Tingkatkan Kualitas Perpajakan, Kemensetneg Gelar Workshop

 
bagikan berita ke :

Kamis, 19 Mei 2022
Di baca 935 kali

Kamis (19/5), Biro Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menggelar rangkaian Workshop Perpajakan Tahun 2022 yang diawali dengan Workshop Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Dampak Tarif PPN 11% terhadap Kontrak dan Tagihan Berjalan. Diadakan di Gedung 3 Lantai 4, Kemensetneg, kegiatan ini diikuti para Pejabat dan Pegawai Pengelola Keuangan APBN di lingkungan Lembaga Kepresidenan.

Sejak April 2022 lalu, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN menjadi 11% dari besaran sebelumnya yaitu 10% dan menjadi 12% paling lambat Januari 2025. Penetapan tarif diputuskan berdasar pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Atas perubahan tersebut, warga negara maupun tugas pengelola keuangan negara dapat berkontribusi dalam mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional, salah satunya melaksanakan kewajiban perpajakan.

“Workshop ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penerapan pemungutan PPN dan dampak tarif PPN 11% terhadap kontrak dan tagihan berjalan yang telah diberlakukan per April 2022, apa saja kendala-kendala yang dihadapi, dan bagaimana solusi menyelesaikannya. Selain itu ditujukan memberikan pemahaman teknis bagi peserta agar terdapat kesamaan informasi mengenai perubahan kebijakan perpajakan pemerintah maupun solusi teknis bagi PPSPM, PPK, Bendahara, dan Staf Pengelola Keuangan,” ujar Eka Denny Mansjur selaku Kepala Biro Keuangan saat membuka workshop.

Kenaikan tarif PPN 11% ini berdampak pada naiknya harga barang dan juga jasa. Pihak yang dikenakan PPN adalah konsumen di tingkat akhir atau pembeli. Terkait dengan instansi pemerintah, penyesuaian tarif PPN ini tentu saja berdampak terhadap kontrak, proses pengadaan barang jasa, dan tagihan berjalan.


Penyuluh Pajak Ahli Madya, Arif Yunianto menyampaikan bahwa terkait kenaikan PPN sejak April 2022 lalu berarti dengan besaran anggaran yang sama maka Pengelola Keuangan harus mengalokasikan sesuai rencana yang sama (digunakan untuk belanja sama) padahal harga yang dikeluarkan berbeda (1%). “Biasalah, setiap ada hal baru kita seperti itu tapi setelah melewatinya ternyata bisa juga ditangani,” kata Arif.

Narasumber pertama pada workshop hari ini berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Penyuluh Pajak Ahli Pertama, Angga S. Dhaniswara. Angga menjelaskan tentang implementasi UU HPP klaster PPN dan dampak pada kewajiban perpajakan bagi instansi pemerintah dengan konsep dasar penerapan PPN pada barang dan jasa yang termasuk dalam kategori objek PPN serta bukan objek PPN.

“Secara umum, PPN berkaitan dengan penyerahan barang ataupun jasa. Pada prinsipnya, seluruh barang dan jasa merupakan barang dan jasa kena pajak kecuali yang ditetapkan lain oleh Undang-undang. Artinya PPN ini sifatnya adalah negative list. Barang atau jasa yang diserahkan ada yang merupakan objek PPN seperti diatur dalam pasal 4 UU PPN, baik itu yang dipungut dan ada yang dibebaskan. Untuk yang negative list itu tercantum dalam pasal 4a UU PPN di mana UU HPP menimbulkan efek khususnya terkait perluasan objek pada barang atau jasa kena pajak. Dibandingkan dengan UU sebelumnya, khusus yang telah dikonsolidasikan dengan Cipta Kerja di mana terdapat penghapusan dan penegasan,” ucap Angga.

Materi selanjutnya disampaikan Penyuluh Pajak Ahli Pertama, Adella Septikarina. Ia menjelaskan terkait Tahapan Pengadaan yang harus dilakukan Pengelola Keuangan pada instansi pemerintah yang meliputi beberapa tahap, pertama adalah Tahap Persiapan Pengadaan pada kondisi saat persiapan pengadaan belum atau sedang dilaksanakan dan saat persiapan pengadaan sudah dilaksanakan.

Berikutnya adalah Tahap Persiapan Pemilihan yang dilakukan Pokja (kelompok kerja) Pemilihan atau Pejabat Pengadaan saat memeriksa Dokumen Persiapan Pengadaan dengan meminta PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) memperbaiki HPS (Hasil Perkiraan Sendiri) dengan dasar tarif PPN 11%. Selanjutnya adalah Tahap Pemilihan, dilakukan dengan negosiasi atau tanpa negosiasi. Terakhir yaitu Tahap Pelaksanaan Kontrak yang menyesuaikan tarif PPN melalui adendum kontrak.


Sebagai narasumber terakhir, Penyuluh Pajak Ahli Pertama, Elfi Rahmi yang menerangkan tentang Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN.

Workshop ditutup dengan sesi tanya jawab peserta kepada para narasumber. Berjalan interaktif, kegiatan edukasi perpajakan hari ini akan membantu peserta melaksanakan tugas-tugas khususnya dalam perpajakan, bagaimana perlakuan perubahan kebijakan ini terhadap kontrak dan tagihan berjalan, serta meningkatkan kualitas perpajakan pada Kemensetneg. (DEW-YLI-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
2           2           2           2           2