Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2011, 3-01-2011
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
PERESMIAN PEMBUKAAN PERDAGANGAN BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011 DAN PERTEMUAN DENGAN PARA PELAKU PASAR MODAL, BISNIS, DAN EKONOMI INDONESIA
DI GEDUNG BURSA EFEK INDONESIA, JAKARTA
TANGGAL 3 JANUARI 2011
Â
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Para undangan dan hadirin yang saya hormati,
Pimpinan, manajemen, dan karyawan Bursa Efek Indonesia yang saya cintai,
Pertama-tama, saya mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011, semoga tahun ini Saudara
semua dapat meningkatkan kinerja dan prestasinya di bidang pasar modal di
negeri kita.
Yang kedua, saya mengucapkan selamat, disertai ucapan terima kasih dan
penghargaan, atas kerja keras, komitmen, dan dedikasi Saudara semua sehingga
prestasi dan kinerja pasar modal kita sangat impresif dan membanggakan. Dan Saudara
menjadi bagian dari sukses yang kita raih bersama, utamanya di bidang pasar
modal.
Ke depan, tantangan yang kita hadapi, baik perkembangan di
tingkat global maupun di tingkat nasional, tidak semakin ringan. Oleh karena
itu, marilah kita lanjutkan kerja keras kita, semangat kita, dan kebersamaan
kita untuk bersama-sama menyukseskan perekonomian nasional, sekaligus, tentunya,
menyukseskan pembangunan bangsa kita.
Â
Itulah harapan saya dan semoga dengan niat baik kita ini,
kita terus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, saudara-saudara
kita di seluruh tanah air dengan cara meningkatkan pembangunan perekonomian
yang di antaranya disumbang oleh apa yang Saudara lakukan hingga
saat ini.
Â
Kalau sekarang kita bisa meraih prestasi dengan lebih banyak lagi perusahaan yang go public, dengan nilai kapitalisasi dan nilai transaksi yang juga lebih tinggi, sehingga kita menjadi pasar modal terbaik, katakanlah di kawasan Asia Pasifik, maka marilah kita jaga dan kita pertahankan dalam perkembangan dan perjalanan pasar modal ini di tahun-tahun mendatang.
Demikianlah Saudara yang dapat saya sampaikan,
dan akhirnya dengan memohon rida Tuhan Yang Maha
Kuasa, serta dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, Perdagangan
Hari Pertama Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 dengan resmi saya nyatakan dibuka.
Â
Hadirin sekalian yang saya hormati, khususnya para pelaku pasar modal, pelaku bisnis, dan pelaku ekonomi yang saya cintai,
Marilah kita awali kegiatan kita di awal tahun 2011 ini dengan tidak
henti-hentinya memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
Allah Subhaanahu Wa Ta'aala, atas
perkenan rahmat dan rida-Nya, bangsa kita masih diberi kesempatan untuk terus
membangun diri menuju masa depan yang lebih baik.
Saya juga ingin menggunakan kesempatan yang baik ini untuk mengucapkan Selamat
Tahun Baru 2011 kepada Saudara semua, dengan doa dan harapan semoga kinerja dan
prestasi kita, baik pasar modal, bisnis, ekonomi, maupun keseluruhan gerak
pembangunan bangsa bisa terus meningkat, sehingga kita dapat semakin
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Secara khusus,
saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para pelaku bisnis dan pelaku
ekonomi, atas kontribusi Saudara, sehingga capaian perekonomian nasional kita
pada tahun 2010 sesuai dengan harapan kita semua atau lebih baik dari tahun
sebelumnya.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bursa Efek
Indonesia, dan juga tentunya para pelaku pasar modal, atas partisipasi dan
kontribusinya,
untuk memajukan pasar modal di negeri kita. Sebagaimana tadi juga disampaikan
oleh Menteri Keuangan, alhamdulillah, Pasar
Modal
Indonesia memiliki prestasi yang very impressive, sangat membanggakan,
karena menjadi Pasar Modal Terbaik untuk tahun 2010 di seluruh Asia Pasifik.
Momen seperti sekarang ini, awal tahun baru, adalah baik untuk kita semua
melakukan refleksi dan evaluasi. Apa yang sudah berhasil dan yang belum
berhasil, yang kita lakukan di tahun 2010 yang lalu, untuk mendapatkan
evaluasi, koreksi, dan perbaikan. Manakala itu belum baik di tahun ini, dan
manakala itu satu standing dan prestasi yang membanggakan, kita
berkewajiban untuk memelihara dan bahkan meningkatkannya. Itulah makna dari
pergantian tahun. Evaluasi dan refleksi, kemudian membangun semangat, komitmen,
dan kerja baru, nanti, agar masa depan kita tahun ini dan tahun-tahun mendatang
lebih cerah lagi.
Dalam melakukan evaluasi, saya ingatkan Saudara-saudara, kita harus merujuk
pada parameter dan ukuran yang tepat, correct measurement. Kalau kita
mengevaluasi sesuatu, ukurannya salah, hampir pasti hasil evaluasinya juga salah.
Tidak boleh antah-berantah, semaunya sendiri, mengukur hasil sebuah program,
atau implementasi kebijakan, atau apa pun yang
dilakukan di negeri kita ini. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan rujukan
atau ukuran apa yang mesti kita pilih, kita tentukan untuk mengukur kinerja
kita pada tahun 2010 kemarin.
Dari kacamata pemerintah, mengukurnya adalah,
apakah Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan APBN tahun 2010 itu dapat
dicapai? Di
situ mengukurnya. Jangan mengukur sesuatu yang tidak menjadi rencana yang
dijalankan pemerintah pada tahun 2010 kemarin, termasuk
means yang kita
gunakan untuk mencapai tujuan RKP itu, yaitu APBN kita tahun 2010.
Itu dari sisi kacamata pemerintah. Namun, kehidupan di negeri ini bukan hanya domain pemerintah.
Bukan
hanya dilakukan oleh pemerintah. Bukan
hanya ditinjau dari implementasi, dari program kerja pemerintah. Tetapi, secara
umum, in general, kita harus juga melihat khusus perekonomian. Apakah
perekonomian kita tahun lalu itu mengalami perbaikan. Silahkan diukur dengan
parameter dan ukuran yang lazim dipakai oleh bangsa di mana pun dalam mengukur
kinerja dan prestasi perekonomian.
Saudara-saudara,
Dengan rujukan dan cara mengukur sebuah upaya, program, atau pekerjaan, maka
mari kita lihat apa yang menjadi substansi dari RKP tahun lalu, tahun 2010, dan
sekaligus APBN tahun 2010 itu. Supaya ingat kita. RKP tahun 2010 mengandung
tema dan mewadahi substansi utama, yaitu pemulihan ekonomi untuk menjaga
kesejahteraan rakyat. Atau dengan bahasa bebas saya katakan, minimizing the
impact of the global economic crisis.
Mengapa kita tetapkan seperti itu? Ketika dunia dihajar krisis pada tahun 2008
dan dampaknya mulai kita rasakan, maka dengan cepat waktu itu, saya mengajak
semua pihak, bukan hanya pemerintah, tetapi juga dunia usaha, universitas,
semua,
bersatu-padu dan saya tetapkan waktu itu, agenda utama tahun 2009 dan 2010, dua
tahun yang saya perkirakan harus kita lakukan, setelah saya juga ikut beberapa
kali Pertemuan
Puncak
G-20, negara-negara lain juga
melakukan hal yang sama.
Maka dalam 2 tahun itu, temanya sekali lagi, memulihkan perekonomian dari
krisis, sambil kalau tohpolicies,
dan tindakan nyata, actions. Banyak sekali. Dari stimulus fiscal,
dari social safety net dan segala upaya yang intinya adalah economic
recovery dan maintaining people's welfare. Mengukurnya juga harus
dilarikan ke situ.
ada dampak
yang kita rasakan, jangan sampai kesejahteraan rakyat kita sangat terganggu.
Maka dari situ kita tetapkan sejumlah kebijakan,
Kemudian, Saudara-saudara, kalau kita tinjau dari RKP 2010 dan APBN 2010, saya
harus mengatakan bahwa alhamdulillah, hampir semua elemen fundamental,
termasuk makro-ekonomi kita, itu dapat mencapai sasaran. Mari kita lihat satu
per satu. Pertumbuhan ekonomi, growth, kembali pulih. Sebelum krisis 6,1
sudah mulai on the brick. Kemudian puncak krisis 4,5, 2009 itu. Insya
Allahclose to 6% atau 6% atau barangkali lebih sedikit. Dari
segi pertumbuhan ekonomi, maka tujuan untuk sebuah pemulihan ekonomi, economic
recovery, itu dicapai. tahun 2010 ini, kita bisa
mencapai 6%,
Yang kedua, inflasi. Inflasi sesuatu yang tidak mudah karena faktornya banyak,
termasuk dari pergerakan harga-harga di tingkat dunia. Tetapi kita juga bisa
mengendalikan inflasi ini.
Â
Investasi mengalami pertumbuhan yang juga relatif impresif. Inilah yang mendongkrak perekonomian kita sekarang ini. Dan insya Allah, growth itu akan menjadi lebih sustain, berkelanjutan, dan tentunya mesti sustainable, sambil menjaga lingkungan kita.
Nilai tukar relatif stabil. Kemudian unemployment menurun. Banyak negara
yang meledak unemployment-nya, termasuk negara-negara maju yang tidak
pernah terbayangkan sebelumnya. Kita tetap bisa menjaga unemployment.
Ini berarti kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Â
Perkembangan pasar modal sendiri dan sejumlah indikator utama yang kita boleh menyampaikan dari sasaran RKP 2010, termasuk APBN 2010, sesungguhnya kita bisa mencapai sasaran-sasaran itu.
Sekarang kita berada di tahun 2011. Saya harus menyampaikan kepada Saudara, apa
RKP 2011? Dan apa pula materi penting dalam APBN 2011? Titik berangkat untuk
kita bekerja dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun dan nanti insya Allah awal tahun depan kita evaluasi
lagi, apa yang sudah kita capai, apa yang belum kita capai, dan seterusnya.
Saudara-saudara,
RKP 2011, Rencana Kerja Pemerintah 2011 adalah, dan sudah kita tetapkan dalam
APBN, sudah kita bahas bersama DPR RI dan sudah menjadi dokumen negara.
Â
Tema ini adalah "Percepatan Pertumbuhan yang Berkeadilan", akselerasi growth yang berkeadilan. Oleh karena itu, sejak tahun 2005, saya selalu mengingatkan, kalau kita bicara pertumbuhan harus disertai dengan pemerataan, growth with equity. Bukan hanya retorika, bukan hanya teori, tetapi melalui kebijakan, program dan aksi.
Jadi, tema kita percepatan pertumbuhan yang berkeadilan didukung pemantapan
tata kelola, good governance, ini sangat menentukan dalam perkembangan
ekonomi kita, pembangunan nasional kita, dan sinergi pusat dan daerah. Jadi,
pertumbuhan yang ingin kita percepat itu adalah pertumbuhan yang berkeadilan,
yang inklusif, yang lebih merata. Dan itu pun mesti didukung oleh dua hal, good
governance dan yang kedua adalah terjadinya sinergi antara pembangunan
pusat dan pembangunan daerah.
Tahun lalu, Saudara memantau bahwa, karena saya menyadari, kita semua
mengetahui salah satu simpul yang menghambat perkembangan ekonomi kita adalah
sering tidak klop-nya
antara pusat dengan daerah, termasuk peraturan-peraturan daerah yang tidak klop dengan peraturan pemerintah, bahkan
dengan Undang-undang. Demikian juga kebijakan, demikian juga dengan prioritas,
demikian juga dengan cara menggunakan APBN dan APBD, dan seterusnya.
Oleh karena itulah, saya mengetahui kelemahan dan kekurangan itu, maka tahun
lalu, kami melaksanakan rapat kerja khusus selama tiga kali di Cipanas, di
Bogor, dan di Tampaksiring. Tujuannya adalah mensinkronisasi, mensinergikan,
mengkoordinasikan pembangunan pusat dan daerah, sektoral maupun regional agar
hasilnya menjadi lebih baik lagi. Saya berharap dengan retreat yang siang
dan malam kita lakukan bersama-sama itu, buahnya mulai kita bisa petik tahun
ini dan tahun-tahun berikutnya. Itu tema atau substansi utama RKP tahun 2011.
Sekarang, seperti apa structure, magnitude, dan sasaran dari APBN 2011?
Tadi Menteri Keuangan sudah menjelaskan kepada Saudara. Saya ingin ulangi,
supaya Saudara tahu makna dan arti penting dari APBN sebagai means,
sebagai tool untuk mencapai tujuan dan sasaran. Bukan sekedar
dijalankan, bussiness as usual, habis pada saatnya
dan seterusnya.
APBN dalam arti government expenditure, government spending, salah satu
elemen dari pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, tidak boleh miss,
tidak boleh tidak berjalan, tidak boleh, apalagi ada penyimpangan. Belanja
Negara. Disebutkan tadi Rp.1.229,6 triliun, naik 9,2%. Mengapa ini memiliki
arti Saudara-saudara? Banyak negara yang sekarang mengetatkan anggarannya, authority
policy. Unjuk rasa ada di mana-mana, di Eropa
misalnya, karena dikecilkan, bukan
meningkat seperti kita 9,2%. Tetapi mereka malah melakukan pengetatan ikat
pinggang. Betul ikat pinggang ya?
Dari kita ingin berbelanja untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan yang
berjumlah Rp.1.229,6 triliun tadi, maka kita mengandalkan utamanya pendapatan
dalam negeri, pendapatan negara. Berapa? Tercatat dan menjadi Undang-Undang
APBN 2011, pendapatan negara dan hibah berjumlah Rp. 1.104,9
triliun, naik 11,3%. Ini bagus. Kenaikan pendapatan lebih tinggi dari kenaikan
pembelanjaan. Ini menuju ke arah yang benar, menuju ke someday sebuah
anggaran yang berimbang, balanced budget. Jangan sampai besar pasak
daripada tiang.
Defisit akhirnya kita proyeksikan 1,8%. Saudara, banyak negara yang defisitnya
tinggi. Akibatnya, mengalami krisis,
collapse dan sekarang banting stir
untuk melakukan kebijakan pengetatan ikat pinggang tadi, authority yang menyakitkan,
yang painful, dan menimbulkan gejolak sosial dan
politik biasanya. Kita bisa menjaga 1,8%. Saya senang mendengar realisasi dari
anggaran semula, defisit 2,1 % tahun 2010, ternyata hanya mencapai 0,62%.
Why?
Bukan karena kita tidak membelanjakan, tetapi revenue itu
ternyata lebih tinggi sepanjang tahun 2010. Tentu kita berharap, apa pun nanti,
apakah tergunakan 1,8%, tetapi kita ingin melakukan stimulasi pertumbuhan juga.
Dan, manakala ternyata kerja keras kita semua bisa mendapatkan penerimaan yang
lebih tinggi, maka angka ini bahkan bisa tidak terlampaui atau jauh di bawah
yang sudah kita proyeksikan.
Â
Itu adalah APBN 2011.
Untuk apa? Ya tadi itu. Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, yang harapan
kita didukung oleh good governance dan sinergi pusat dan daerah.
Saudara-saudara,
Sekarang saya mengajak kita melihat bulan-bulan mendatang, Februari sampai
Desember 2011, sepanjang tahun, mulai hari ini tanggal 3 Januari.
Â
RKP 2011 dan APBN
2011 itu telah menetapkan sejumlah sasaran yang harus kita perjuangkan dengan
sungguh-sungguh. Sasaran ini tentu lebih tinggi dari apa yang dicapai pada
tahun 2010. Itulah arti peningkatan dan perbaikan, improvement.
Pertumbuhan ekonomi, kita harapkan tahun ini mencapai 6,4%. Inflasi, kita
harapkan terkelola pada 5,3%. Tingkat pengangguran,
unemployment, kita
harapkan bisa menurun ke 7%, sekarang angkanya 7,15%. Insya Allah bisa lebih rendah kalau semuanya
berjalan dengan baik.
Â
Kemiskinan, kita berharap tahun ini, bisa kita turunkan di antara 11,5% sampai 12,5% dari angka yang lebih tinggi, tahun 2010 yang lalu.
Terhadap sasaran ini, ada dua pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita
masing-masing. Pertama, mudahkah, gampangkah
mencapai sasaran-sasaran tersebut? Saya jawab saja langsung. Tidak gampang, tidak mudah, dan perlu kerja
keras. Tetapi kami, pemerintah, mengatakan it is achievable, bisa
dicapai. Tidak mungkin kami menerapkan anggaran yang sangat-sangat sulit
dicapai. Untuk apa? Lebih baik yang realistik, yang achievable, yang attainable.
Pertanyaan kedua adalah, dari sasaran seperti itu, dengan means
tadi, APBN, dari sisi pemerintah saja belum yang lain, belum yang investasi,
belum yang konsumsi dalam negeri, belum yang ekspor dan impor kita, dan
seterusnya.
Apa faktor yang bisa menggagalkan pencapaian sasaran itu? Atau dari perspektif
yang lain, what kind of assumptions, yang bisa kita tetapkan, asumsi
apa? Asumsi itu kalau keadaan dunia begini,
itu akan kita capai. Kalau dunia tidak begitu, mungkin berubah.
That is assumptions.
Â
Saudara-saudara,
Mari kita lihat dari penglihatan global dan kita lihat, kita soroti dari
keadaan di dalam negeri sendiri. Yang bisa menggagalkan pencapaian sasaran itu
dari faktor global adalah manakala ada krisis baru. "Ah tidak mungkin
krisis baru." Siapa bilang enggak mungkin? 2006-2007, semua proyeksi, semua estimate
di semua negara bagus. Global economy will grow, waktu itu.
Â
Kenyataannya collapse, dalam, dahsyat, utamanya negara-negara maju. Kalau 11 tahun yang lalu, yang ambruk negara berkembang, kali ini negara-negara maju. Barangkali gilirannya begitu. Tidak ada yang meramalkan, semuanya, everything is nice itu, sehingga bisa saja ada krisis baru.
Yang kedua, yang juga bisa mengganggu pencapaian sasaran adalah faktor inflasi
global. Saya harus membawa ini berita yang tidak menggembirakan. Dunia ini ada
siang ada malam. Ada good news, ada bad news. Ok. Bad news yang
saya maksudkan adalah we have to anticipate, kita harus mengantisipasi,
sesuatu yang bisa memberikan dampak pada perekonomian kita, yaitu inflasi di
bidang pangan. Terus merangkak naik harga-harga komoditas pangan di tingkat
dunia. Mari sangat serius kita melihat ini.
Yang ketiga, pergerakan harga minyak. Sekarang sudah tembus US$ 90
per barel lagi. Dulunya sempat terkoreksi waktu krisis sekarang up, baik
Nymex, Brent, sudah di atas US$ 90 per barel. Itu
juga faktor yang bisa mempengaruhi pencapaian sasaran tahun ini.
Yang keempat. Jangan lupa, sekarang, dunia tengah menyusun kembali economic
order atau financial architecture, dan, seperti biasanya, tidak
selalu mereka seragam, tidak selalu mereka kompak, dari satu ke negara yang
lain bisa berbeda-beda kebijakan dan cara-cara yang dipilih.
Â
Muncul sekarang dalam keadaan yang seperti ini yang pasar global belum pulih benar, ada yang disebut dengan gejala non-tariff barriers dan juga kompetisi perebutan pasar global yang kadang-kadang tidak selalu mudah kita pahami. Kadang-kadang halus, tidak selalu mereka melaksanakan kebijakan proteksionisme, bukan, tidak begitu. Tetapi kalau kita tafsirkan, kita nalar, sama saja itu, itu juga satu barrier yang sifatnya non-tariff.
Kebijakan mata uang yang "dilemahkan"
dalam teori ekonomi adalah strategic currency untuk kepentingan, a
special purpose. Dengan direndahkan mata uang dalam negerinya, maka bisa
membanjiri barang-barang di luar negeri. Ekspornya akan sangat kompetitif,
tetapi
pasar dalam negerinya sulit ditembus oleh komoditas negara lain, karena dari
ukuran mata uangnya yang kita jual menjadi lebih mahal. Jadi ada double edge,
ada dua yang diraih kalau mata uang itu sangat dilemahkan.
Yang juga non-tariff barrier adalah persyaratan atau audit lingkungan. Ah
ngga bisa ini, ngga bisa ini, diganjal di mana-mana. Ini kalau
melebih kepatutan, dicari-cari menjadi tidak sehat, menjadi unfair,
meskipun kita tahu ekonomi itu ya unfair
memang. Jadi ekonomi itu ya unfair, unstable, unsustainable. Asal tahu
saja. Tetapi kalau kelebihan, kebangetan,
tidak sesuai dengan WTO, tidak sesuai
dengan semangat G-20, tidak sesuai dengan semua yang kita sepakati selama ini.
Itu juga mari kita waspadai. Tidak mudahnya sekarang menembus pasar global dan
tidak mudahnya barangkali mendapatkan kerja sama dalam bidang perdagangan.
Yang juga menjadi faktor adalah climate change. Ini universal, ini
global. Jadi banjir bandang itu bukan hanya dialami Indonesia, Australia juga
banjir bandang, Pakistan, Tiongkok, India, semua negara-negara. Taufan, badai. Nah, kalau letusan gunung berapi,
tsunami, itu memang dari orang tahu dari bentuk geografi ada negara-negara yang
langganan tsunami, langganan gempa bumi, langganan letusan gunung merapi,
termasuk Indonesia.
Â
Chili bulan Februari dihantam gempa bumi 8,8 scala richter. This morning, dihantam lagi 7,1 scala richter. Memang Chili sama dengan Indonesia, pada ring of tectonic plates itu yang mudah sekali terjadi gempa dan tsunami. Itu juga faktor.
Â
Perubahan climate yang ekstrim, mengubah pola pertanian, bisa mengganggu supply pada komoditas pangan dunia. Akibatnya inflasi, yang kita rasakan juga nanti. Itu faktor global.
Mari kita lihat faktor domestik, faktor
nasional. Akan terganggu pencapaian sasaran itu, manakala terjadi ancaman
keamanan non-tradisional. Kalau ancaman yang tradisional serangan militer, insyaAllah tidak ada negara yang menyerang
Indonesia secara militer itu. Tetapi yang non-traditional security threat,
itu banyak, bencana alam itu termasuk. Kalau ada wabah penyakit termasuk, kalau
ada kerusuhan sosial termasuk itu. Jadi, insya Allah mudah-mudahan tidak terjadi. Tetapi kalau terjadi dalam skala
yang tinggi, akan berpengaruh pada pencapaian sasaran tadi.
Â
Yang kedua, juga akan mengganggu pencapaian sasaran, jika pembelanjaan pemerintah, government expenditure yang sudah kita tetapkan di seluruh Indonesia, pusat, provinsi, kabupaten dan kota, tidak dijalankan dengan benar. Entah lambat, entah ini, entah itu, tidak sampai saja pokoknya, jangan mengganggu kontribusi pada pertumbuhan.
Â
Ada lagi, ini yang non-pemerintah, jika kolaborasi, kebersamaan antara semua pelaku pembangunan tidak berjalan dengan baik. Antara pemerintah dengan DPR, dengan pemeritah daerah, dengan dunia usaha, dengan semua elemen, tidak berjalan dengan baik, tentu akan berpengaruh pada pencapaian sasaran.
Dan inilah topik hari ini. Saya, atas nama pemimpin pemerintah, bertemu dengan
Saudara, para pelaku ekonomi dan dunia usaha. Kalau kita bisa berkolaborasi
dengan baik, hasilnya akan baik. Kalau tidak, masing-masing, hasilnya pasti
tidak sebaik dibandingkan kalau kita bersatu dan bekerja bersama-sama. Itulah
dua asumsi, baik pada tingkat global dan pada tingkat nasional.
Saudara-saudara,
Saya ingin, sekarang, karena ini forum yang bagus, awal tahun, forum untuk kontemplasi
dan refleksi, mengajak Saudara untuk melihat apakah pembangunan kita ini
berjalan pada arah yang benar? Atau kalau saya ubah menjadi kalimat bertanya,
bagaimana kita bisa memastikan bahwa arah pembangunan yang kita laksanakan,
termasuk pembangunan ekonomi, tetap berada pada arah yang benar dan makin ke
depan makin berhasil di dalam implementasinya?
Saya ingin mengajak Saudara melihat empat arena, empat perspektif. Yang pertama
adalah, untuk kita menyadari bahwa negara kita ini negara besar, lebih besar
dibandingkan Singapura sebagai city state dengan penduduk 240 juta,
dengan GDP sekarang US$700 billion lebih, menjadi nomor 16 atau
17 di tingkat dunia, dengan tanah air seluas 8 juta km2, dan sebagainya. Untuk
kita tahu, that we are big. Kita punya potensi.
Oleh karena itu, kalau kita menyadari, kita negara yang besar, maka
membangunnya pun tidak boleh parsial, kemudian situasional, tanpa arah, tanpa policy,
tanpa strategi, tidak bias! Maka, saya mengajak
Saudara-saudara, mari kita pegang teguh arah dan visi pembangunan yang telah
kita tetapkan. Kita pegang pula tujuan dan sasaran pembangunan yang harus kita
capai, yang hendak kita capai. Dan, mari kita pahami kebijakan dan strategi
yang telah kita tetapkan, to achieve our national goals, yang saya
sampaikan tadi.
Banyak orang bercerita tentang visi. Perusahaan saudara punya visi,
kementerian-kementerian punya visi, propinsi punya visi, semua punya visi.
Meskipun kadang-kadang agak
terbalik-balik mana visi, mana misi begitu, dan mana rencana aksi. Tapi semua
mengklaim punya visi.
Â
Visi Indonesia 2025,
kalau boleh kita gunakan yang mudah saja diingatnya, kita ingin menjadi emerging
nation 15 tahun mendatang. Dalam waktu 15 tahun mendatang, tidak harus
menunggu sampai habis 15 tahun mendatang. Kita punya RPJPM, yaitu time
horizon-nya 2025, berarti
15 tahun atau sekarang tinggal 14 tahun dari sekarang. Kita ingin menjadi emerging
nation dengan tingkat kemajuan, the level of development, dan
kesejahteraan, the prosperity yang jauh lebih baik dibandingkan
sekarang. That's our vision, Indonesia 2025. Long-term vision. Strategic
vision. Mari kita pegang. Kita punya arah ingin menjadi emerging nation
dengan status, baik kemajuan dan kesejahteraan, yang jauh lebih tinggi.
Untuk
mewujudkan penglihatan jangka panjang itu, maka kita harus tetapkan tujuan dan
sasaran,
our goals. Boleh kalau saya sebut dengan, yang umum dan yang
dari perspektif ekonomi. Yang umum, 15 tahun mendatang, karena kehidupan ini
holistik, tidak hanya serba ekonomi, serba bisnis.
Â
Maka kita ingin 15 tahun ke depan, negara kita makin berkembang dengan pilar pertamanya, ekonomi terus tumbuh agar kesejahteraan rakyat juga terus tumbuh. Dengan pilar kedua, demokrasi makin tumbuh dengan baik dan bermartabat. Demokrasi adalah pilihan kita, bukan otoritarian. Kemudian yang ketiga, keadilan atau justice makin tegak dimana-mana.
Tidak boleh ada satupun yang dikorbankan. Misalnya,
kita ingin mencapai pertumbuhan 8% atau 9% demokrasi dikorbankan, tidak boleh.
Yang penting tumbuh dulu, keadilan belakangan. Tidak boleh. Jadi, sambil kita
membangun diri menuju emerging power, emerging nation, emerging country,
emerging economy, mari kita pastikan tiga pilar itu harus berjalan secara
simultan dan tidak boleh ada yang dikorbankan.
Â
Dari perspektif
ekonomi, tujuan dan sasaran kita adalah, kita ingin
tahun demi tahun, tahun ini, tahun depan, tahun depannya lagi, maka kita bisa
menjaga sustainable growth with equity, pertumbuhan ekonomi berkeadilan,
berkelanjutan.
Berkeadilan, semua bisa ikut menikmati. Bukan hanya orang-orang kaya,
pengusaha-pengusaha besar, pegawai tinggi, tetapi juga rakyat kita
di seluruh Indonesia. Adil, berkeadilan. Berkelanjutan, tidak merusak
lingkungan. Ada kontrol terhadap pengurasan sumber daya alam ataupun
perusakan-perusakan lingkungan yang bisa saja terjadi karena kita tidak sadar
dan kita ceroboh. Itu dari segi
sustainability of our economy.
Kita ingin 2025 income per capita kita sudah di atas US$10.000. 15 tahun
dari sekarang di atas US$10.000 apa bisa? Insya Allah bisa. 5 tahun yang lalu US$1.186. Sekarang US$3.000 dalam 5
tahun naik 2 kali lebih. Masih ada 5 tahun lagi, masih ada 5 tahun lagi, masih
ada 5 tahun lagi. Saya punya keyakinan bahwa akan terlampaui angka income
per capita kita di atas US$10.000. Tetapi dengan pemerataan yang lebih
adil.
Â
Keliru kalau ekonomi hanya diukur GDP dan GDP per kapita. Karena keadilannya bagaimana? Konsentrasinya dimana? The concentrations of wealth di mana? Apakah juga di ujung-ujung negeri, pusat, mikro kecil dan menengah, rumah tangga-rumah tangga, daerah pedalaman, pulau terluar, dan sebagainya? Mari kita pastikan, if, dengan rida Allah Subhaanahu Wa Ta'aala, kita bisa mencapai US$10.000 per kapita nanti menjelang 2025, maka itu pun mari kita perjuangkan adil, inklusif, untuk semua.
Dari itu semua, Saudara-saudara, kembali saya ingin membawa Saudara ke sesuatu
yang fundamental, sesuatu yang makro, a big picture,
dari perjalanan perekonomian kita. Apa kebijakan dan strategi yang kita tempuh?
Saya mengatakan hari ini, di hadapan Saudara, agar kita bisa mencapai sustainable
growth with justice tadi, maka kita tetap menggunakan four track
strategy. Jangan dikurangi.
Â
Ini bukan hanya asal ngomomg, bukan gaya-gayaan, bukan retorika. Sudah kita jalankan sejak tahun 2005. Growth, ekonomi harus tumbuh. Kalau tidak tumbuh, lapangan pekerjaan tidak tumbuh. Lapangan pekerjaan tidak tumbuh, pengangguran tinggi. Orang yang nganggur ngga dapat income. Ngga dapat income, pasti miskin. Growth, harus ada.
Yang kedua. pro-job. Apa pun gerak ekonomi, apalagi yang ada intervensi
kebijakan pemerintah harus didorong untuk menciptakan lapangan pekerjaan lebih
banyak, job creations. Saya pesan pada
Menteri Keuangan. Saya pesan dengan menteri yang dikoordinasikan dengan Pak
Hatta Radjasa, agar ada special treatment, ada special policy could
be insentive bagi industri, bagi manufaktur apa pun yang creating more
jobs, membuka lapangan pekerjaan yang besar, supaya beban negara menjadi
sangat berkurang. Dan ini adil untuk rakyat kita. Pro-job.
Pro-poor.
Saya belajar dari pengalaman banyak negara
yang ekonominya tumbuh tinggi, ternyata kemiskinan berkurangnya tidak banyak,
bahkan gap makin tinggi yang terjadi. Trickle-down effect, kita
tahu tidak berjalan dengan baik di negara berkembang. From the beginning,
kita punya anggaran, kita punya kebijakan, kita punya program, harus juga pro-poor
policy, pro-poor strategy.
Â
Program-program pro-rakyat yang terus kita jalankan tiap tahun. BOS, Jamkesmas, BLT bersyarat, kemudian bantuan bencana, bantuan lanjut usia, bantuan sosial. Itu sebetulnya keberpihakan pada kaum miskin yang belum berdaya, termasuk usaha mikro kecil dan menengah, termasuk KUR yang kita berikan dengan besaran Rp100 triliun dalam waktu 5 tahun. That's big money. Tujuannya betul-betul pro-poor strategy.
Last but not least
, kalau kita bicara four track strategy adalah
yang pro-environment. Janganlah merusak segalanya seolah-olah Indonesia
akan selesai pada masa kita. Ingat anak kita, cucu kita. Kalau sumber daya alam
habis, apa yang mereka akan gunakan. Kalau lingkungannya rusak, bagaimana masa
depan mereka? Think about that. Tidak boleh egois. Kita kuras habis-habisan
semua sumber daya alam. Apalagi main jual ke luar negeri, berapa nilai
tambahnya, pajaknya pun tidak adil misalnya. Itu merusak masa depan kita.
Saudara-saudara,
Saya ingin cerita sedikit. Saya belajar banyak selama 6 tahun ini. Saya pelajari
growth model, model pertumbuhan, yang dipilih dari
satu negara ke negara yang lain. Negara berkembang, negara belum berkembang,
negara maju. Ada banyak alternatif tentang growth model.
Â
Ada negara, lebih baik tumbuhnya tidak usah tinggi-tinggi, low growth. Tetapi berarti tidak usah utang banyak-banyak, low debt. Karena pertumbuhannya tidak tinggi 1%, 2%, 3%, utangnya kecil, karena mereka belum mampu membiayai dari uangnya sendiri, maka lingkungan juga terjaga, low carbon.
Â
Bisa begitu, tetapi negara berkembang biasanya tidak suka, ingin lebih tinggi, lebih cepat mengurangi kemiskinan. Mungkin negara maju. Negara Eropa sekarang low growth, low carbon, mungkin low debt, meskipun beberapa negara hutangnya besar karena ini gara-gara krisis kemarin. Itu salah satu choice, apakah kita memilih low growth, tetapi ingat masih ada 30 juta lebih saudara kita yang miskin. Dengan low growth, apakah job bisa kita bikin? Apakah kemiskinan bisa kita kurangi? Dan seterusnya.
Yang kedua, ada yang milih high growth, tetapi
kadang-kadang karena ngga punya uang, utangnya tinggi. Kemudian high
carbon, genjot, hardwork, yang penting pertumbuhan tinggi. Ini
godaan bagi emerging economy. Godaan bagi developing
nations. Apakah kita pilih itu? Sudahlah ngga usah dengar itu climate
change, climate change apa itu, yang penting tumbuh setinggi-tingginya.
Lingkungan rusak nomor dua, hutan rusak yang bayar kan yang akan datang. Apakah
itu yang dipilih oleh negara kita? Saya kira, it's not our choice.
Barangkali yang kita pertimbangkan adalah relatively high growth. Saya
suka angka 7%, relatively high, tapi tidak menguras segalanya. Low
debt. Hutang terhadap GDP kita sekarang sudah di bawah 27%,
low. Insya Allah makin rendah, makin rendah,
sehingga tidak dibayangi generasi mendatang dengan utang yang tinggi. Low
debt dan controlable carbon use. Kita kontrol sebatas yang
diperlukan dengan penghijauan yang baik, dengan otomotif yang baik, regulasi
yang baik dan sebagainya.
Barangkali inilah path atau jalan yang kita pilih menuju emerging
economy. Jadi relatively high growth, sasaran kita sekitar 7% atau
lebih sedikit. Low debt, harapan kita makin
berkurang kita punya rasio utang terhadap GDP
dan kemudian controlable carbon use. Ini yang saya maksudkan dengan sustainable
growth with equity tadi.
Saudara-saudara, Itu tidak hanya merupakan angan-angan atau sesuatu yang tidak
ada landasannya.
Â
Begini Saudara-saudara, selama 6 tahun saya memimpin negeri ini, saya banyak belajar. Dan terlebih-lebih setelah dunia mengalami krisis 2008-2009. Saya ikut dalam berbagai forum di tingkat dunia G-20, APEC, ASEAN, ada East Asia, OECD, G-8 Plus selama 3 tahun terakhir ini. Saya akhirnya ikut bersama-sama leaders yang lain untuk mencari upaya yang bersifat global. Ikut dalam diskursus, dalam debat, dan kemudian saya mencatat dengan seksama, new thinking on the economic theory and model.
Berkembang ekonomi itu. Pendekatan neoklasikal kadang-kadang sudah irrelevant.
Banyak sekali new thinking, new thought,
on economy.
Jadi ekonomi yang serba rasional, serba efisien, belum tentu itu menghasilkan
yang baik. Begitu dalam dunia nyata. High growth setinggi-tingginya,
belum tentu itu membawa kebaikan. Ingat, oleh karena itu, saya mengajak Saudara,
mari kita adaptif terhadap perubahan, tetapi tetap dengan prinsip, tetap dengan
tujuan apa yang ingin dicapai di negeri tercinta ini.
Â
Kemudian, selama ini saya juga mengenali isu-isu fundamental dan permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa kita. Itu. Sebetulnya triple track strategy yang sekarang menjadi four track strategy atas dasar pemahaman kita, "Ini kalau hanya mengejar pertumbuhan, bagaimana rakyat kita yang masih miskin, yang penghasilannya kurang dari dua dollar sehari, yang belum terjamah oleh kemajuan". Itulah yang akhirnya mendasari.
Â
Banyak negara yang hanya pro-growth and pro-job, sebagaimana dulu saya pernah melihat Thaksin punya dual track strategy di Thailand dan negara-negara lain. Maka Indonesia harus tambah satu lagi pro-poor. Pro-growth, pro-job, and pro-poor, dan sekarang harus kita tambah lagi pro-environment. Ini adalah sesuatu yang berkembang sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia.
Saudara-saudara,
Jadi itu arena yang pertama. Yang saya katakan tadi, kita pastikan pembangunan
itu arahnya benar, tujuan dan sasarannya jelas, kebijakan dan strateginya benar
dan kita jalankan.
Yang kedua. Saya juga mengajak dalam horizon
yang lebih panjang ke depan. Semua komponen bangsa, antara lain, pemerintah
pusat dan daerah, parlemen, ada DPR, ada DPD, penegak hukum, universitas dan think
tank, lembaga-lembaga pengkajian, dunia bisnis, pers, civil society,
NGO, LSM dan masyarakat luas. Semua harus betul-betul, singkatnya,
berpartisipasi dan berkontribusi. Tidak boleh hanya menonton, apalagi sambil
menyalahkan, apalagi sambil mengganggu. Jadi semua harus bersama-samalah
membawa negeri ini menuju masa depan yang kita cita-citakan tadi itu.
Â
Satu simpul saja tidak jalan, macet. Entah
pemerintah, entah pemerintah daerah, atau elemen yang lain tadi, maka akan
terhambat semua yang ingin kita capai. Sukses akan terhambat. Kalau ada simpul
yang ngga bekerja, apalagi lebih dari simpul, apalagi bukan hanya malas,
tetapi juga mengganggu. Hukumnya begitu.
Saya belajar mengapa BRIC, Brazil, Rusia, India, China cepat majunya. Mengapa
negara-negara yang dulunya negara berkembang, sekarang menjadi negara industri,
seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura, dan segala macam. Satu hal,
banyak faktor a, b, c, d, e, f, ada daya saing, ada industrialisasi, ada
education,
ada competitiveness, ada stability, ada, apa namanya, correct
policy, segala macam. Tetapi satu hal, mereka juga memiliki kolaborasi
bangsa itu dengan semangat, dengan komitmen, dengan dedikasi, bekerja
bersama-sama. Tidak mudah saling salah-menyalahkan, tetapi justru saling
bantu-membantu. Itu yang terjadi. Mengapa kita tidak tempuh cara seperti itu. Dengan
demikian, lebih baik lagi yang bisa kita capai. Itu arena kedua.
Arena ketiga adalah dalam perkembangan dan dinamika global, termasuk
perkembangan dan dinamika di negeri sendiri. Kita ini harus terus-menerus
pandai mencari peluang. Dalam arti, finding and creating opportunities,
sambil mengatasi semua tantangan dan kendala. Mengatasi tantangan dan kendala
itu biasanya kalau kita continuing our reforms and transformations. Kita
akan menjadi the loser dalam era globalisasi kalau tidak pandai
mendapatkan dan mencari dan menciptakan peluang, hanya mengeluh, hanya
menyalahkan dan hanya beretorika secara ideologis. Apa yang didapat oleh negeri
kita? Sementara negara lain berlomba-lomba mendapatkan peluang dari globalisasi
itu.
Dan saya ingin kita tidak boleh sangat terganggu oleh retorika ideologi. Banyak
paham, banyak mahzab, banyak ideologi, silahkan. Masing-masing memiliki
keyakinannya sendiri-sendiri, tetapi jangan sampai upaya bersama kita untuk
mencapai sasaran yang konkret ini terganjal dengan retorik-retorik ideologi
yang kadang-kadang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Kita dianjurkan untuk lebih pragmatis. Saya suka pragmatisme. Dunia usaha
pragmatis. Politisi, sering, sebagian, pragmatis. Militer, pragmatis. Banyak
yang pragmatis. Dan itu salah satu ciri bangsa yang adaptif, pragmatic. Tetapi pragmatisme itu harus
disertai visi. Mau ke mana negara kita ini? Bukan menjadi oportunis,
untung-untungan. Apalagi untuk pribadi, untuk kelompoknya. Tetapi mau ke mana
negara kita ini?
Â
Di situ kita tetap pragmatisme dengan visi, pragmatisme dengan prinsip. Kita punya prinsip, kita punya jati diri, kita punya identity, kita punya values. Dan kemudian pragmatisme yang membawa manfaat bagi semua, bukan bagi kelompoknya, bisnisnya sendiri, pribadi-pribadi, dan seterusnya. Itu yang ketiga.
Yang keempat atau yang terakhir adalah kita melihat 15 tahun ke depan. Perlu
untuk kita selalu menjaga penglihatan ke depan itu, selalu menjaga urusan-urusan
besar kita. Tetapi akhirnya yang menentukan itu apa yang dilakukan setiap tahun
oleh bangsa kita, oleh pemerintah kita, oleh Saudara semua. Oleh karena itu,
ajakan saya, di samping kita melihat ke bentangan waktu yang jauh ke depan,
supaya kita tidak salah arah, maka kita harus bekerja keras dan menyukseskan
pembangunan tahunan, termasuk ekonomi yang kita bangun tiap tahunnya. Dan bagi
pemerintah, bagi kami, adalah memastikan RKP dan APBN tahunan itu bisa kita
jalankan dengan baik.
Â
Mengapa? Kalau semua berjalan dengan baik tiap tahun, semua ikut serta pemerintah, non-pemerintah, maka agregatnya dan secara inkremental akan menyumbang pada pencapaian sasaran pada jangka panjang. There is no shortcut. Saudara tahu, tidak ada jalan pintas. There is no magic formula, tidak ada resep ajaib untuk bikin negara kita makmur. Seperti ketoprak humor misalkan, tiga jam berubah menjadi adil, makmur, aman, dan sentosa. There is no instants solution, ngga ada. A process, upaya, ikhtiar, kerja keras.
What we need and what we have to do is a continues hardworks and
improvement, continues hardworks and improvements.
Di situlah terjadi progress.
Di situlah kita menjadi emerging nation, menjadi emerging power.
Dan ini saya sampaikan pada Saudara semua. Saudara sebagai pelaku usaha, pelaku
bisnis, sering hidup dalam dunia yang mungkin tidak selalu bersentuhan dengan
dunia yang lain, dengan dimensi yang lain.
Â
Dan karena intensitas yang Saudara lakukan tinggi, maka rimba rayanya dunia usaha, dunia bisnis itu, Saudara berada di situ, larut, mindset-nya pun lebih banyak ke situ, interest-nya lebih banyak ke situ. Hukum-hukum dunia bisnis juga menjadi keseharian Saudara. Dan itu harus. Business ethic, professional ethic ya bagaimana bisnisnya berhasil. Bisnis yang berhasil, di samping profit-nya tinggi, bayar pajaknya rajin dan benar, menciptakan lapangan pekerjaan, menghidupi karyawan, membawa keuntungan bagi rakyat, bagi kita. That's a good business. Dan etika bisnis ya menjalankan bisnis itu dengan baik.
Â
But, di samping dunia bisnis, ada dunia lain yang bersinggungan satu sama lain. Kita hidup dalam keluarga besar bangsa Indonesia. Kita hidup bersama. Ada bisnis, ada seniman, ada guru, ada petani, ada nelayan, ada pemerintah, ada LSM, ada pers, ada semua. Semua bersama-sama. Mestinya kita harus saling berbagi dan saling memberi, sehingga tujuan negara kita untuk menuju Indonesia yang maju, bermartabat dan sejahtera, itu bisa kita wujudkan.
Itulah pesan, harapan, dan ajakan saya di awal tahun 2011. Dan dengan
optimisme, marilah kita sambut bersama tahun ini dengan keyakinan tahun ini
lebih baik dari tahun kemarin.
Â
Sekian,
Terima kasih.
Â
Â
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI