Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Temu Nasional 2009, 29-10-09

 
bagikan berita ke :

Kamis, 29 Oktober 2009
Di baca 1115 kali

 

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PERESMIAN PEMBUKAAN TEMU NASIONAL TAHUN 2009

DI BIRAWA ASSEMBLY HALL,

HOTEL BUMI KARSA BIDAKARA, JAKARTA

29 OKTOBER 2009

 

 

Bismilahirrahmanirrahim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia,

 

Yang saya cintai hadirin sekalian dan rakyat Indonesia dimanapun Saudara berada yang mengikuti acara ini melalui tayangan televisi yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak Saudara semua untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhanaahu wa Ta'alaa, karena kepada kita semua masih diberikan kesempatan sejarah, masih diberikan kekuatan dan semoga juga kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta.

 

Kita juga bersyukur ke hadirat Yang Maha Kuasa, karena hari ini Saudara-saudara berkenan memenuhi undangan panitia penyelenggara, untuk mengikuti acara Temu Nasional yang akan berlangsung selama 2 hari, hari ini dan esok.

 

Saudara-saudara,

 

Saya amat senang, bersyukur, bisa bertemu kembali dengan Saudara-saudara sekalian. Dari yang hadir di ruangan ini, banyak yang sering bertemu dengan saya, memecahkan masalah yang dihadapi oleh bangsa ini bersama-sama di seluruh Indonesia, ada yang sekali-sekali bertemu, mungkin juga ada yang baru sekali ini berada dalam satu forum bersama saya. Yang jelas, Saudara mewakili rakyat Indonesia. Sebenarnya temu nasional seperti ini mesti dihadiri oleh seluruh rakyat Indonesia, tetapi karena tidak memungkinkan secara teknis, Saudaralah yang kami undang untuk mewakili mereka semua. Tentu saja di samping yang ada dalam ruangan ini, masih banyak tokoh-tokoh yang kompeten yang sesungguhnya juga dapat mewakili rakyat kita untuk menyuarakan kepentingan mereka, untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu Indonesia yang lebih baik di masa depan, utamanya 5 tahun mendatang.

 

Saudara-saudara,

 

Lima tahun mendatang adalah periode kedua bagi saya untuk memimpin negeri ini, dengan didampingi oleh Saudara Boediono dan itu periode terakhir saya. Tentu saya sungguh ingin memiliki komitmen yang tinggi, dan saya memohon bantuan Saudara semua, kerja sama kita semua, agar 2014 lebih banyak lagi yang kita capai, yang kita hasilkan. Mengapa? Itu merupakan tanggung jawab moral saya selaku pemimpin, agar 2014 nanti pemimpin-pemimpin baru kita menerima keadaan negara yang lebih baik untuk 5 tahun berikutnya lagi, mencapai hasil yang lebih baik lagi, demikian seterusnya, sehingga makin ke depan, negara kita makin maju, makin bermartabat dan makin sejahtera.

 

Saya yakin bahwa telah menanti pemimpin-pemimpin baru pada 2014 nanti, di ruangan ini saja saya kira cukup banyak yang, insya Allah, pada saatnya nanti bisa melanjutkan kepemimpinan bangsa untuk mewujudkan cita-cita kita bersama.

 

Saudara-saudara,

 

Saya harus memulai sambutan dan direktif saya ini dengan yang sangat penting harus saya sampaikan, ucapan terima kasih dan penghargaan saya kepada kolega-kolega, pimpinan dan anggota lembaga-lembaga negara. Yang kedua, para gubernur, para bupati, para walikota, sampai camat dan kepala desa yang saya tahu 5 tahun yang lalu dan tentunya ke depan telah dan akan bekerja sangat keras. Saya harus berempati pada Saudara, keadaannya sering sulit, tidak semudah yang dibayangkan, keadaan di daerah juga penuh dengan kendala, tetapi Saudara saya nilai telah menjalankan tugas dengan baik, dan saya catat banyak sekali hasil dan capaian yang Saudara lakukan. Harapan saya, harapan rakyat Indonesia, 5 tahun mendatang lebih banyak lagi yang dapat Saudara lakukan.

 

Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada dunia usaha, bukan hanya KADIN dan KADINDA, dan semua unsur dunia usaha, yang dalam masa-masa sulit kemarin, ketika kita menghadapi krisis pangan tahun lalu krisis minyak 3 kali dalam 5 tahun, dan krisis keuangan atau resesi perekonomian global dewasa ini, Saudara juga bekerja sangat keras bersama-sama dengan kami, pemerintah, termasuk pemerintah daerah untuk menjaga, agar perekonomian kita tidak runtuh. Semua telah dicatat oleh Yang Maha Kuasa, dan alhamdulillah meskipun perekonomian dunia buruk, sekarang memang sudah mulai ada tanda-tanda untuk pemulihan, tetapi ekonomi kita tidak collapse, sebagaimana yang terjadi 10, 11 tahun yang lalu. Semua yang Saudara lakukan menjadi bagian dari solusi.

 

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada lembaga-lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga kajian dan berbagai organisasi, yang juga menjadi pilar penting dalam pembangunan bangsa, yang juga tidak berhenti bekerja untuk membikin negeri kita ini lebih baik.

 

Saya juga berutang budi dan berterima kasih kepada para petani, para buruh, para guru, anggota TNI, POLRI dan semua cabang profesi di negeri ini, di seluruh pelosok tanah air yang juga tanpa banyak mengeluh, tanpa gemar menyalahkan pihak lain, mereka juga bekerja dan bekerja. Untuk mereka semua, kita patut mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus.

 

Kita juga berterima kasih, saya pribadi berterima kasih kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat, NGO, LSM apapun, LSM lingkungan, corruption watch, pengentasan kemiskinan, hak asasi manusia, semua lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang juga terus mengontrol negaranya, mengontrol pemerintahnya, mendampingi pemerintahnya untuk menyelamatkan negeri ini dari hal-hal yang tidak benar, yang semuanya tentu juga untuk kepentingan rakyat kita.

 

Tidak kalah pentingnya, saya juga mengucapkan terima kasih kepada insan pers, media massa di seluruh Indonesia, pusat dan daerah. Mereka kadang-kadang kritis, mereka sering sinis kepada saya, kepada pemerintah, kepada gubernur, kepada menteri, tetapi jasa mereka besar, agar negara kita ini terkelola dengan baik, dan kemudian kehidupan demokrasi mekar, dan suara rakyat sungguh didengar oleh siapa pun yang mengemban amanah, dan tentu kepada seluruh rakyat Indonesia.

 

Sepuluh tahun bukan masa yang indah, karena kita mengalami krisis yang luar biasa, 1998-1999. Goncangan demi goncangan terjadi, politik, keamanan, hukum dan sebagainya. Tetapi rakyat kita patut menjadi contoh, kita patut berguru, mereka tetap memiliki ketahanan yang tinggi, tidak pernah menyerah, dan mereka sesungguhnya menjadikan semangat kita, motivasi kita, untuk berbuat lebih baik lagi.

 

Itulah ucapan terima kasih dan penghargaan saya yang sangat penting harus saya sampaikan kepada mereka semua, karena tanpa mereka tidak mungkin seindah apapun, sebaik apapun, kebijakan, strategi dan program kita, termasuk program para gubernur, bupati, dan walikota tanpa dukungan mereka, tanpa kontribusi mereka, dan tanpa kebersamaan mereka semua.

 

Saudara-saudara,

 

Tanggal 20 Oktober yang lalu, sebagian besar Saudara juga hadir dalam acara Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia dengan agenda tunggal Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, saya dan Pak Boediono. Dalam pidato singkat saya, saya mengingatkan kepada kita semua, yang saya sebut dengan kunci sukses, agar pembangunan 5 tahun mendatang atau 10 tahun mendatang, atau masa yang lebih jauh ke depan itu betul-betul berhasil, ada 3 kunci sukses. Yang pertama adalah semangat pantang menyerah harus tetap kita miliki. Saya mengistilahkan, kita harus punya semangat bisa, semangat harus bisa, can do spirit. Kalau Tiongkok bisa, kita juga bisa. Kalau India bisa, kita juga bisa. Kalau Malaysia, Singapura bisa, dikira kita tidak bisa, kita bisa.

 

Yang kedua, kunci suksesnya persatuan dan kebersamaan. Andaikata ada 100 SBY pun, 200, siapa yang saya beri contoh di sini? Pak Syamsul Arifin pun tanpa persatuan dan kebersamaan tidak mungkin berhasil. Istilah Pak Syamsul, "Medan luar biasa, Sumatera Utara luar biasa," istilah beliau. Tetapi kalau hanya gubernur saja, hanya wakil gubernur saja, bupati, walikota, sampai kapan pun Sumatera Utara tidak cepat berkembang dengan baik. Intinya kebersamaan dan persatuan.

 

Dan yang ketiga, saya ingatkan jati diri kita, ke-Indonesia-an kita. Jangan silau melihat bangsa lain. "Wah kita ini payah, kita ini begini, begini saja." Malah menjelek-jeleknya bangsa sendiri, "Wah itu bangsa lain hebat, hebat, hebat." Boleh memuji bangsa lain, tanpa harus menghina, menjelek-jelekan bangsa sendiri. Oleh karena itu, saya tidak suka kalau saya datang berkunjung ke luar negeri, ketemu dengan mahasiswa kita, tanya-jawab, dialog dengan saya, bicara 15 menit, yang 14 menit itu menjelek-jelekkan bangsa sendiri, itu ya saya tidak suka. Boleh kita belajar dari bangsa lain, boleh kita menimba pengalaman negara lain, keberhasilan dan kegagalannya tanpa harus merendahkan kita sendiri. Jadi, saya harap forum ini untuk mengingatkan kita punya way of life, kita punya nilai, kita punya budaya, kita punya sejarah yang panjang. Kita dianggap dulu bangsa yang tidak akan berhasil, nyatanya masih tegak berdiri dan makin maju ke depan. Itu yang ingin saya ingatkan dari pidato saya kemarin pada saat pelantikan.

 

Tadi Ketua Panitia, Saudara Wisnu Wardhana menyampaikan tujuan atau hajat dari Temu Nasional ini, tidak perlu saya ulangi. Oleh karena itu, berbeda dengan sambutan atau direktif saya di waktu yang lalu, yang lebih rinci, lebih operasional, saya tidak memasuki wilayah itu. Nanti Wakil Presiden yang memimpin selama 2 hari ini, para Menteri Senior dan Menteri terkait akan menjelaskan apa saja yang menjadi agenda dari Temu Nasional ini. Dan, insya Allah, pada hari Senin akan diserahkan kepada saya rekomendasi Temu Nasional ini, pikiran Saudara semua, untuk memastikan program 100 hari kita, program 5 tahun kita itu lebih lengkap, lebih tepat, lebih sesuai dengan keadaan di daerah, dan kemudian bisa mencapai hasil yang lebih baik.

 

Saudara-saudara,

 

Oleh karena itu, sambutan saya kali ini, saya beri judul, ini bukan judul lagu ini, "Siapa Bilang Indonesia Tidak Bisa". Yah, "Siapa Bilang Indonesia Tidak Bisa". Mengapa? Kita ini sering dicemooh, kita suka diramal oleh banyak pihak hal-hal yang buruk, mungkin tetangga-tetangga kita, mungkin negara lain, mungkin organisasi di tingkat dunia, mungkin dalam tubuh kita sendiri, di negeri kita ini. Misalnya, ingat 10-11 tahun yang lalu, kita diramalkan bubar, collapse, terjadi balkanisasi, seperti di bekas negara Yugoslavia, pecah, menjadi negara-negara kecil, dianggap negara gagal, failed state, luar biasa. Tuhan Maha Besar, bangsa kita tidak seperti itu, mudah menyerah, dan kita masih seperti ini.

 

Ada yang sinis, ketika mengatakan ingat, awal reformasi dulu, Indonesia ingin membangun demokrasi dan membangun sistem politik yang baik dicemooh, "Ah, mana bisa". Ketika kita bersepakat untuk memajukan hak-hak asasi manusia, lagi-lagi diejek, "mana mungkin". Alhamdulillah 5 tahun terakhir ini tidak terjadi kasus pelanggaran HAM berat, berarti kita bisa makin menghormati, makin meletakkan hak asasi manusia dalam tempatnya yang mulia di negeri ini.

 

Dulu ada gagasan, pemilihan presiden dan wakil presiden langsung, pemilihan gubernur dan wakil gubernur langsung, pemilihan bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, diejek lagi, "mimpi kali". Sekarang tidak ada yang hadir di ruangan ini yang tidak dipilih secara langsung oleh rakyat.

 

Aceh setelah 32 tahun terus terjadi konflik berdarah, kita bertekad Aceh selesai secara bermartabat dengan catatan NKRI tetap tegak, Sang Merah Putih tetap berkibar, dan dianggap, "Ah itu hanya wacana." Bisa.

 

Berantas korupsi, "Tak mungkin Indonesia itu berantas korupsi, pokoknya lautan korupsilah", dianggap hanya teori. Sekarang makin efektif, memang belum selesai, masih panjang, tapi tidakkah makin efektif. Dan bagi saya yang paling penting mencegah korupsi, jangan menjebak seseorang, kurang upaya untuk mencegah akhirnya korupsi terjadi, negara rugi, belum tentu yang sudah dikorupsi bisa kembali, kemudian proses hukumnya panjang. Maka, pemberantasan korupsi ke depan harus lebih mengutamakan pencegahan korupsi.

 

Yang terakhir, mulai tahun lalu dunia terguncang, krisis terbesar sejak yang disebut dengan the great depression, lagi-lagi Indonesia diramalkan, kapok Indonesia, mesti hancur lagi. Dan ketika kita bersepakat tahun lalu. Masih ingat? Bulan Ramadhan tahun 2008, kita bekerja siang dan malam dengan bertujuan, mari kita kurangi dampak dari krisis perekonomian global, kita lagi-lagi diejek, "Ah, itu hanya isapan jempol."

 

Saudara-saudara,

 

Saya kira saatnya kita sungguh mempertahankan harga diri kita, kehormatan kita, jangan diam saja kalau kita diejek. Tetapi caranya tidak usah ngamuk-cabuk, ya mari kita buktikan bahwa Indonesia tidak seperti itu, dianggap serba tidak bisa, tidak mungkin, wacana, teori, mari kita buktikan. Saya punya keyakinan kita bisa. Bahkan yang sering mengejek, sekarang-sekarang ini juga repot. Oleh karena itu, hentikanlah pikiran-pikiran yang negatif, suka mengejek, suka mencerca, suka menyalahkan, marilah kita bangun jiwa, evolusi jiwa yang terang, berpikir positif, yang optimis dan sebagainya.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin bercerita sedikit sebelum saya lanjutkan. Pada akhir September yang lalu, saya menghadiri pertemuan G-20, tempatnya di sini, di Pittsburgh. Saudara tahu bahwa G-20 ini dianggap forum yang paling representatif sekarang ini. G-7, G-8, tidak lagi dianggap bisa mewakili masyarakat global. Dewan Keamanan PBB pun sudah mulai dikritik, apa iya sungguh mewakili masyarakat dunia. Mengapa yang punya pemegang hak veto hanya 5 negara, Inggris, Amerika, Perancis, Rusia dan Tiongkok? Perang Dunia II ketika baru selesai barangkali cocok, sekarang tidak cocok. Oleh karena itu, G-20 menjadi sangat-sangat penting. Indonesia adalah salah satu Anggota Tetap G-20.

 

Ada salah pengertian beberapa teman ASEAN tentang keberadaan Indonesia di G-20, barangkali selama ini Indonesia dianggap gagal, kurang ini, kurang itu, kok tiba-tiba masuk G-20. Tapi saya katakan, rumah Indonesia tetap ASEAN. Tetapi tidak elok kalau kita dilarang untuk hadir juga dalam G-20. Dan dalam statement saya di Pittsburgh bulan lalu, secara eksplisit saya menyampaikan agar setiap pertemuan puncak G-20, G-20 Summit, itu Chairman dari ASEAN dihadirkan, tentu didampingi Sekjen ASEAN disamping Indonesia sebagai anggota tetap. Indonesia tidak mungkin egois, Indonesia juga tidak bermaksud ingin mewakili ASEAN, ada aturannya, ada Ketua ASEAN yang tiap tahun itu berganti-ganti.

 

Yang ingin saya sampaikan adalah di G-20 Summit kemarin, ada dua, banyak yang kita bicarakan, tapi dua hal yang ini berkait terhadap pembangunan kita ke depan. Yang pertama, koreksi besar telah dilakukan, ekonomi dunia yang tidak seimbang, tidak balance, misalnya Tiongkok dan Asia Timur memproduksi barang besar-besaran, dijual ke Amerika, begitu. Ekonomi Asia Timur lebih banyak export oriented economy, barangnya, produknya dijual ke Amerika. Ketika ekonomi Amerika runtuh, ada masalah, maka runtuh pula, terganggu pula, rusak pula arus perdagangan dunia, menimbulkan pertumbuhan negatif di banyak negara di dunia, karena ekonomi dunia saling berkait-mengait. Makanya, konsep pertumbuhan ekonomi ke depan mesti ditata kembali, antara lain kalau ada istilah supply, demand, maka negara-negara dalam membangun pertumbuhan ekonominya tolong dilihat seberapa besar demand, permintaan pasar di seluruh dunia dan harus diutamakan, Indonesia misalnya, kita selamat, karena ekspor kita tidak sangat tinggi. Justru ke depan kita harus membikin demand, permintaan di dalam negeri terus berkembang, di daerah-daerah. Dengan demikian, kalau masing-masing negara yang diproduksi itu pertama-tama berorientasi pada keperluan di dalam negerinya, pasar domestiknya, maka tidak perlu terjadi situasi tahun-tahun terakhir sebelum krisis yang dahsyat tahun lalu. Ini juga menjadi koreksi. Belum keseimbangan dalam arti yang lain, minyak, pangan, aliran modal, investasi dan sebagainya. Pendek kata, harus ada pengurangan global imbalances. Ini oleh-oleh dari Pittsburgh.

 

Yang kedua, minggu lalu, saya hadir dalam pertemuan puncak ASEAN. Itu pertemuan puncak ASEAN dan pertemuan puncak Asia Timur, di samping dihadiri 10 negara ASEAN, juga ada 6 negara yang lain, Jepang, Korea, Tiongkok, Australia, Selandia Baru dan India. Apa yang dibahas kemarin? Kita sudah punya yang disebut ASEAN Charter, Piagam ASEAN. Piagam ASEAN menuju tahun 2015, ASEAN ini, 10 negara ASEAN ini, harus membangun yang disebut dengan masyarakat ekonomi, masyarakat politik dan keamanan, dan masyarakat sosial budaya. Hampir pasti terjadi interaksi, integrasi perekonomian, investasi dan perdagangan. Ingat 2015. Oleh karena itu, kalau kita tidak siap, kita tidak bangun negeri kita dulu, bisa-bisa tidak dapat apa-apa, tapi itu Piagam ASEAN yang telah disepakati, yang telah dibangun, dirintis, dikembangkan puluhan tahun lamanya sejak ASEAN berdiri.

 

Yang kedua adalah pertemuan Hua Hin kemarin juga dibahas yang disebut keterhubungan, connectivity, antara Indonesia dengan Malaysia, Indonesia dengan Filipina, Indonesia dengan Brunai, Indonesia dengan Singapura dan sebagainya. Connectivity yang dimaksud antara lain transportasi, saling keterhubungan antara negara ASEAN melalui transportasi laut, transportasi udara, transportasi darat. Juga connectivity, keterhubungan, dari segi information and communication technology. Bicara itu, kalau kita belum siap dulu connectivity di antara pulau-pulau kita, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi. Baik, kalau antara Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua semua, itu masih seperti sekarang ini, belum terhubung penuh, ya connectivity nanti hanya menguntungkan negara-negara tertentu. Saya tidak ingin seperti itu. Mesti kita juga bangun connectivity di dalam negeri sendiri.

 

Kemudian dibahas di Hua Hin kemarin, yang disebut dengan new architecture, seperti apa sih masyarakat Asia nanti, Asia Timur nanti, peran Jepang, peran Tiongkok, peran India, peran ASEAN, peran Indonesia, yang kira-kira yang akan lebih interaktif, lebih terhubung satu sama lain. Lagi-lagi kalau kita belum siap, jangan berharap kita menjadi winner. Bisa-bisa kita menjadi loser, yang kalah, bukan yang menang.

 

Melengkapi cerita saya, di Hua Hin juga saya bertemu dengan 3 Gubernur, yaitu Gubernur Kalbar, Pak Cornalis, Gubernur Kaltim, Pak Awang Faroek, Gubernur Sulsel, Pak Syahrul Yasin Limpo. Beliau kita hadirkan dalam rangka pertemuan BIMP-EAGA. Saya ingin nanti pertemuan sub kawasan, misalkan IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle), pertemuan Sijori (Singapura, Johor, Riau), pertemuan BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines East Asia Growth Area), para gubernur secara berganti-ganti dihadirkan. Mengapa? Kerjasama itu konkret. Misalkan di antara Brunei, Malaysia, Filipina dengan provinsi-provinsi di bagian Timur, IMT-GT juga di sini. Kita ngobrol dengan beliau bertiga, saya dengarkan. Beliau bertiga cerita pada saya tentang keadaan di daerah yang masih banyak kendalanya, listrik misalnya, semua gayung bersambut cerita listrik. Tumpang tindih atau tata ruang yang masih, masih mengganjal semua investasi. Undang-undang, peraturan yang katanya masih bertabrakan. Kemudian infrastruktur yang memang belum lengkap benar, pemodal atau investor yang juga kadang-kadang mau datang enggak jadi dan sebagainya. Saya dengarkan.

 

Saya ingin ceritakan semua itu, ceritakan semua itu. Semua sudah bicara tatanan ekonomi dunia, bicara Asia Timur Raya. Nah, kalau di dalam negeri kita masih belum siap, kita tidak happy. Oleh karena itu sekali lagi, mari 5 tahun kita berbuat sebaik mungkin, sebanyak mungkin, sedikit mungkin untuk mengubah keadaan. Tentu belum selesai, dilanjutkan 5 tahun berikutnya, 5 tahun berikutnya lagi, sehingga kalau dunia tumbuh, Asia Timur tumbuh, Indonesia juga tumbuh. Tumbuhnya barangkali lebih baik, karena potensi Indonesia masih banyak yang belum digunakan secara penuh, kita masih punya opportunity, peluang. Kita masih punya hope, harapan, karena kalau yang lain sudah berkembang lebih dulu dibandingkan lebih dulu dibandingkan kita, kita justru belum. Jadi mestinya peluangnya lebih besar lagi.

 

Saudara-saudara,

 

Dari cerita itu, mari sejenak kita lihat potret negeri kita 5 tahun berselang. Saya tidak ingin menjelaskan satu per satu, semua merasakan. Kalau ada yang bilang, "Ah, Indonesia 5 tahun enggak ada yang dihasilkan." Ya tidak jujur, mosok tidak ada yang dihasilkan oleh para gubernur, bupati, walikota. Mesti ada. Tapi kalau dikatakan semuanya serba baik, ya bohong". Masih banyak yang belum baik, masih banyak pekerjaan rumah. Oleh karena itu, fair-fair saja, objektif saja. Politik dan demokrasi, politik makin stabil, bandingkan dulu 10, 9, 8, 7, 6 tahun yang lalu. Demokrasi makin mekar, tapi belum rampung, harus betul-betul lebih bagus lagi. Keamanan dan ketertiban di seluruh Indonesia tentu lebih baik, tapi mesti kita jaga setiap saat bisa terganggu lagi. Lantas hukum dan HAM makin kita tegakkan, tetapi belum rampung, masih banyak masalah-masalah di bidang hukum. Lantas ekonomi, alhamdulillah tumbuh, fundamentalnya makin kuat, stabilitas makronya makin oke, tetapi belum cukup, mesti kita tingkatkan lagi. Kesejahteraan rakyat, banyak sekali ambillah pendidikan dan kesehatan banyak yang kita lakukan, tetapi masih banyak pula pekerjaan rumah kita. Kerjasama internasional, makin berperan kita.

 

Tadi malam saya dapat telepon dari Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown meminta Indonesia berperan betul dalam Konferensi Kopenhagen supaya tidak gagal. Siangnya Sekjen PBB melalui Menlu kita, Saudara Marty Natalegawa, menyampaikan harapan kepada Indonesia untuk disampaikan kepada saya, tolong Indonesia juga berperan di kawasan dan juga berperan dalam climate change. Kemarin saya ketemu teman-teman di Hua Hin, mereka juga ingin Indonesia terus masuk orbit, terus berperan, berperan yang lebih baik lagi.

 

Kerjasama internasional makin berkembang, tetapi masih harus terus kita lakukan, agar dalam era globalisasi kita tidak tertinggal, kita tidak dijadikan objek saja, tapi kita menjadi pelaku aktif, supaya kita juga dapat banyak dari globalisasi ini. Ya supply-nya Saudaranya sudah merasakan sendiri, bisa mengevaluasi sendiri, bisa menyimpulkan sendiri potret kita 5 tahun terakhir ini.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau sudah tahu apa yang kita capai dan apa yang belum kita capai 5 tahun yang lalu, maka apa tugas kita? Misi kita adalah, nanti akan diuraikan dalam Summit ini apa saja ekonomi A, B, C, D, E, F. Kesejahteraan rakyat apa saja, hukum dan keamanan juga apa saja. Tetapi kalau saya gampangnya begini saja, yang baik-baik ya kita lanjutkan, yang klop, yang cocok. Kebijakan Saudara para gubernur, bupati, walikota, yang rakyat senang, yang membawa kemajuan, enggak usah diubah-ubah, lanjutkan. Yang belum baik, yang ternyata keliru, yang ternyata, wah ini kok malah menimbulkan masalah baru, ya perbaiki, benahi, ubah. Tidak dilarang mengubah, memperbaiki.

 

Nah yang ketiga, tidak cukup hanya yang satu dan dua, tapi tolong 5 tahun mendatang kondisi kita makin baik, mari kita bikin target atau sasaran yang lebih tinggi lagi. Harus begitu. Kalau sasarannya hanya biasa-biasa ya semua bisa, tetapi kalau lebih tinggi, nah kita diuji oleh sejarah apakah kita bisa mencapainya.

 

Biasanya ada strategi. Strateginya itu suka muluk-muluk itu, tapi kalau saya gampangnya begini sajalah stategi itu. Kita punya potensi, kita punya sumber daya, ada sumber daya alam, ada hasil pembangunan, ada sumber daya manusia, ada letak geografi Saudara, macam-macam di seluruh Indonesia. Ada pertaniannya, ada pertambangannya, ada perdagangannya. Mari kita kerahkan, kita mobilisasikan dan kita satukan semuanya, itu agar betul-betul menjadi capital, menjadi modal untuk mencapai sasaran 5 tahun mendatang. Jangan ada yang dilewatkan, jangan ada yang ditinggalkan, jangan ada yang disia-siakan itu.

 

Nah yang kedua, ya kita punya pengalaman 5 tahun, terutama saya, para gubernur mesti ada yang lebih, ada yang kurang, para menteri ada yang sudah 5 tahun, ada yang baru, Saudara-saudara yang lain juga begitu. Mari kita berpikir lebih baik lagi, lebih cerdas lagi. Dan mari kita berikhtiar, mari kita bekerja lebih keras lagi, lebih gigih lagi.

 

Nah, ini penyakit Saya mengenali, I am identifyng, banyak capaian yang meleset, para gubernur juga merasakan, karena ada kemacetan, bottlenecking, izin pabalieut, tanah tumpang tindih, tata ruang tidak beres, Departemen Kehutanan tabrakan sama Lingkungan Hidup, tabrakan sama Energi Sumber Daya Mineral, tabrakan sama Pertanian dan lain-lain. Kemudian undang-undangnya ada yang enggak klop, banyak sekali, listrik enggak ada, mau ijin ke PLN sulit sekali dan sebagainya. Maka 5 tahun, kita harus melaksanakan debottlenecking. Ada bottleneck, sumbatan, supaya kita hilangkan sumbatan dan nanti akan ada alat saya yang memantau 24 jam, unit kerja Presiden, mana yang enggak kunjung bisa dipecahkan, undang-undangnya kah, peraturannya kah atau orangnya. Kalau undang-undangnya kita tata, peraturannya kita perbaiki, kalau orangnya ya lebih baik minggir, karena enggak akan bergerak-bergerak, kasihan.

 

Ini saya kalau ke daerah, "Pak, ini ada nikel, ada emas, ada ini, tapi enggak bisa diapa-apakan, Pak." "Kenapa?" "Lah ini, Pak." Nanti 6 bulan lagi saya ke situ, itu lagi yang disampaikan oleh para gubernur. Gubernurnya juga jengkel, gimana ini. Oke-lah kita share saja ya. Saya sudah bilang berkali-kali, kalau saya jalan ini, sebelah sini adalah para menteri pembangunan sektoral, di sebelah sini adalah para gubernur pembangunan regional. Enggak mungkin kalau satu pincang, mesti dua-duanya bersinergi, seia sekata.

 

Setelah debottlenecking, ya kita percepatlah. Saya itu tidak suka 6 bulan masalah itu enggak kemana-mana, enggak bergerak. Bayangkan berapa banyak ruginya. Kemudian sasarannya hanya sekedar, ya yang penting lebih baik, Pak. Kok lebih baik, ya harus jauh lebih baik. Enough is not good enough, enggak cukup, enggak cukup. Strateginya itu saja sebetulnya. Ingat saja itu mesti ketemu nanti.

 

Nah kalau semua kita jalankan Saudara-saudara, insya Allah saya yakin ya, kalau semua itu, kita jalankan maka pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat. Pertumbuhan ekonomi mesti naiklah. Kemiskinan mesti turun lagi. Pengangguran mesti turun lagi. Pendidikan lebih baik lagi. Kesehatan lebih baik lagi. Pangan lebih baik lagi. Energi demikian juga. Korupsi makin kita cegah. Pembangunan daerah makin meningkat. Resepnya hanya itu.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin memberi contoh caranya bagaimana. Sasaran 2014 antara lain pertumbuhan ekonomi 7 persen atau lebih or more. Yang kedua, pengangguran bisa kita turunkan sekarang 8,1 persen, kita mentargetkan, kita merencanakan, kita berikhtiar untuk bisa turun menjadi 5-6 persen. Kemiskinan, sekarang angkanya berapa 12 berapa? Berapa sekarang kemiskinan? 14, kita mentargetkan, bekerja keras untuk menuju ke 8 persen sampai 10 persen.

 

Dari ini saja, ini tidak datang dari langit, antara lain ekonomi harus bergerak. Agar ekonomi bergerak perlu modal, perlu investasi. Darimana investasinya? Ya kita utamakan dalam negeri sendiri, bisa pemerintah melalui pembelanjaan pemerintah, belanja modal, government spending, government expenditure, tetapi tidak banyak. Rp 1.000 triliun APBN kita, paling-paling 10-15 persen saja yang itu komponen belanja modal. Padahal untuk mencapai 7 persen, rata-rata selama 5 tahun kita perlu investasi Rp 2.100-an triliun. Darimana? Ya non pemerintah. Non pemerintah siapa? Ya swasta. Swasta mana? Swasta dalam negeri, tetapi saya kira enggak cukup, baru kita ber-partner dengan sahabat-sahabat kita dari negara lain.

 

Tetapi mari kita dorong dulu para investor dalam negeri. Kalau ini terjadi mencapai Rp 2.000-an triliun per tahun selama 5 tahun, maka ini akan tercapai dengan policy yang baik, pengangguran akan bisa dikurangi, demikian juga kemiskinan. Investasi ini bagaimana, apa sebegitu mudah Saudara menanamkan modalnya? Ini para pengusaha di sini semua, sahabat-sahabat kita dari Timur Tengah misalnya, apa begitu saja mau menanamkan modalnya. Sahabat-sahabat kita dari Tiongkok, darimana pun. Ya lihat Indonesia, apakah politiknya stabil, atau geger terus, gaduh terus, apakah keamanannya masih gonjang-ganjing, bolak-balik ada teror atau makin susut, makin susut, makin hilang. Infrastruktur, apa listrik masih begini terus. Pupuk masih menjadi masalah. Jalan, pelabuhan, bandara dan sebagainya. Kepastian hukum, apakah hukum menjadi panglima dan bukan politik. Kebijakan ekonomi, kebijakan pajaknya, kebijakan bea cukainya, insentifnya, yang lain-lain apakah cocok, peraturan daerah, apa justru malah menghambat atau welcome sepanjang untuk rakyat kami, begitu suara gubernur. Perizinan, apakah harus lewat adiknya, kakaknya, saudaranya malam hari rembukannya, atau terang-benderang. Ini semua menentukan apakah investasi 5 tahun mendatang betul-betul tumbuh dengan baik. Sederhana sekali, enggak usah teori-teorian, mereka akan investasi, manakala ini makin baik, investasi terjadi, dapat kita. Itu kalau saya ditanya caranya bagaimana tadi.

 

Baik, saya kembali lagi masalah cita-cita ASEAN dan ini. Ya, judulnya tadikan pertumbuhan. Saya ingin tentunya dengan penataan yang baik 5 tahun ini, masing-masing provinsi tumbuh. Saudara yang menetapkan pertumbuhan berapa persen, Saudara sendiri yang tahu. Perdagangan dalam negeri makin hidup. Ada gagasan misalkan dulu Gubernur Riau, bicara sama saya, Malaysia juga punya gagasan mau menyambungkan Dumai dengan Malaka. Saya katakan nanti pada saatnya kita lakukan, setelah kita menyambung-nyambungkan dulu Sumatera dengan Jawa. Kemudian angkutan laut makin banyak, pesawat terbang itu enggak bisa ngangkut komoditas logistik itu, terbatas sekali. Jadi masa depan Indonesia harus armada laut yang lebih banyak lagi, disamping jalan-jalan di sini, jalan kereta api, ataupun jalan darat biasa, pelabuhan dermaga.

 

Pendek kata, inter-state trade, perdagangan dalam negeri antar pulau 5 tahun mendatang harus kita tingkatkan. Belum cukup, mesti baru berapa nanti, 5 tahun berikutnya lagi, 5 tahun berikutnya lagi. Dengan demikian, sekali lagi, ekonomi kita, ekonomi domestik, menjadi lebih kuat lagi, sebelum kita mengintergrasikan dengan dunia.

 

Nah yang ketiga connectivity tadi, transportasi. Singapura sudah siap, Malaysia sudah siap. Malaysia mungkin punya ide untuk downstream kelapa sawit di wilayahnya. Tidak keliru cara berpikir mereka, karena ingin ada connectivity di ASEAN. Yang keliru kalau kita tidak memikirkan connectivity di dalam negeri sendiri. Mari planning kita, BAPPENAS kita, BAPPEDA, dunia usaha, perguruan tinggi, civil society, mari bekerja untuk itu. Kita bikin lebih hidup, lebih tumbuh, lebih dinamis kita punya perekonomian domestik. Jumlah penduduk 230 juta, ini luasnya 8 juta km2. Ini potensi, ini peluang. Jadi kalau kita berkutat apa yang ada sekarang ini, tidak datang itu peluang.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin mengingatkan, agak panjang saya bicara, tapi hampir selesai. Saudara pernah kenal yang disebut dengan triple track strategy, ini tetap berlaku. Mengapa? Saya tidak ingin Indonesia sekedar tumbuh. Kalau yang kita kejar hanya yang penting 7 persen, Pak, siapa tahu 8 persen, siapa tahu 9 persen, mungkin bisa dengan segala cara. Tetapi apa artinya pertumbuhan itu, kalau menimbulkan kesenjangan yang lebih tinggi. Kalau yang tumbuh itu-itu saja, yang lain tidak tumbuh, yang menikmati itu-itu saja, rakyat yang lain gigit jari. Oleh karena itu, pilihan kita, strategi kita ya tumbuh perekonomian, tetapi jangan sampai lapangan kerja tidak tercipta, jangan sampai kemiskinan tidak dapat kita turun kan secara lebih signifikan. Mari kita pegang Saudara-saudara, bahwa yang kita pilih, ya tumbuh, tapi juga yang nganggur-nganggur berkurang, dapat kerjaan, kemudian dengan dapat kerjaan, pendapatannya naik, kemiskinan berkurang.

 

Saya ingin menyampaikan rahasia, untuk mencapai ketiga sasaran tadi sekaligus, pertumbuhan, lapangan kerja, pengurangan kemiskinan. Yang pertama, pemberdayaan. Saudara-saudara, sekarang ada program pro rakyat, banyak sekali, nilainya juga tinggi, lebih dari Rp 70 triliun per tahun. Tetapi ingat itu sifatnya sementara. Program pro rakyat bantuan langsung semacam subsidi, itu hanya membantu mereka-mereka yang sangat memerlukan, yang benar-benar belum berdaya. Nantinya makin berdaya dia, maka tidak kita kasih ikannya lagi, kita kasih kailnya, bahkan kita kasih perahunya. Oleh karena itu, 5 tahun mendatang tolong disukseskan, di sini banyak sekali pimpinan bank yang berjasa. Kemarin misalkan BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, BTN, yang mengalirkan Kredit Usaha Rakyat. Saya dengar bank-bank swasta juga siap untuk masuk ke scheme itu. Kita rencanakan, sekali lagi kita rencanakan tiap tahun itu ada Rp 20 triliun yang kita alirkan untuk Kredit Usaha Rakyat dengan government guarantee, sehingga disisihkan Rp 20 triliun dari APBN, sehingga 5 tahun akan ketemu Rp 100 triliun untuk membantu permodalan dengan scheme Kredit Usaha Rakyat, yaitu usaha mikro dan usaha kecil. Kalau usaha menengah ke atas, gunakan scheme yang biasa. Usaha mikro, usaha kecil. Kalau itu kita aliri dana, modal pinjaman itu, maka bisa dibayangkan rakyat kita akan bisa mencari keberdayaannya sendiri, berusaha kecil-kecilan, dapat pendapatan yang lebih baik dan akhirnya tidak nganggur, kemiskinan berkurang.

 

Nah ini memerlukan pasangan, yaitu kewirausahaan, entrepreneurship. Tadi malam saya dapat surat dari Pak Jacob Oetama dan Pak Ciputra. Ada beliau di sini? Tidak hadir saya kira. Beliau berdua menyarankan kepada saya, yang mesti digalakkan di Indonesia ini jiwa kewirausahaan, entrepreneurship. Saya setuju seratus persen. Mengapa? Meskipun kita alirkan Rp 100 triliun 5 tahun untuk usaha mikro dan usaha kecil, tetapi kalau ini tidak tumbuh, orang tidak kreatif, untuk menciptakan lapangan pekerjaan, apakah dagang bakso, apakah bikin kerajinan tangan, apakah ngembangkan batik kecil-kecilan, apakah makanan olahan, dendeng lele dan sebagainya. Kalau tidak punya entrepreneurship, ini juga tidak akan bergerak terlalu jauh.

 

Saya mengkritik metodologi pendidikan kita. Ya kalau salah, salah kita semua. Saya ingatkan Menteri Pendidikan Nasional, Pak Nuh. Mana Pak Nuh? Ya. Coba sejak TK, SD, SMP, SMA, itu metodologinya jangan guru aktif, siswa pasif, sekedar mengejar nanti ujian, raport, kertas. Kalau itu yang dipilih sebagai metodologi belajar-mengajar, maka anak-anak kita selama 12 tahun bersekolah tidak berkembang itu jiwa inovasinya, kreativitasnya, kewirausahaannya. Tolong bikin seaktif mungkin, banyak studi kasus dengan cara-cara yang klop, sesuai dengan tingkatan kalau TK, SD sederhana sekali, SMP mulai meningkat, SMA mulai meningkat. Didorong mereka, maka yang akan terjadi adalah bukan job seekers semata-mata, pencari lapangan pekerjaan, tapi pencipta lapangan pekerjaan, job creators. Ini sepertinya gampang-gampang saja, tapi memerlukan reformasi di bidang pendidikan nasional, reformasi bagi metodologi. Para dosen, para guru diajak semua untuk mengubah metodologi yang lebih mengembangkan entrepreneurship, mengembangkan jiwa inovasi, mengembangkan kreativitas.

 

Indonesia dinilai masih sedikit, Amerika 15 persen dari penduduknya, Singapura 7 persen dari penduduknya, Indonesia kurang dari 1 persen yang dikategorikan sebagai entrepreneurs. Mari kita tingkatkan habis-habisan ke depan, supaya klop tadi dengan titik yang pertama.

 

Nah yang ketiga, 5 tahun mendatang, bahkan kita punya konsep 10 tahun mendatang akan kita bangun, ya boleh program, boleh campaign tentang inovasi teknologi secara nasional. Banyak ketertinggalan kita karena pengusaan teknologi sampai tingkat bawah, bagaimana pangan kita makin produktif dan dengan produktivitas yang tinggi, energi kita, transportasi kita, dunia kesehatan kita, apalagi semua yang memerlukan inovasi teknologi. Ini akan kita dorong dengan program yang nyata. Dengan demikian, kalau ini terjadi, maka hampir pasti upaya besar kita untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mengurangi kemiskinan, akan berjalan lebih efektif lagi.

 

Saudara-saudara,

 

Tidak ada jalan yang lunak untuk mencapai tujuan yang mulia, berkali-kali saya katakan, enggak ada. Kalau kita kerjanya ya begini-begini saja, hasilnya juga begitu-begitu saja. Oleh karena itu, tidak berkelebihan kalau saya ingatkan ada 5 kunci sukses, tidak perlu saya jelaskan, pasti sudah mengerti maksudnya. Stabilitas politik, kerukunan sosial jangan gaduh terus di antara komponen masyarakat, manajemen semua, bukan hanya Presiden, semua, sampai ke tingkat yang paling bawah, sampai tingkat camat pun masih diperlukan manajemen itu. Kepemimpinan sampai kepala desa masih diperlukan kepemimpinan, kemitraan. Pemerintah tidak mungkin sendiri, dunia usaha juga tidak bisa jalan sendiri, demikian juga komponen yang lain, mesti bersinergi, mesti kita bangun sinkronisasi yang sebaik-baiknya.

 

Dan akhirnya menutup sambutan dan direktif saya ini, tidak berkelebihan kiranya kalau saya harus mengatakan tidak usah melihat ke belakang, mari kita melihat ke depan, karena saya yakin bahwa sekaranglah saatnya kita benar-benar bersatu, bangkit dan maju. Ketika kita jatuh dalam krisis 10 tahun yang lalu, siapa yang menolong kita? Ya kita sendiri. Ada kerjasama negara lain, ada bantuan, tetapi tidak bisa mengubah keadaan not much. Kita sendiri. Siapa yang bikin Indonesia maju? Ada ASEAN, ada APEC, ada G-20, tetapi tidak bisa membikin Indonesia maju, kecuali kita sendiri. Dan di tengah-tengah kita masih muncul kalau kita ikuti dan itu ndak apa-apa di demokrasi begitu, indah demokrasi kita, tetapi jangan hiraukan mereka yang begitu pesimisnya, skeptisnya, mengejek, ah apalagi itu, apalagi, paling-paling gitu, senyum saja, hormati mereka, karena memiliki hak untuk bicara dalam demokrasi. Tetapi selebihnya bulatkan tekad kita untuk mencapai hasil yang lebih baik. Saya tidak mungkin mengemban tugas sendiri, demi masa depan kita 5 tahun mendatang nantinya, saya memohon bantuan, kerjasama, kemitraan kita untuk membangun negeri kita yang lebih baik lagi di masa mendatang.

 

Dengan pesan, harapan dan ajakan itu Saudara-saudara, maka dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah Subhaanahu wa Ta'alaa, dan dengan mengucapkan "Bismillahirrahmanirrahim", Temu Nasional Tahun 2009 dengan resmi saya nyatakan dibuka.

 

Sekian.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RIA