Sambutan Presiden RI pada Peringatan Hari Konstitusi, 18 Agustus 2010

 
bagikan berita ke :

Rabu, 18 Agustus 2010
Di baca 1639 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PERINGATAN HARI KONSTITUSI

DI GEDUNG MPR RI, JAKARTA, 18 AGUSTUS 2010

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia,

para Pimpinan dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Saya mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, atas rahmat dan ridho-Nya, kita semua pada hari ini dapat kembali memperingati Hari Konstitusi. Ini adalah peringatan kedua Hari Konstitusi yang sangat penting untuk kita selenggarakan. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan MPR RI atas prakarsa untuk kembali menyelenggarakan peringatan Hari Konstitusi ini, sekaligus saya mengucapkan selamat berhari ulang tahun yang ke-65 kepada Keluarga Besar MPR RI.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Saya ingin merespon apa yang disampaikan oleh Bapak Hajriyanto Thohari tadi, tentang dinamika kehidupan bernegara kita. Saya bersetuju dan sungguh menggarisbawahi perlunya bangsa kita untuk terus menjalankan kehidupan bernegara di atas empat pilar utama, yang tadi telah disampaikan oleh beliau; Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Saya juga sependapat bahwa kehidupan sebuah bangsa dan negara itu kompleks. Dimensinya amat banyak, serta dinamis. Oleh karena itu, di samping empat pilar utama itu, tentu saja masih ada pedoman dan rujukan yang lain. Apakah itu berupa nilai, norma, etika, dan perangkat-perangkat lain. Namun, tidak berkelebihan kalau kita memberikan perhatian yang lebih kepada empat pilar utama itu.

 

Saudara-saudara,

 

Dalam pidato yang saya sampaikan pada tanggal 16 Agustus yang lalu, di hadapan Sidang Bersama DPR RI - DPD RI, saya juga menyampaikan bahwa kita ingin di abad XXI ini, negara kita benar-benar menjadi negara yang maju dan sejahtera. Tetapi, di atas jati diri dan kebangsaan kita. Berbicara jati diri dan kebangsaan kita, kita juga akan berbicara tentang konsensus dasar, fundamental consensus, sekaligus pilar-pilar utama yang menyangga kehidupan bernegara kita, sebagaimana tadi disampaikan oleh Saudara Hajriyanto Thohari.

 

Saudara-saudara,

 

Dalam peringatan Hari Konstitusi ini, tentu kita patut untuk menyimak dan memahami kembali arti konstitusi. Konstitusi, atau Undang-Undang Dasar, itu terkait erat dengan perjalanan dan pasang surut kehidupan sebuah bangsa, termasuk bangsa kita. Yang kedua, konstitusi itu juga sesungguhnya merupakan satu kesatuan dengan sistem ketatanegaraan yang kita anut untuk negeri kita, dan juga terkait aspek yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimanapun, konstitusi kita terkait erat dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan, serta hubungan antar bangsa, yang sama-sama kita anut dan jalankan.

 

Pada pidato saya ketika kita memperingati Hari Konstitusi tahun lalu, saya kedepankan lima hal kalau kita berbicara Konstitusi, pertama tentulah sebuah Undang-Undang Dasar itu mengatur hal-hal yang bersifat umum, fundamental, utuh, namun bersifat umum. Elaborasi dari konstitusi yang bersifat umum itu terjadi pada Undang-Undang dan perangkat bawahannya lagi. Sebuah konstitusi haruslah jelas dan tajam, sehingga tidak menimbulkan multi tafsir yang bisa saja menimbulkan permasalahan dalam implementasi dari konstitusi itu.

 

Yang ketiga, konstitusi yang baik tentu mengatur hubungan antar elemen penyelenggara negara, karena konstitusi pada hakikatnya berkaitan dengan power and functions, dan relationships di antara power and functions dari para penyelenggara negara. Mentalitas politik yang menjadi bagian dari penyelenggaraan negara kita. Sekaligus dipastikan terjadi check and balances yang baik. Yang keempat, konstitusi juga mengatur hubungan antara negara dengan rakyat. Negara tidak boleh terlalu kuat, tetapi juga tidak boleh terlalu lemah, sehingga tidak bisa menjalankan tugasnya secara efektif. Rakyat harus diberikan ruang untuk bisa berkontribusi dalam kehidupan di negaranya. Oleh karena hubungan yang tepat sangat penting diatur dalam sebuah Undang-Undang Dasar.

 

Dan yang terakhir atau yang kelima, saya sampaikan waktu itu konstitusi haruslah bersifat adaptif dan harus merespon perkembangan zaman. Meskipun Undang-Undang Dasar tidak tepat dan tidak boleh sering berubah, setiap saat diubah. Harus memiliki jangka waktu yang cukup lama. Namun, manakala terjadi perkembangan zaman yang sangat fundamental, maka tidak ditabukan untuk perubahan sebuah Undang-Undang Dasar. Itulah yang disebut dengan sifat adaptif dari sebuah Undang-Undang Dasar.

 

Bapak-Ibu, Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Pada kesempatan sore hari ini, saya ingin mengajukan sejumlah tantangan, boleh juga dikatakan sebagai isu dan permasalahan yang mendasar, sekaligus aktual yang kita hadapi, yang berkaitan dengan konstitusi, dengan ketatanegaraan yang kita jalankan, dan bahkan politik dewasa ini. Pertama, sebagaimana yang sudah sama-sama kita ketahui, tantangan agar sistem presidensial yang kita anut dan kita pilih ini dapat berlangsung dengan baik, dapat dijalankan secara efektif dalam demokrasi multi partai yang terjadi di negeri kita sejak awal reformasi 11 tahun yang lalu. Itu tantangan atau challenge yang pertama.

 

Yang kedua, sebagaimana saya sampaikan dalam pidato tanggal 16 Agustus yang kemarin, ada kecenderungan, ada tren, bahwa politik di negeri ini menjadi sangat mahal, politik berbiaya tinggi, demokrasi berbiaya tinggi. Tentu ini menjadi tidak sehat dan harus kita cegah. Oleh karena itu tantangan yang kedua, second challenge, adalah bagaimana kehidupan politik dan demokrasi, termasuk proses-proses pemilihan itu tidak menjadi politik berbiaya tinggi. Apalagi masuk ke dalam yang disebut dengan politik uang, yang sama-sama tidak kita kehendaki untuk berkembang di negeri tercinta ini. Oleh karena itu, saya mengundang, dan saya senang tadi disampaikan oleh Pak Hajriyanto, ada seminar yang juga diselenggarakan oleh MPR. Saya mengundang para pakar dan praktisi, baik yang berkaitan dengan konstitusi dan ketatanegaraan dengan hukum dan dengan politik untuk menelaah dan memikirkan secara bersama tentang kelanjutan kehidupan bernegara di negara kita ini, sekaligus menjawab dua tantangan yang saya kedepankan tadi. Bagaimana sistem presidensial dalam demokrasi multi partai itu bisa berjalan secara efektif, sehingga negara bisa membangun dan kalau pembangunan berhasil maka rakyat akan dapat ditingkatkan kesejahteraannya. Dan yang kedua bagaimana kita memastikan bahwa kehidupan politik dan demokrasi itu tidak menjadi politik biaya tinggi.

 

Tentu kita ingin terus menemukan format yang lebih tepat, yang lebih baik dari yang kita miliki sekarang ini. Mengapa kita memerlukan format seperti itu, Saudara-saudara? Kalau kita telah menemukan format yang paling tepat dan paling baik, maka para penyelenggara negara, termasuk pemerintah baik pusat maupun daerah, akan dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Yang kedua, pembangunan nasional, utamanya pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat juga akan berhasil dengan baik. Yang ketiga, demokrasi tetap mekar, hak-hak asasi tetap kita lindungi dan kita junjung tinggi, namun sekaligus stabilitas nasional dapat kita jaga sebagai prasyarat bagi berlangsungnya pembangunan yang kita laksanakan. Dan, format yang benar dan tepat itu sekaligus memastikan bahwa jalannya pemerintahan dan pembangunan di daerah dengan sistem yang kita anut sekarang ini, desentralisasi dan otonomi daerah, juga berhasil dengan baik, berlangsung secara efektif.

 

Saudara-saudara,

 

Kita telah memilih jalan demokrasi, sekaligus kita tetap menganut sistem presidensial. Kita tidak memilih demokrasi parlementer. Kita juga tidak memilih sistem otoritarian. Banyak godaan pada tingkat global sekarang ini. Ada yang menarik kita masuk ke dalam sistem parlementer, ada juga yang lebih bagus kembali ke otoritarian. Bangsa ini sudah memilih, dan ini pilihan kita. Dan itulah amanah reformasi, bahwa yang kita pilih adalah demokrasi dan sistem presidensial. Oleh karena itu, bagaimana kita semua ke depan ini memastikan bahwa pilihan kita itu dapat kita jalankan dengan baik, dan akhirnya membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan rakyat kita.

 

Saudara-saudara,

 

Sebelum saya mengakhiri sambutan ini, tadi saya sebelum berangkat menuju ke gedung ini, kebetulan jalannya macet total. Saya kurang lebih 20 menit harus mengantri mulai dari depan Kementerian Pertahanan, habis hujan lebat dan seterusnya. Sehingga tepat di depan itu kurang satu menit langsung masuk ke ruangan ini. Yang saya ceritakan bukan macetnya itu. Persoalan tersendiri yang harus kita pecahkan nanti, bagaimana masa depan ibukota negara yang kita cintai ini. Tetapi, staf khusus saya memberitahu "Pak Presiden, hari ini ada berita yang menghebohkan. Saya dengar sudah masuk media online, masuk twitter, pembicaraan di sana-sini tentang usulan dari satu-dua kelompok untuk tidak lagi membatasi masa jabatan Presiden." Tentu ini isu yang panas, karena pasti yang dituduh jangan-jangan ini SBY yang punya mau. Oleh karena itu, di bulan Ramadhan ini, bulan yang suci, saya ingin memberikan penjelasan langsung, supaya tidak masuk angin. Karena negara kita ini kadang-kadang kreatif, kreatif untuk menggoreng-memutar kesana kemari sesuatu yang sebetulnya tidak seperti itu. Oleh karena itu, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya akan jelaskan apa yang menjadi isu yang bergulir amat hangatnya pada hari ini.

 

Begini Saudara-saudara, kita sudah melakukan perubahan dan bahkan ini amandemen yang pertama sebetulnya, perubahan pertama untuk membatasi masa jabatan Presiden. Ketika pikiran ini digodog dan dimatangkan, saya dulu tahun 1998 - 1999 adalah Ketua Fraksi ABRI MPR RI. Saya sebagai pelaku utama dan terlibat langsung. Oleh karena itu, saya sangat aktif mendorong untuk betul-betul masa jabatan Presiden itu dibatasi, dan paling jauh itu dua kali. Mengapa? Kita punya pengalaman yang sangat berharga di waktu yang lalu, ketika pernah ada Presiden yang katakanlah ditetapkan seumur hidup, meskipun bukan permintaan Sang Presiden. Ada Presiden yang dipilih berulang-ulang sampai enam kali, meskipun itu melalui Pemilihan Umum. Pelajaran yang sangat berharga yang dapat kita petik adalah ternyata kekuasaan yang begitu lama menimbulkan permasalahan dan tidak baik bagi kehidupan di sebuah negara.

 

Saudara pernah ingat dulu, yang mengatakan "power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely." Maksudnya adalah kekuasaan, apalagi besar kekuasaan itu, itu cenderung untuk tergoda dalam penyelewengan dan penyimpangan. Makin besar, makin absolut sebuah kekuasaan yang ada di tangan seseorang, itu godaannya makin besar untuk dilakukan penyalahgunaan. Oleh karena itu, amandemen atau perubahan kesatu, kedua, ketiga, dan keempat dalam Undang-Undang Dasar kita, apapun istilahnya, kalau kita pahami, adalah mengurangi, melucuti, merampingkan kekuasaan Presiden. Dan itu, setelah saya enam tahun menjadi Presiden, baik. Karena check and balances semakin hidup, tidak lagi semua berada di tangan Presiden. Membawa iklim yang jernih, yang baik. Oleh karena itu, kalau ada pikiran-pikiran dari siapapun, apakah mungkin masa jabatan Presiden itu yang sudah benar, tepat, dengan perjuangan yang luar biasa 10 - 11 tahun yang lalu, kembali diubah menjadi tidak perlu ada pembatasan, maka seorang SBY, dan saya kira semua sependapat, untuk menolak dan menentang pikiran-pikiran seperti itu.

 

Saudara-saudara,

 

Janganlah dalam politik itu kita bersiasat. Meskipun setiap orang itu boleh punya pemikiran, tetapi jangan bersiasat. Untuk kepentingan pribadi yang diubah Undang-Undang Dasarnya, Undang-Undangnya, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, apapun, kita tidak ingin. Sekarang pun kita melihat fenomena di luar misalkan, apakah etis seorang pejabat yang mau berakhir dikasih saluran barangkali entah istri, entah anak, atau siapa. Meskipun itu bisa dipilih secara demokratis, tetapi tolong ditimbang-timbang kepantasan, kepatutan, dan etika di dalam semuanya itu.

 

Saudara-saudara,

 

Politik itu juga mengenal nilai, mengenal etika. Marilah kita dengan arif, dengan bijak menimbang-nimbang mana yang patut dan mana yang tidak patut. Oleh karena itu, para wartawan yang barangkali penasaran ingin mendengarkan komentar saya, itu komentar saya. Saya akan konsisten, yang saya pikirkan sekarang terus melanjutkan pengabdian sampai jatuh tempo saya Insya Allah pada tanggal 20 Oktober tahun 2014, memberikan kesempatan pemimpin-pemimpin baru nanti untuk dipilih oleh rakyat, melanjutkan kepemimpinan bangsa dan negara, banyak pemimpin yang akan muncul. Saya tidak percaya kalau belum ada. Hampir pasti ada. Dulu juga begitu, belum ada, belum ada, belum ada, terlena, tergoda kita semuanya. Pasti ada putra-putri bangsa yang siap melanjutkan estafet kepemimpinan, apakah Presiden, apakah Gubernur, apakah Bupati dan Walikota.

 

Para Gubernur, Bupati, dan Walikota juga harus demikian. Jangan dikira tidak ada lagi yang bisa melanjutkan, sehingga harus menginginkan istri atau anak, atau siapapun. Berikan kesempatan kepada masyarakat luas. Itulah yang ingin saya sampaikan untuk menanggapi issue of the day, supaya tidak masuk angin dan kesana kemari. Akhirnya, Saudara-saudara saya sekali lagi mengucapkan selamat berulang tahun kepada MPR, selamat kepada anak-anakku para peserta cerdas cermat yang masuk grand final. Kalian adalah anak-anak bangsa yang membanggakan. Teruslah berprestasi, saya doakan kalian punya karir yang baik, ahli konstitusi, ahli tata negara, ahli hukum, dan segala ahli yang lain untuk kebaikan negeri ini. Demikianlah Saudara-saudara yang dapat saya sampaikan. Terima kasih atas perhatiannya.

 

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh,