalah negara-negara bagian. Tentu bukan itu sistem negara kesatuan. Kalau yang disebut sistem federasi, negara-negara bagian bersatu, kemudian ada pemerintah federal, dan kemudian ditata. Pembagian kewenangan dan kekuasaannya tetap dalam sistem federasi. Masing-masing negara bagian otonom.

 

Negara kita sebagai amanah dan bagian dari konsensus dasar kita, Indonesia sampai kapanpun akan memegang teguh dan mengimplementasikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, maka desentralisasi dan otonomi daerah itu tetap dalam bingkai sistem negara kesatuan, NKRI. Oleh karena itu, tepat kalau ini diikrarkan kembali, jangan sampai pikiran kita dicangkokkan oleh pandangan-pandangan dari negara lain yang sistemnya adalah sistem negara federal, atau bahkan mungkin sistem konfederasi. Yang keempat, Saudara bicara MDGs. Bagus, ini tekad dan ikrar manusia sejagat, termasuk negara kita. Dan yang kelima, saya senang para bupati makin peduli terhadap upaya penyelamatan bumi dari pemanasan global dan perubahan iklim. Iklim yang ekstrim mendatangkan malapetaka bagi kehidupan kita, merusak pertanian, menimbulkan bencana, dan sebagainya.

 

Yang penting ikrar itu jangan sampai tahun depan atau sampai lima tahun mendatang, sampai pilkada lagi, masih tetap sebagai ikrar, Saudara harus menjalankannya. Contoh, contoh saja, Saudara sepakat ingin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Era yang ada sekarang ini, apa yang saya mintakan kepada para menteri, LPND, BUMN, pemerintah daerah, lakukan upaya menjemput bola yang disebut dengan mobile service, pelayanan bergerak. Geraknya bisa dengan mobil, bisa dengan motor, bisa dengan jalan kaki. Banyak saudara-saudara kita tidak tahu kalau harus mengurus entah SIM, entah KTP, entah akte kelahiran, dan sebagainya, sertifikat tanah, begitu. Ada juga yang ingin mengurus, tapi tidak tahu bagaimana caranya atau tempatnya sangat jauh di ujung-ujung daerah. Dan dalam hal itu, negara, dalam hal ini pemerintah, termasuk pemerintah daerah, melakukan upaya jemput bola, melaksanakan pelayanan bergerak, sehingga menjangkau mereka yang dalam bahasa Inggris disebut to reach the unreached, menjangkau mereka yang selama ini tidak terjangkau. Ini contoh. Dari ikrar itu, implementasinya seperti itu.

 

Yang kedua, Saudara mengatakan MDGs. Berapa tujuan MDGs itu? Delapan. Saya ambil contoh saja. Contoh yang pertama, untuk mencegah, memerangi, mengurangi, yang disebut dengan kemiskinan yang ekstrim dan juga kelaparan, extreme poverty and hunger. Saya tidak ingin dengar lagi, ada provinsi yang provinsi itu sebetulnya lumbung pangan, tetapi ada dua kecamatan masuk koran, jadi pembicaraan di talkshow, mengalami kurang gizi. Kalau provinsi itu memang sulit mendapatkan sumber-sumber pangan karena keadaan tanahnya, keadaan ekonominya, bisa dimengerti. Tapi provinsinya lumbung padi, lumbung pangan, ada dua kecamatan yang dari tahun ke tahun mengalami kekurangan gizi. Ada yang salah, entah sistem, entah pembinaan, entah kebijakan, entah kepemimpinan.

 

Ternyata, yang sampai kepada saya, "Pak Presiden," ini laporan Pak Gubernur itu, "dari dulu memang gaya hidup, pengetahuan saudara-saudara kita di dua kecamatan itu begitu. Uangnya ditabung untuk naik haji, untuk yang lain-lain. Akhirnya, makanan  untuk  bayinya kurang, untuk   anak-anaknya kurang.  " Kalau

sudah tahu masalahnya seperti itu, dilakukan upaya untuk mengubah. Mengubahnya tidak seperti membalik telapak tangan, tidak instan seperti mie instan, kita siram air langsung bisa dimakan, bukan seperti itu. Tetapi harus dimulai, pendidikannya, pengawasannya, pemberian contohnya, dan sebagainya. Itu baru langkah nyata untuk mencapai delapan tujuan millennium. Perubahan iklim. Semua mengatakan climate change, global warning, dari presiden sampai yang paling depan, kepala desa. Tapi, desa itu sampahnya berantakan, daerahnya kering kerontang, parit-paritnya tersumbat, kebakaran sudah lima hari dibiarkan saja. Mana upaya untuk menghadapi climate change, untuk mencegah global warning? Wujudkan secara nyata.

 

Kemarin saya bersama Pak Gubernur, Pak Bupati, dan teman-teman yang lain, menteri terkait, menuju ke Bendungan Bening di Saradan, salah satu proyek Daerah Aliran Sungai Brantas, DAS Brantas. Kita menanam pohon, kita melepas benih ikan sejumlah 150 ribu. Contoh saja. Saudara bisa melakukan contoh-contoh yang lain untuk menghadapi perubahan iklim.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Saya ingin menyampaikan kepada Saudara, apa yang menjadi pengalaman kita lima tahun yang lalu, terutama saya ketika memimpin negara ini pada periode pertama lima tahun yang lalu, banyak yang saya pelajari. Ada keberhasilan, ada kekurangberhasilan, ada capaian, masih ada pekerjaan rumah seperti itu, maka dalam periode kedua saya, periode terakhir ini, saya ingin melakukan perubahan-perubahan yang fundamental dalam arti perbaikan bersama-sama dengan Saudara. Saya tahu, selama lima tahun saya memimpin, para gubernur, bupati, dan wali kota telah berbuat yang terbaik, berikhtiar, berupaya. Masalahnya sering tidak mudah, saya tahu. Oleh karena itu, apa yang saya amati lima tahun yang lalu itu mari kita jadikan salah satu pedoman untuk mencari solusinya, mencari jalan keluarnya.

Yang saya lihat, ada sejumlah hambatan, ada sejumlah permasalahan. Pertama, yang disebut dengan kemacetan-kemacetan atau bottlenecking, macet, nggak bergerak tumpang-tindih: tanah, tata ruang, perizinan, pusat-daerah, ribut antar departemen, ribut antar daerah, dan sebagainya. Tidak bergerak itu proses, itu mekanisme. Akhirnya, pembangunan tidak bisa berjalan dengan baik. Itu yang saya sebut dengan bottlenecking.

 

Yang kedua, ternyata kita menambah infrastruktur, kita menambah produksi pangan, kita meningkatkan listrik, dan ini, dan itu, ternyata apa yang kita bangun itu kalah cepat dengan keperluan masyarakat. Dalam teori ekonomi, kalau kita memberikan pembekalan, penawaran, pengadaan, itu supply. Yang diperlukan oleh masyarakat, oleh daerah, itu anggaplah demand. Yang betul adalah antara supply dengan demand itu pas. Yang tidak betul kalau ada mismatch. Yang terjadi mismatch, karena memang luar biasa kenaikan ekonomi kita setelah kita pulih dari

 

krisis dulu 1998, seperti itu. Akhirnya, demand lebih tinggi dari supply. Lima tahun mendatang, harus kita tingkatkan sasaran dari supply itu, apa yang kita bangun, termasuk infrastuktur, produksi pangan, kemudian energi, dan sebagainya.
Persoalan yang ketiga adalah muncul permasalahan baru, selalu, baik dari aspek global maupun yang muncul di dalam negeri kita. Atas dasar identifikasi itulah, agar pembangunan kita di seluruh tanah air makin baik, maka pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu II menyusun program 100 hari. Itulah duduk persoalan itulah latar belakang, itulah konteks mengapa ada program 100 hari. Ini lazim juga dilakukan oleh pemerintahan negara-negara yang lain.

 

Program 100 hari itu ya program 100 hari, dengan prioritas, dengan agenda, pertama adalah tadi itu; menghilangkan sumbatan, debottlenecking, dengan cara yang bisa kita selesaikan, selama 100 hari kita selesaikan. Sebentar lagi para menteri akan menjelaskan apa saja debottlenecking yang sudah selesai. Kalau tidak mungkin diselesaikan dalam 100 hari, tumpang tindih tanah, tata ruang yang belum baik, perizinan yang saling bertentangan, maka sudah kita rumuskan bagaimana solusinya, bagaimana kerangkanya, yang insya Allah dalam tahun 2010 akan segera kita selesaikan. Listrik byar pet, sudah ketemu sekarang. Dari segi anggaran, dari segi siapa menambah berapa mega watt, dan dengan aturan seperti apa. Kita berharap, sekali lagi kita berharap dengan kerja sama kita, tahun 2010 ini byar pet itu bisa kita atasi, dan terus kita bangun 10 ribu mega watt berikutnya lagi untuk memenuhi keperluan pembangunan di negeri kita. Jadi, pertama dalam 100 hari debottlenecking.

 

Yang kedua, rencana lima tahun mendatang harus lebih realistik. Berangkat dari pengalaman lima tahun yang lalu, ternyata kita merasa sudah mencapai banyak hal, keperluan terus meningkat, sebagai bagian, ini good news-nya, adalah ekonomi yang tumbuh di seluruh Indonesia, termasuk di kabupaten-kabupaten Saudara. Ini yang harus kita atasi.

 

Yang ketiga, dalam 100 hari kita mengundang semua: LSM, ekonom, dunia usaha, pengamat, para pimpinan daerah, semua. Apa yang harus kita lakukan lima tahun mendatang, itu kita rampungkan 100 hari. Saudara sudah saya jelaskan apa saja tadi.

 

Dan yang keempat, harus ada quick wins, hasil cepat, hasil nyata. Mengukur keberhasilan program 100 hari, ya mengukur apakah 45 sasaran dengan 15 program utama itu dicapai atau tidak. Sebentar lagi akan dijelaskan kepada rakyat, apa saja yang telah dicapai dalam program 100 hari ini.

 

Ini saya jelaskan, banyak sekali kesalahpengertian. Ada yang mengerti, pura-pura tidak mengerti. Sambil menyampaikan kepada pihak lain, ada yang memang barangkali belum mengerti, kita bikin mengerti. Program 100 hari tidak mengambil alih program lima tahun. Cara mengukur keberhasilan 100 hari jangan mengukur

 

sasaran sampai 2014. "Mana, katanya 7% bisa kita capai 2014? Kok 100 hari belum bisa?" misalnya. Kemarin, saya mendengarkan laporan dari Gubernur Jatim tentang program 100 hari, bagus. Saya kira gubernur yang lain, bupati juga melakukan seperti itu. Jadi, jangan seperti ini, "Pak SBY, ini pemerintah harus turun." "Lho, kenapa?" "Sudah diberi waktu 100 hari, belum bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia." Kalau pemahamannya begitu, tidak ada saya kira, entah bupati, entah gubernur, entah presiden yang dipilih secara demokratis oleh rakyatnya, dikasih waktu lima tahun, harus rampung dalam waktu 100 hari. Ini saya jelaskan kepada Saudara untuk mengerti, itulah sistem, itulah aturan, itulah logika. Masyarakat yang maju, masyarakat yang memiliki the power of rations yang tinggi, daya nalar yang tinggi, common sense, dan logika. Itu cara-caranya. Peradaban yang maju, advanced civilization, juga seperti itu. Mari kita bangun rakyat kita, masyarakat kita, untuk memiliki karakter seperti itu.


Saudara-saudara,

 


Setelah saya sampaikan yang tadi itu, termasuk apa yang dulu saya sampaikan dalam pertemuan di tingkat summit, kemudian Musrenbangnas dan DIPA, maka ada lima hal yang ingin saya sampaikan kepada Saudara dalam kesempatan yang baik ini. Ini saya tujukan langsung pada APKASI dan para bupati. Yang punya ingatan luar biasa, boleh diingat. Yang kadang-kadang lupa seperti saya, tidak dilarang untuk mencatat. Silakan mempersiapkan catatannya. Pertama, teruslah memajukan daerah dan masyarakat yang Saudara pimpin. Saya sudah menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas capaian seperti ini. Kalau secara nasional ada capaian-capaian, ada prestasi, berarti Saudara semua yang menyumbang prestasi itu. Teruskanlah bekerja secara all out. All out itu ya sungguh-sungguh, ya habis-habisan, ya siang dan malam, dan sebagainya. Jangan terganggu oleh barangkali komentar-komentar miring, kecaman-kecaman yang tidak berdasar.

 

Kritik yang membangun harus diterima. Saya banyak mendengar pandangan, kritik, kecaman, apa yang menjadi tema unjuk rasa, ataupun yang muncul di media massa, atau surat yang disampaikan kepada saya, termasuk SMS dari rakyat. Banyak yang kita gunakan untuk menyempurnakan kebijakan dan program-program kita. Tapi kalau Saudara sendiri menganggap, "Ini kok aneh. Kecamannya kok aneh. Komentarnya...." Sudahlah, fokus pada bekerja, berupaya, menjalankan tugas untuk rakyat. Orientasi Saudara, orientasi kita, langsung untuk kepentingan rakyat kita. Kalau itu yang kita lakukan, Insya Allah tidak salah dan kita makin ke depan makin bisa berbuat yang lebih baik lagi untuk rakyat kita. Itu yang pertama.

 

Yang kedua, jika secara nasional, beberapa kali saya menyampaikan, Indonesia agar bisa menjadi negara maju di abad 21 ini, sekaligus negara yang bermartabat dan yang sejahtera, maka kita punya persyaratan; yaitu,  bangsa ini harus memiliki

daya saing yang lebih tinggi, memiliki kemandirian yang lebih tinggi, dan memiliki peradaban yang unggul dan mulia.

 

Apa implementasinya pada tingkat daerah, tingkat Saudara? Kalau kita ingin punya daya saing, ekonomi bergerak, salah satu contoh konkrit: bikin iklim investasi Saudara baik. Boleh bersaing dengan tetangga-tetangga, kalau kabupaten tetangga saya itu ada moto "Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah," kabupaten saya justru "Kami akan mempermudah setiap urusan." Tapi dijalankan betul. Yang disampaikan Pak Gamawan Fauzi, sistem perizinan satu pintu, ya dilaksanakan betul. Itu contoh daya saing. Investasi akan tumbuh, usaha bergerak, PAD meningkat, Saudara bisa menciptakan lapangan pekerjaan, akhirnya pengangguran berkurang, kemiskinan berkurang, dan sebagainya.

 

Kemandirian, mulailah di tempat Saudara, barangkali pangan. Jangan biarkan pertanian gagal di kabupaten Saudara. Apapun, ini contoh. Nasional punya food security, ketahanan pangan. Saudara di desa, kecamatan, kabupaten punya juga kecukupan pangan, dalam arti kemandirian lokal. Itu contoh. Peradaban, ambillah subsistemnya, good society, masyarakat yang baik. Ambil lagi, masyarakat yang baik itu seperti apa? Kalau masyarakat Saudara tertib, lingkungannya bersih, disiplin, patuh pada hukum, rukun satu sama lain, itu bagian untuk membangun peradaban yang mulia, great civilization. Ambil contoh yang riil, Saudara pimpin langsung, dan diukur perkembangannya dari waktu ke waktu. Itu yang kedua.

Instruksi yang ketiga adalah sejalan dengan apa yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah untuk betul-betul memiliki desain dan alokasi anggaran yang makin tepat. Berapa persen, berapa banyak secara nominal, misalnya yang perlu diberikan pada pemerintah pusat, berapa untuk pemerintah provinsi, dan berapa pula untuk pemerintah kabupaten dan kota. Yang jelas, dengan sistem desentralisasi fiskal, anggaran yang dialirkan ke daerah akan makin besar.

Di sini apa konsekuensinya? Diperlukan penguatan kapasitas di seluruh daerah: provinsi, kabupaten, dan kota. Kalau kapasitasnya tidak baik, kemampuannya tidak baik, belum siap, administratornya juga begitu, planning-nya agak kacau, dikasih berapapun, tidak akan terserap. Kalau terserap, sasarannya bisa keliru. Tidak begitu yang dikehendaki, karena tiap rupiah itu harus bisa dikaitkan dengan apa yang diharapkan oleh rakyat. Jadi, saya berharap, teruslah meningkatkan kapasitas diri masing-masing, bukan pribadi, tapi pemerintahan di kabupaten yang Saudara-Saudara pimpin. Dengan demikian, makin besar desentralisasi fiskal yang kita lakukan, ingat alhamdulillah tahun lalu sudah Rp 1.000 triliun, berangkat dari Rp 400 triliun tahun 2005, akan terus naik, barangkali tahun 2014 sudah melebihi Rp 2.000 triliun nanti, akan makin banyak yang kami alirkan ke daerah. Harus siap semuanya, dengan demikian, langsung bisa dirasakan oleh rakyat kita. Itu yang ketiga.

 

Yang keempat, saya merespon apa yang disampaikan oleh Saudara Suyono, pimpinan APKASI tadi, tentang moratorium pemekaran daerah. Moratorium ini bukan tanpa tujuan, "Bagaimana? DPR RI bagaimana? DPD RI bagaimana? Pemerintah bagaimana?" Kita sudah memiliki posisi yang kurang lebih sama. Moratorium atau jeda sementara ini kita lakukan untuk evaluasi. Evaluasi. Tidak bisa begitu saja tanpa ada ukuran, "Ini berhasil atau tidak ini? Benar atau tidak konsepnya?" dan sebagainya.

Tahun 2010, kita berharap grand design dan master plan untuk, "berapa sih yang paling tepat jumlah daerah otonom di Indonesia ini?" Provinsi, kabupaten, dan kota yang pembangunan berjalan lebih baik, yang pelayanan kepada masyarakat bisa juga ditingkatkan. Dengan begitu harapan kita, Mendagri ada di sini, sebagai focal point untuk merumuskan grand design dan master plan nanti, baru kita teruskan bagaimana penataan. Bisa ditambah pemekaran, bisa justru digabungkan, bisa tetap seperti sekarang ini, bisa begitu, kita lihat nanti.

 

Ingat Saudara-saudara, dari tahun 1999 sampai tahun 2009, berapa tahun itu? 10 tahun, telah tambah 205 daerah otonom, bayangkan. Tambah tujuh provinsi, tambah 164 kabupaten, tambah 34 kota. Sekarang ini, Indonesia tidak bertambah wilayahnya, pulaunya juga demikian, barangkali karena global warming, ada pulau-pulau kecil yang mungkin nanti tertutup oleh air, tidak berubah wilayah kita, tapi sekarang daerah otonom kita menjadi 524, provinsi menjadi 33, kabupaten menjadi 398, dan kota 93. Apa konsekuensinya? Itu bukan angka sekedar angka. Jumlah yang begitu banyak memerlukan anggaran yang besar, sumber daya yang besar. Menambah lagi kabupaten, tambah lagi anggaran. Overhead cost-nya makin tinggi. Infrastruktur, fasilitas pejabat, biaya perjalanan dinas, administrasi pemerintahan, dan sebagainya, dan sebagainya. Itu not for free.overhead cost, sehingga piramidnya terbalik, itu tidak sehat, itu salah, unhealthy. Oleh karena itu, mari kita tata dengan baik, yang penting, yang ada ini bertambah efektif, bertambah kuat, bertambah berdaya. Kalau memang nyata-nyata diperlukan pemekaran untuk tujuan yang baik, tentu akan kita mekarkan. Sebaliknya, kalau tidak ya tidak, bahkan yang sudah terlanjur dimekarkan, yang dari saat ke saat justru menimbulkan permasalahan baru, bisa kita lakukan penggabungan. Itu yang keempat. Oleh karena itu, kita tidak ingin justru biaya itu mengalirnya bukan langsung pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, infrastruktur, tapi masuk dalam

 

Yang kelima atau terakhir, tadi pimpinan APKASI juga menyampaikan kepada saya, barangkali ini aspirasi dan nurani dari para pejabat daerah yang berkaitan dengan penegakan hukum. Tadi dikatakan, sering tumpang tindih, sering, "Kok tidak sesuai dengan MoU? Kok nampaknya keluar dari kepatutan?" dan sebagainya. Pada forum yang baik ini, saya ingin mengingatkan semua, baik bagi penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, termasuk juga lembaga-lembaga pengawas, BPKP, dan juga BPK dalam hal ini, termasuk Saudara sendiri, jajaran pemerintah daerah, gubernur, bupati, dan wali kota.

 

Menyangkut hal ini, yang pertama-tama harus kita pastikan adalah penegakan hukum itu harus berangkat dari sesuatu yang faktual, dari fakta, dari kebenaran. Itu pun dijalankan secara tertib, tidak boleh karena ada SMS-SMS yang tidak bertanggung jawab, karena fitnah, karena berita-berita yang tidak bisa diyakini dari mana sumbernya, langsung main tahan, langsung main periksa, dan sebagainya. Pertama itu. Negara kita negara hukum, bukan negara fitnah. Yang kedua, pegang teguh asas praduga tidak bersalah, due process of law. Kalau ada seorang bupati, wali kota, gubernur, siapapun yang diduga melakukan penyimpangan, ya dugaan. Disangka, ya sangkaan. Didakwa, ya dakwaan atau terdakwa. Sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan berlaku tetap, sesungguhnya mereka masih memiliki hak atau rights, bahwa belum tentu yang bersangkutan bersalah, kecuali dinyatakan bersalah oleh pengadilan itu, ada hak untuk appeal, untuk naik banding. Jadi, pegang teguh asas praduga tidak bersalah. Yang ketiga, berkali-kali saya katakan, jangan main tahan. Kalau tidak perlu ditahan, mengapa ditahan? Ada kejadian, wali kota ditahan, wakil wali kotanya ditahan. Siapa yang menjalankan kegiatan di kota itu? Penahanan itu ada syarat-syaratnya, kepolisian tahu, kejaksaan tahu, a-b-c-d-e-f misalnya. Kalau tidak ada ke situ, mengapa harus langsung ditahan? Sehingga mengacaukan jalannya pemerintahan. Periksa, periksa, silakan. Investigasi, investigasi, silakan. Kemudian, mereka tetap bisa menjalankan tugasnya.

 

Yang keempat, penjelasan kepada pers harus benar. Kepolisian memeriksa bupati, wali kota, gubernur sebagai saksi. Kalau ditanya pers, jelaskan sebagai saksi atas masalah apa. Demikian juga kejaksaan, demikian juga yang lain. Jangan baru diperiksa sebagai saksi, didengar keterangannya, muncul berita, entah di koran, entah di SMS, entah di warung kopi, Bupati X terlibat korupsi 50 miliar. Kalau itu yang terjadi, tujuh turunan itu merasa aib, keluarga, anak-istri, saudara. Padahal, tidak seperti itu. Jelaskan. Nama yang dicemarkan itu luar biasa penderitaannya. Oleh karena itu, mari kita tegakkan aturan yang benar, sudah ada aturannya. Dengan demikian, tinggal kita jalankan dengan baik. Yang kelima, cegah mafia hukum. Jangan diperas, masuk penjara juga. Ini luar biasa kejahatannya. Kalau itu kita jalankan secara bersama, saya kira akan lebih tertib, akan lebih baik proses penegakan hukum di negeri ini. Kalau baik, menjamin rasa keadilan bagi semua.

 

Tadi disebut supaya tidak ada keragu-raguan untuk mengambil kebijakan, mengambil keputusan, ini juga perlu. Saudara tiap hari mengambil keputusan, benar? Saudara sering menetapkan kebijakan, benar? Saudara sering harus memilih opsi, solusi untuk mengatasi permasalahan yang kompleks. Kadang-kadang dinamis, kadang-kadang dalam keadaan darurat, dan krisis. Oleh karena itu, kita semua harus memahami kondisi atau lingkungan seperti itu. Kebijakan, pengambilan keputusan, menjalankan roda pemerintahan itu bagian dari kewenangan, dari otoritas yang dimiliki oleh seorang pejabat. Oleh karena itu, hati-hati di dalam menyoroti kebijakan yang diambil oleh pejabat pemerintah, pejabat negara, termasuk bupati, wali kota, dan gubernur.

 

Saya berikan contoh yang mudah diingat. Dalam keadaan normal, ada seorang bupati, daerahnya mekar, ekonominya tumbuh, jalan-jalan bertambah, jalan ring, misalkan. Akhirnya, "Pak, terminal bus yang di tengah kota ini sudah tidak ideal, Pak. Ini mengganggu ke sana-ke mari, sempit lagi." "Baik, apa sarannya?" "Pak, saya sarankan, kita bangun yang baru." "Di mana? "Sebelah barat sungai, kurang lebih empat kilo. Yang satunya lagi sebelah timur sungai, Pak, kurang lebih tiga kilo." "Apa pertimbangannya?" "Ini, Pak." Bekerjalah sistem itu, dibahas bersama. Kalau barat kali, plusnya apa, minusnya apa. Timur kali, plusnya apa, minusnya apa. Saudara mengambil keputusan, "Ya, dibangun." Misalkan bangunnya di wetan kali. Wetan itu timur, ya? Setahun bagus, dua tahun bagus, empat tahun, lima tahun, tahun kesepuluh, ternyata sudah, karena bertumbuh sekali, "Pak, ini sudah ada masalah baru. Di barat itu agak sedikit kurang masalahnya, ternyata kotanya di sini." Saudara tidak bisa diadili, "Bagaimana dulu?!" atau dipanggil bupati yang dulu, "Saudara salah itu! Sekarang jadi masalah" begitu. Itu bukan crimes, bukan kejahatan, kecuali kalau memutuskan membangun di timur tadi, dapat uang Rp 10 miliar dari pemborong, "Sini saja, pak. Gampang, damai nanti." Itu kejahatannya. Tapi, kebijakan, pengambilan keputusan, mengapa dipilih timur kali tadi dengan pertimbangan yang masak, itu adalah otoritas yang diberikan kepada pejabat negara dan pejabat pemerintahan. Kalau itu pun suatu saat dibongkar, diadili, berani nggak Saudara mengambil keputusan, menetapkan kebijakan? Ragu-ragu, bimbang dan ragu, kayak apa jalannya pemerintahan. Itu dalam keadaan normal.

 

Sekarang dalam keadaan krisis, masa darurat. Contoh, saya tidak tahu konstruksi dari APBD masing-masing. Kalau dalam APBN itu ada siaga untuk penanggulangan bencana. Misalnya, Saudara punya, punya tidak? Punya. Pak Gubernur, berapa punyanya, Pak? Beliau karena Jawa Timur termasuk maju, Rp 56 miliar. Pak Bupati, berapa cadangan untuk siaga bencana? Ada Rp 2 miliar, ada?  Sebutlah berapa. Misalnya, Pak Bupati X, ada kejadian, Rp 2 miliar. Karena ini urgent, harus segera mengeluarkan uang untuk membeli makanan, untuk membeli ini, segala macam, keluarkan Rp 1 miliar, karena lumayan sebelum bantuan yang lain datang, sebelum pusat datang, untuk menyelamatkan jiwa saudara-saudara kita. Selesaikan, alhamdulillah, terselamatkan.

 

Nanti tiga tahun dipanggil, "Kenapa kok 1 miliar? Itu bisa Rp 700 juta sebetulnya itu." Ini akan menjadi preseden yang tidak baik, kecuali kalau Rp 1 miliar, yang dikasihkan petugas untuk membantu bencana Rp 500 juta. Rp 500 juta slaman-slumun-slamet masuk kantong, penjara dia. Tapi kalau itu seperti itu tadi, clean, tidak ada apa-apanya, untuk kecepatan, segala macam, itu tidak boleh serta-merta kejahatan atau crimes atau pidana. Mari kita jernih, Saudara-Saudara, untuk melihat permasalahan, dan oleh karena itu, karena kebetulan diangkat dalam pidato pimpinan APKASI, di sini ada penegak hukum, saya kira, kejaksaan ada di sini ya? Pimpinan kejaksaan ada, kepolisian ada, semua, kita tegakkan semuanya itu dengan sebaik-baiknya.  Saya percaya, penegak hukum,  semua tetap  memiliki

pikiran yang jernih, yang rasional, sehingga semuanya bisa kita kelola dengan baik.

 

Yang terakhir, Saudara-saudara, saya akhir-akhir ini merasa prihatin, mungkin Saudara juga, karena tiba-tiba di negeri kita ini muncul suasana politik yang menurut saya rada aneh dan cenderung tidak sehat. Misalnya, kok muncul kembali politik intrik, politik pecah-belah dan adu domba, fitnah, fiksi. Yang tidak ada jadi ada, atau sesuatu yang keluar dari aturan, apakah konstitusi, apakah undang-undang, dan sebagainya.

 

Contoh, kemarin satu hari saya berada di Madiun. Begitu mendarat di Maospati, terus menuju ke Saradan, terus menuju ke Ngawi, terus menuju ke Madiun, dan konsolidasi. Begitu konsolidasi, setelah sholat Isya, saya dapat berita yang mengagetkan, beredar rupanya di Jakarta, bahkan sampai di luar negeri, sampai pada tingkat pasar atau market, yang mengatakan, presiden akan segera mengganti Menteri Keuangan. Apa yang terjadi? Sudah muncul sekarang kemungkinan spekulan bekerja, mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah, bisa mengganggu semuanya. Yang tidak ada jadi ada. Seperti itu.

 

Sebelum saya menuju ruangan ini, sudah masuk SMS, "Pak Presiden, tolong diwaspadai, ada dinamika di tingkat pasar seperti ini." Ini politik fiksi, fiksi nggak ada, kok menjadi ada? Politik adu domba, mungkin diadu antara Menteri Keuangan dengan presidennya. Disebutkan, yang akan mengganti inisialnya AA. Mengadu domba antara Menteri Keuangan dengan AA, saya nggak tahu siapa AA itu, sumbernya katanya dari Golkar. Mengadu antara Ketua Umum Golkar, misalnya Pak Ical dengan presiden, luar biasa ini, kreatif tapi kreativitas yang buruk, tidak amanah, tidak membawa kebaikan bagi kehidupan masyarakat.

 

Banyak lagi hal-hal seperti itu yang tidak ada jadi ada, yang tidak jelas, kenapa tiba-tiba negara kita kok muncul begini lagi, dulu pernah, dulu sekali. Tapi sesunguhnya, dengan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara, dengan kesadaran demokrasi yang kita bangun, dan penataan dalam pembangunan ini, sebenarnya kita harus sudah melewati masa-masa seperti itu yang dulu pernah terjadi di negeri kita.

 

Yang saya inginkan, Saudara-saudara, para bupati yang tiap hari bertemu dengan rakyat, mari kita selamatkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita. Mari kita bangun good society. Kalau ini tidak kita cegah dan akhirnya terus berkembang di negeri tercinta ini, kasihan rakyat. Rakyat terombang-ambing, rakyat merasa tidak tenteram, rakyat takut bayangan, "Ada apa lagi di Indonesia ni?" Ingat krisis, ingat kejadian yang dulu-dulu, yang menimbulkan kehidupan tidak baik. Dalam konteks ini, marilah kita menjadi pelaku demokrasi yang baik, menggunakan hak dan kebebasan kita dengan baik, berpartisipasi dalam politik dengan baik pula, yang amanah, bermartabat, dengan akhlak, dan perilaku yang baik. Itu ajakan dan harapan saya sebagai Kepala Negara kepada semua

 

komponen bangsa untuk betul-betul menjalankan kehidupan bernegara yang benar, sesuai dengan nilai-nilai peradaban yang mulia, yang menjadi tujuan dan cita-cita pembangunan di negeri ini.

 

Hadirin yang saya muliakan, Saudara peserta APKASI  yang saya cintai dan saya banggakan, Itulah harapan, ajakan, dan instruksi saya. Dan akhirnya dengan terlebih dahulu memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, dan seraya mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Rapat Kerja Nasional APKASI VI Tahun 2010 dengan resmi saya nyatakan dibuka. Sekian.

 

Wassalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakaatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI