Sambutan Presiden RI pada Pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional, Jakarta, 2 Februari 2011

 
bagikan berita ke :

Rabu, 02 Februari 2011
Di baca 854 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PENCANANGAN GERAKAN KEWIRAUSAHAAN NASIONAL

TANGGAL 2 FEBRUARI 2010

DI GEDUNG SMESCO UKM , JAKARTA

 

Bismillahirahmanirrahim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Ketua MPR RI, Bang Taufik Kiemas, Ketua DPD RI, Ketua Komisi Yudisial, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan para pimpinan lembaga-lembaga negara yang lain,

 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,

 

Yang Mulia para Duta Besar Negara-negara Sahabat dan para pimpinan organisasi-organisasi internasional,

 

Para Gubernur, Bupati, dan Walikota,

 

Para pimpinan perguruan tinggi,

 

Para pimpinan dunia usaha, baik milik negara maupun swasta,

 

Para wirausaha, para mahasiswa, pramuka, dan generasi muda yang lain,

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenan rahmat dan rida-Nya, kita semua masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan bakti, tugas, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta, utamanya di dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, khususnya pengembangan kewirausahaan di seluruh tanah air.

 

Saya mengucapkan terima kasih atas prakarsa dilaksanakannya Gerakan Kewirausahaan Nasional ini. Dan, saya juga mengucapkan selamat kepada semua yang tadi telah menerima penghargaan dari negara atas prestasi dan capaiannya di dalam mengembangkan dunia kewirausahaan. Saya juga gembira dan bangga melihat semangat yang tinggi dari generasi muda kita untuk menjadi wirausaha, entrepreneur, atau technopreneur yang insya Allah berhasil.

 

Saudara-saudara,

 

Mengapa saya gembira dan bangga terhadap seorang wirausaha atau mereka yang berkeinginan, yang bertekad, dan berupaya untuk menjadi wirausaha? Ya, karena wirausaha adalah seorang yang punya ide, seorang yang kreatif dan inovatif. Mereka juga seorang yang berani melakukan yang baru, sebelumnya belum ada, dibikin ada. Juga, seorang yang berani mengambil risiko, apakah terobosannya, penemuannya, idenya itu berhasil atau tidak di kemudian hari. Juga, seorang yang tidak pasif, menunggu saja, berserah diri, tidak berusaha, tetapi adalah seorang yang aktif untuk menemukan sesuatu, untuk berkarya bagi kemajuan hidupnya. Itulah pengertian atau hakekat seorang wirausaha, entrepreneur, ataupun technopreneur.

 

Dalam konteks bisnis atau dunia ekonomi, seorang wirausaha adalah yang menemukan produk dan jasa yang baru, yang membuka pasar yang tadinya belum ada, memberikan nilai tambah terhadap barang dan jasa yang diproduksi selama ini, yang menghubungkan: ada modal, ada pekerja, dihubungkanlah agar modal itu makin berkembang, digunakan makin baik, sehingga nilai tambahnya, hasilnya pun juga makin baik. Juru hubung inilah sesungguhnya juga seorang wirausaha. Kemudian diatas segalanya, kalau para wirausaha terus berkembang di negeri kita ini, maka bisnis atau usaha dan ekonomi di seluruh Indonesia akan makin bergerak dan makin berkembang.

 

Oleh karena itu, saya luruskan, wirausaha tidak identik dengan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, beda. Tetapi hampir pasti atau lazimnya seoarang wirausaha ketika memulai bidang usahanya yang disebut dengan start small itu melalui atau menggunakan atau beraktivitas di usaha mikro, kecil, dan menengah, sehingga ada pertautan yang erat di antara wirausaha dengan bidang-bidang usaha yang berangkat dari kecil dulu dan kemudian tumbuh menjadi usaha yang makin besar.

 

Saudara-saudara,

 

Mengapa kita semua, kita melihat tayangan tadi, mendengarkan pidato Menteri Koperasi dan UKM tadi, mengapa sekali lagi kita ingin kewirausahaan atau entrepreneurship di Indonesia ini makin tumbuh dan makin berkembang? Mari kita sejenak memahami kembali hakekat pembangunan. Mengapa negara kita ini terus membangun sejak Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarno Putri, saya sendiri, dan nanti pengganti-pengganti saya, mengapa semua pemimpin, bersama seluruh rakyat Indonesia, terus membangun dari masa ke masa? Jawabannya adalah kita terus membangun karena kita ingin kesejahteraan rakyat kita makin meningkat.

 

Untuk negara berkembang, developing countries, termasuk Indonesia, maka yang dinamakan kesejahteraan rakyat itu makin meningkat manakala kemiskinan juga terus berkurang. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa masih ada di dunia ini, termasuk di negeri kita, orang atau keluarga yang miskin? Mereka miskin karena penghasilannya atau income-nya tidak cukup atau kecil, bahkan sebagian keluarga hampir tidak memiliki penghasilan. Mengapa seseorang atau keluarga tidak punya penghasilan? Karena mereka tidak punya pekerjaan atau menganggur.

 

Nah, kita bicara pengangguran. Apakah pengangguran itu hanya terjadi di Indonesia? Tidak, di negara manapun ada penggangguran, bahkan sekarang ini ketika dunia baru saja mengalami krisis tahun 2008, tahun 2009 yang lalu, banyak negara yang angka penganggurannya jauh lebih tinggi dari pengangguran yang ada di negeri kita. Saudara pasti bertanya, "Berapa pengangguran di Indonesia sekarang ini?" Pengangguran kita sekarang ini atau saudara-saudara kita yang belum mendapatkan pekerjaan berjumlah 8,32 juta atau 7,14 persen.

 

Dari mana angka itu diperoleh dan bagaimana menghitungnya? Data itu saya peroleh dari BPS tahun 2010. Tadi malam, saya telepon kembali Kepala BPS, Saudara Rusman Heriawan, masih valid datanya, "Apakah ada perubahan?" Dikatakan, "Benar." Jadi, ini bukan kebohongan, karena data itu betul-betul ada.

 

Hasil sensus 2010 dan data yang dikembangkan BPS yang menghitung bukan Presiden SBY, tapi BPS, penduduk kita sekarang ini berjumlah 237,8 juta; angkatan kerja 116,5 juta; kesempatan kerja, artinya orang yang bekerja, berjumlah 108,2 juta. Tentu ada sisanya yang belum bekerja. Berapa? Ya, tadi itu: 8,32 juta. Itulah pengangguran.

 

Nah, sekarang pemerintah, lembaga-lembaga negara, para Gubernur, Bupati, Walikota, semua pihak tentu ingin bagaimana kita bekerja keras untuk terus mengurangi pengangguran itu atau sama dengan menciptakan, membuka lapangan kerja yang baru, ini yang menjadi pekerjaan rumah dan tugas kita yang utama. Mari kita lihat ke mana saudara kita yang 8,32 juta itu mendapat pekerjaan ke depan ini.

 

Saudara-saudara,

 

Sebagian ingin jadi pegawai, ingin jadi guru, ingin menjadi anggota TNI, ingin menjadi anggota Polri. Boleh, tetapi ingat, ada batasnya, jumlah sesuai dengan keperluan negara dan sesuai dengan anggaran negara. Kalau mereka ada yang pensiun, maka terbuka peluang itu. Untuk diketahui, jumlah mereka itu sekarang ini adalah 7.663.570 orang, terdiri dari PNS 4.700.000 sekian, jumlah guru dan dosen 2.000.000 sekian, jumlah TNI 464.000 sekian, jumlah Polri 412.000 sekian. Andai kata ada yang pensiun, ada yang berhenti, menerima masukan-masukan baru, pegawai baru, jumlahnya pun tidak bisa besar sekali. Ada batasnya. Tetapi, itu kira-kira sumber-sumber untuk mengurangi pengangguran. Yang lain menjadi profesional di berbagai organisasi dan perusahaan swasta.

 

Terbuka tentunya peluang untuk itu. Yang lain menjadi pekerja atau labor di sektor pertanian, banyak sekali pertanian itu; di industri, banyak sekali industri; dan juga di bidang jasa. Itu ruang yang terbuka untuk para penganggur itu. Berikutnya, menjadi pekerja dalam pembangunan infrastruktur: jalan, bandara, pelabuhan, perumahan, pembangkit listrik, dan sebagainya. Itu juga bisa menerima tenaga kerja yang baru. Kemudian yang terakhir ini, yang menjadi tema besar dari hajat kita hari ini: berusaha sendiri melalui koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah, dan menjadi wirausaha yang menciptakan produk, pasar, dan bisnis yang baru.

 

Kalau kita rasional, cerdas, mengerti keadaan, kemana kita mencari pekerjaan, saya sebutkan tadi: A, B, C, D, E, F, tapi ada batasnya, mengapa tidak kita ciptakan lapangan-lapangan pekerjaan baru, usaha-usaha baru, sehingga lebih banyak lagi yang bisa diserap dalam bidang-bidang itu. Di sinilah pentingnya kewirausahaan, di sinilah pentingnya usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi yang harus kita tumbuh kembangkan di seluruh Indonesia. Karena, kalau ini berkembang, berarti ada aktivitas baru. Kalau ada aktivitas baru, berarti ada pekerjaan baru. Kalau ada pekerjaan baru, bisa menerima saudara-saudara kita yang mencari pekerjaan.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Para wirausaha dan calon wirausaha yang saya cintai,

 

Pertanyaan berikutnya lagi adalah apakah masih ada peluang bagi para wirausaha untuk mengembangkan usahanya, bisnisnya, kegiatannya di Indonesia ini di waktu mendatang? Jawabannya, masih. Masih terbuka peluang dan kesempatan bagi para wirausaha dan calon wirausaha. Mengapa saya mengatakan begitu dan apa alasannya? Mari kita lihat bersama-sama.

 

Negara kita, Indonesia, alhamdulillah, memiliki sumber daya alam yang besar dibandingkan banyak negara, termasuk tetangga-tetangga kita, Indonesia memiliki kelebihan dari sumber daya alam. Itu nomor satu.

 

Nomor dua, kita juga memiliki sumber daya manusia yang besar. Dari anatomi demografi kita, penduduk yang produktif kita tinggi. Ini yang disebut dengan demography devident. Mereka akan menjadi work force, akan menjadi pekerja-pekerja yang insya Allah akan menggerakkan perekonomian kita.

 

Yang ketiga, tidakkah saudara tahu bahwa ekonomi kita terus tumbuh? Teori ekonomi mengatakan, yang namanya high growth manakala pertumbuhan di atas 4%. Alhamdulillah, sekarang ini pertumbuhan kita menuju ke high growth. Dan, PDB kita, GDP kita juga makin besar. Sekarang, sudah setara dengan US $700 miliar. Itulah mengapa kita termasuk 20 besar ekonomi dunia, itulah mengapa kita masuk anggota G20 sekarang ini. Itu juga peluang yang jangan disia-siakan magnitude atau besarnya perekonomian kita.

 

Yang lain, kebutuhan atau demand akan barang dan jasa bagi 237 juta manusia yang daya belinya juga makin tinggi makin ke depan, maka demand itu juga makin tinggi. Artinya diperlukan produk barang dan jasa yang diperlukan oleh mereka. Itu juga faktor yang lain.

 

Masih ada yang lain. Kalau kita jujur, ekonomi di seluruh Indonesia: di provinsi, kabupaten, dan kota, baik pertanian, industri maupun jasa, masih sangat bisa dikembangkan, belum pada titik optimalnya. Begitu juga peluang bagi wirausaha, bagi para entrepreneur dan technopreneur.

 

Yang lain, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi makin baik. Bangsa atau masyarakat yang memiliki penguasaan iptek yang makin tinggi, maka akan memiliki modal atau capital yang akan ditransfer menjadi penemuan-penemuan baru, karya-karya baru, kreativitas baru, dan inilah modal utama bagi seorang entrepreneur dan technopreneur atau wirausaha tadi.

 

Yang terakhir, mengapa saya mengatakan terbuka bagi wirausaha? Negara, pemerintah, dunia usaha, termasuk yang mendapatkan penghargaan tadi, juga ingin memberikan bantuan kepada usaha rintisan baru. Bantuan itu macam-macam: pelatihan, pemberian modal, pinjaman, dan lain-lain, termasuk Kredit Usaha Rakyat.

 

Saya ingin berhenti sebentar tentang Kredit Usaha Rakyat ini. Tadi waktu calon penerima kredit maju ke depan, diberikan satu per satu oleh pimpinan bank yang biasa memberikan: ada BRI, ada Mandiri, ada BNI, ada BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, Jamsostek, dan sebagainya, termasuk Bank Pembangunan Daerah. Yang ditepuk tangani yang nilainya ratusan juta. Pak Sofyan Baasir, Direktur Utama BRI, karena menyerahkan 20 juta, tepuk tangannya kecil. Tapi untuk diingat, dari 17 triliun yang kita salurkan kemarin, 2010, separuh lebih dari BRI. Memang menyalurkannya 5 juta, 10 juta, 20 juta; nah kalo dagang bakso, mengapa pinjam 100 juta? Lebih baik dikasih 5 juta bisa jualan, ribuan tukang bakso dapat. Kalau dia bikin warung tegal, mengapa harus 500 juta? Mungkin cukup 20 juta, ribuan warung tegal dan sebagainya, dan sebagainya.

 

Jadi, semua bank itu telah berjasa sesuai dengan sifat bisnisnya, sesuai dengan apa yang dilakukan, tepuk tangan untuk semua bank. Ya, tahun lalu itu 17 triliun dari sasaran 20 triliun. Tiga triliun harus di-carry over tahun ini. Berapa yang dipinjami modal, sebagian besar tanpa agunan, untuk terus bergerak? Jumlahnya 1.437.650 unit usaha. Itulah UMKM, itulah pergerakan ekonomi rakyat.

 

Ini para Gubernur ada di sini. Ada seorang tokoh bertemu saya, mengatakan begini, "Saya bertanya kepada masyarakat di Provinsi X. ‘Saudara tahu KUR?' ‘Oh tahu Pak. KUR itu manggil ayam: kur, kur, kur itu.'" Saya, dalam hati saya, "Coba saya cek." Kalau betul di provinsi-provinsi, rakyat tahunya KUR itu panggil ayam, berarti gubernur, bupati, dan walikota tidak cukup memberikan penjelasan. Tetapi sebaliknya, kalau rakyat tahu apa itu Kredit Usaha Rakyat, KUR tadi, dan tokoh itu mengatakan saja sambil menghina itu, berarti tidak baik. Itu saja.

 

Saya lebih percaya bahwa dengan 17 triliun, dengan sekian triliun, kerja keras para gubernur, bupati, dan wali kota dan semua, ya tentu mengertilah Kredit Usaha Rakyat itu. Mungkin juga sebagian belum mengerti, mungkin. Wong namanya rakyat kita tersebar di mana-mana. Oleh karena itu kalau belum mengerti, segera dimengertikan, dengan demikian, lebih berhasil lagi program kita ini.

 

Saudara-saudara,

 

Nah, dengan cerita saya tadi, kita tahu sekarang apa mata rantai atau hubungan antara pentingnya kewirausahaan untuk penciptaan lapangan pekerjaan, agar rakyat mendapatkan income atau penghasilan, dan kemudian insya Allah kemiskinan terus berkurang.

 

Saudara-saudara,

 

Ini kesempatan yang baik untuk kita menelaah kembali kebijakan dan bangun perekonomian kita. Saya lihat banyak pimpinan perguruan tinggi, banyak mahasiswa, banyak pakar, mari kita telaah bersama-sama, apa sudah benar kita punya kebijakan ekonomi yang kita jalankan sekarang ini. Begini, ada yang memberikan tanggapan ataupun kritik bahwa kebijakan ekonomi pemerintah, baik secara nasional maupun di daerah-daerah, itu hanya berorientasi atau hanya mengejar pertumbuhan semata, growth, dan mengabaikan pemerataan serta pengurangan kemiskinan. Baik, itu tanggapan, itu pandangan, itu kritik, dan sah di dalam negara demokrasi ini, siapa pun bisa menyuarakan pendapatnya, tidak ditabukan dan justru ekspresi pendapat seperti ini membuat demokrasi kita makin hidup.

 

Nah, kewajiban pemerintah ketika dianggap seperti itu, tentu memberikan penjelasan. Dengan demikian, maka rakyat pun di satu sisi mendengar kritik, di sisi yang lain mendengarkan penjelasan pemerintah, sehingga mereka bisa mencerna sebenarnya yang betul itu seperti apa. Adakalanya kritik itu benar dan pemerintah wajib menjalankan. Adakalanya setelah dijelaskan oleh pemerintah, tidak seperti itu sebagaimana yang dikritikkan. Itulah hakekat komunikasi yang kita bangun sekarang ini. Mari kita lihat apakah betul kebijakan ekonomi kita hanya mengejar pertumbuhan dan melupakan pemerataan dan pengurangan kemiskinan.

 

Saudara-saudara,

 

Sejak tahun 2005, sebenarnya kita bersepakat untuk menganut yang disebut pertumbuhan disertai pemerataan, dengan pilihan strategi pro pertumbuhan, pro kesempatan kerja, pro pengurangan kemiskinan, dan terus terang sejak tahun 2008 yang lalu kita tambah pro lingkungan. Apakah kebijakan itu menghasilkan sesuatu? Ya. Tidakkah kita sadar setelah krisis 12 tahun yang lalu, ekonomi kita hancur, kemudian mulai tahun 2001 terus sampai sekarang kita membangun kembali perekonomian kita?

 

Sesungguhnya juga dengan kebijakan yang saya sebutkan tadi apa yang terjadi, apa hasilnya, tidakkah kita harus jujur mengatakan pertumbuhan makin meningkat, pengangguran makin berkurang, dan kemiskinan makin berkurang. Data kuantitatifnya ada, narasi kualitatifnya juga. Apakah kita sudah puas? Belum. Masih harus kita turunkan kembali kemiskinan, masih harus terus kita turunkan kembali pengangguran, masih harus kita tingkatkan kita punya pertumbuhan, tetapi kenyataannya memang mengalami perbaikan.

 

Dari kaca mata APBN 1.200 triliun sekarang, alhamdulillah itu juga tidak semuanya dialokasikan untuk stimulasi pertumbuhan, growth stimulus, disamping membiayai tugas pemerintahan umum, tetapi juga tidak sedikit yang kita alokasikan untuk pengurangan kemiskinan, seperti subsidi, jaring pengaman sosial, social safety net, bantuan langsung masyarakat dan, sebagainya. Dari struktur dan antomi APBN dan APBD, dari policy umum, dari apa yang kita capai, sesungguhnya tetap kita menjalankan kebijakan ekonomi, yaitu pertumbuhan disertai pemerataan.

 

Saudara-saudara,

 

Yang terakhir, masih telaah terhadap kebijakan ekonomi kita, khusus upaya mengurangi kemiskinan. Kita harus jujur kemiskinan di negeri kita masih ada. Jumlahnya masih katakanlah cukup besar. Kalau 13,1% dari 237 juta, pasti kita sendiri belum nyama melihat saudara-saudara kita yang miskin. Tugas kita terus-menerus menurunkan.

 

Bagaimana caranya menurunkan kemiskinan? Tentu bukan hanya melalui penciptaan pekerjaan dari pertumbuhan ekonomi. Para ekonom tahu, kalau ekonomi tumbuh, pengangguran berkurang. Ini dalam teori ekonomi namanya Hukum Okun, meskipun sering ada anomali. Harapan kita, dengan pertumbuhan, lapangan pekerjaan tercipta, dan kemudian kemiskinan berkurang. Saya ulangi Hukum Okun tadi: pertumbuhan naik, pengangguran berkurang. Dengan pengangguran berkurang, harapan kita kemiskinan berkurang.

 

Tapi bukan hanya itu. Kita juga keluarkan kebijakan subsidi: subsidi listrik, subsidi BBM, subsidi pupuk, subsidi benih untuk petani, dan lain-lain. Subsidi ini tidak disukai oleh teori atau mazhab atau paham ekonomi yang sangat kapitalistik, termasuk ekonomi neoliberal, tapi kita pilih karena masih banyak rakyat kita yang memerlukan, terutama golongan ekonomi lemah, kita tetapkan dan jalankan kebijakan subsidi itu.

 

Tetapi bukan hanya dua itu lagi upaya kita mengurangkan kemiskinan, tapi juga kita sertai dengan program-program pro rakyat yang anggarannya juga tidak sedikit, seperti BOS untuk pendidikan, Jamkesmas untuk kesehatan, PKH untuk saudara kita yang sangat miskin, beras untuk rakyat miskin, dan sebagainya.

 

Saudara-saudara,

 

Itulah upaya kita untuk terus-menerus mengurangi kemiskinan. Tetapi saya ingatkan, kalau subsidi ini jumlahnya sangat besar, sesungguhnya tidak baik bagi perekonomian, sangat membebani APBN kita. Oleh karena itu ke depan, sesuai dengan perkembangan perekonomian kita, subsidi ini benar-benar akan kita tujukan untuk membantu rakyat kecil yang memerlukan. Yang mampu, yang kaya, tentu tidak tepat menerima subsidi, agar lebih adil dan tidak terlalu membebani APBN kita. Tentu proses ini akan kita laksanakan secara arif, berhati-hati, dan tepat. Yang penting kita bisa melindungi saudara kita yang perlu dilindungi.

 

Saudara-saudara,

 

Akhirnya dengan penjelasan-penjelasan tambahan ini, sesuatu yang lebih makro sifatnya, agar kita mengetahui konteks mengapa wirausaha ini sangat penting, maka saya ingin menggarisbawahi hal-hal sebagai berikut: wirausaha sangat penting, kewirausahaan juga sangat penting, karena kalau sekarang dan ke depan ini makin tercipta usaha baru dan pekerjaan tambahan, maka otomatis pengangguran akan terserap, yang pada gilirannya kemiskinan akan berkurang.

 

Nah, bicara tentang aktivitas usaha baru ini, bisnis baru ini, yang menciptakan lapangan pekerjaan baru ini, sangat disumbang oleh para wirausaha, sehingga sebenarnya wirausaha adalah pahlawan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, mari bersama-sama di seluruh Indonesia kita kembangkan kewirausahaan ini. Insya Allah, saudara-saudara, dengan kerja keras kita, dengan persatuan kita, kebersamaan kita, ekonomi kita akan makin tumbuh, dan kesejahteraan rakyat kita akan makin baik.

 

Selamat berjuang para wirausaha, semoga saudara semuanya berhasil. Sekian.

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI