Pengantar Presiden pada Sidang Kabinet Paripurna mengenai Evaluasi Semester Pertama Pemerintahan

 
bagikan berita ke :

Senin, 05 Mei 2025
Di baca 102 kali

Di Ruang Sidang Kabinet, Istana Kepresidenan Jakarta


 

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita sekalian,
Syalom,
Salve,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Saudara Gibran Rakabuming Raka, para Menteri Koordinator, para Menteri, para Kepala Badan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Jaksa Agung, Kepala BIN, Kapolri, Panglima TNI, dan para Penasihat Khusus Presiden yang saya hormati, para Wakil Menteri, Wakil Kepala Badan, dan para Utusan Khusus Presiden, seluruh anggota [Kabinet] Merah Putih yang saya hormati dan yang saya banggakan.

Pertama-tama tentunya sebagai insan yang bertakwa, marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Mahabesar, Tuhan Mahakuasa, bagi umat Islam Allah Swt. kita masih diberi karunia, masih diberi kesehatan, kita dapat berkumpul hari ini untuk melaksanakan Sidang Kabinet Paripurna dari Kabinet Merah Putih.

Sidang paripurna yang keenam dalam enam bulan pertama masa pemerintahan kita. Baru saja kita melewati tonggak enam bulan pertama, bisa dikatakan ini adalah semester pertama pemerintahan kita. Dan sekarang tibanya kita melihat rapor kita, apakah merah atau memuaskan atau cukup memuaskan atau sangat memuaskan.

Kalau kita lihat secara objektif, saya mau katakan bahwa dalam enam bulan kita memerintah, kita telah mencapai hal-hal yang cukup berarti, hal-hal yang bersifat fundamental, memperkuat landasan kebangkitan kita sebagai bangsa. Kita telah menghasilkan 28 kebijakan baru. Kebijakan-kebijakan tersebut yang berhubungan langsung dengan hajat hidup rakyat kita. Hal-hal ini kita lakukan dalam waktu yang cukup singkat, yang tidak diperkirakan bahwa kita mampu mencapai itu dalam waktu yang singkat.

Walaupun 28 kebijakan baru, namun produk-produk untuk mencapai kebijakan-kebijakan tersebut saya hitung mungkin lebih dari 100 bahkan mendekati 200. Jadi satu kebijakan mungkin membutuhkan beberapa produk, apakah itu kepres, apakah itu PP, apakah itu perpres, apakah itu inpres, apakah itu sekedar hanya surat edaran. Tetapi inilah bagaimana kita menjalankan roda pemerintahan.

Saudara-saudara sekalian,
saya ingin kita secara objektif menilai diri kita. Kalau kita tidak objektif kita bisa masuk jebakan, bahwa kita menganggap diri kita sudah mampu padahal kita tidak mampu. Kita sudah melihat bahwa arah kebijakan kita benar, padahal tidak benar.

Saya ingatkan agar kita sadar bahwa pemerintahan sebuah republik, apalagi republik sebesar kita, republik yang mewadahi dan menaungi 280 juta manusia lebih, tidak bisa sembarangan. Bisa diibaratkan sebuah pendulum, di atas bergerak sedikit, tapi pendulum yang di bawah bergeraknya sangat lebar. Keputusan yang keliru di atas, akibatnya tidak mudah bagi mereka yang paling di bawah. Kita harus ingat juga, azimut sebuah kompas. Kita deviasi sedikit di awal, setelah kita berjalan beberapa ribu meter bahkan kilometer, itu deviasinya sangat besar. Di awal deviasi kita satu derajat, di ujungnya sudah menyimpang jauh sekali.

Saudara-saudara,
dalam memerintah saya ingatkan kepada kita sekalian, bahwa sumber kekuasaan kita, sumber wewenang kita adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kita sering mengucap itu, kita sering menyatakan bahwa Pancasila dan dasar negara dan kita selalu beracu pada itu, tapi marilah kita jujur kepada diri kita sendiri, apakah kita benar-benar sudah menggunakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan sebenar-benarnya atau tidak. Karena menurut pendapat saya, undang-undang dasar kita, Undang-Undang Dasar 1945 sungguh suatu produk yang luar biasa.

Tetapi sebagaimana saya katakan, menurut pendapat saya, elit bangsa telah sadar atau tidak sadar, deviasi daripada Undang-Undang Dasar ‘45 telah deviasi dalam beberapa hal yang mendasar. Kalau kita deviasi yang saya katakan, di awal penyimpangannya sedikit, di ujungnya penyimpangan yang besar.

Saya ingatkan bahwa rancang bangun Undang-Undang Dasar 1945 kita luar biasa, rancang bangun yang telah dibuat oleh pendiri bangsa kita luar biasa. Kenapa? Karena pendiri-pendiri bangsa kita mengalami, mengalami penjajahan, mengalami imperialisme, mengalami penindasan, mengalami kapitalisme yang dibuat untuk menjaga bahwa rakyat kebanyakan tetap miskin.

Pendiri-pendiri bangsa kita mengalami penjajahan imperialis, dua imperialis yang dialami, barat Belanda dan Jepang. Sekarang kita baik dan kita harus baik. Kita tidak mau dendam, kita tidak dendam sama bangsa Belanda, tidak dendam. Kita tidak dendam dengan bangsa Jepang, tapi kita pernah dijajah, pernah ditindas, kekayaan kita diambil terus-menerus. Rakyat yang banyak dipertahankan agar tidak menikmati pendidikan, agar tidak boleh ikut dalam perdagangan, rakyat kebanyakan suruh jadi buruh dengan upah murah, suruh jadi petani dengan penghasilan murah rendah, suruh jadi nelayan. Ini harus kita ingat, Saudara-saudara.

Dan, alhamdulillah, kabinet kita memerintah dan kita harus berjiwa besar, kita harus objektif. Kita bisa lancar begini, kita bisa bagus begini, karena transisi pemerintahan berjalan dengan lancar, dengan baik. Saya bukan… saya dibilang presiden boneka, saya dikendalikan oleh Pak Jokowi, seolah Pak Jokowi tiap malam telepon saya. Saya katakan itu tidak benar, bahwa kita konsultasi, iya, itu seorang pemimpin yang bijak. Konsultasi minta pendapat, minta saran, beliau sepuluh tahun berkuasa, saya minta. Saya menghadap beliau enggak ada masalah, saya menghadap Pak SBY tidak ada masalah, saya menghadap Ibu Mega tidak ada masalah. Kalau bisa menghadap Gus Dur, enggak bisa, menghadap menghadap Pak Harto, iya kan, menghadap Bung Karno kalau bisa. Lho minta pandangan, minta saran. Pak Jokowi berhasil sepuluh tahun, orang suka tidak suka, masalah ijazah dipersoalkan, nanti ijazah saya ditanya-tanya, iya kan. Ini ada wartawan banyak ya.

Bukan, Saudara-saudara, kita ini di mana-mana saya katakan, dunia ini sedang penuh ketidakpastian. Dunia penuh dengan ketidakpastian, kita rasakan sekarang, kita rasakan, kita jujur, kita rasakan. Sekian puluh tahun kita menjadi the good boy, iya kan. Ada negara yang besar, negara yang kuat bilang ke kiri, ya monggo, bilang ke kanan, monggo, kita ikut. World Bank kita ikut, IMF kita ikut, iya kan, globalisasi kita ikut. Tapi sekarang yang menanggalkan, yang meninggalkan sistem yang mereka bangun, mereka sendiri. Free trade, monggo. Kita bingung jadinya yang dibilang Menteri Keuangan. Menteri Keuangan sedang di luar negeri ya?

Sekarang ekonom-ekonom yang belajar sekian puluh tahun, sekarang harus belajar lagi, iya kan harus belajar lagi. Dan memang perlu, kita perlu belajar lagi. Tapi kalau saya, kalau saya, kita punya Undang-Undang Dasar ’45, yang merancang itu, yang membentuk itu mereka-mereka yang melihat dan merasakan, “oh, imperialisme kayak begini, penjajahan kayak begini.” Mengalami Belanda, Jepang, mengalami pergolakan 20, mungkin 25, 28 tahun kita merdeka, 28 tahun kita merdeka, tidak pernah berhenti dari campur tangan asing.

Peristiwa Madiun seolah itu komunis, ternyata yang membawa Muso, Semaun, semua itu adalah Belanda, difasilitasi oleh Belanda. Belanda kuasai Batavia, semua lapangan terbang dikuasai, bagaimana dia bisa sampai Madiun. Terus DI/TII, dokumen keluar, Belanda. Bahkan bukan DI/TII, Snouck Hurgronje, juga Sandi Yudha intel Belanda.

Saudara-saudara,
ini saya sampaikan terus karena, kembali, kita punya kekuatan Undang-Undang Dasar ‘45 khususnya di bidang ekonomi adalah Pasal 33. Kalau disimak setiap negara yang sedang bangkit punya semacam Pasal 33. 

Jadi Saudara-saudara, enam bulan yang kita telah kerjakan ternyata, menurut saya, kita boleh bangga dengan prestasi kita. Dan untuk itu, saya ingin mengatakan bahwa sungguh-sungguh saya apresiasi, saya terima kasih kepada semua, menteri, wakil menteri, kepala badan, wakil kepala badan. Dalam tim kita, dalam Kabinet Merah Putih, saya merasa kita bisa mencapai ini karena kerja sama yang baik di antara kita. Saya merasakan team work. Dalam enam bulan, kita [Sidang] Kabinet Paripurna hanya enam kali, ratas-ratas juga tidak terlalu sering.

Saya paham sebagian dari Anda mungkin ketemu saya tidak sesering yang kita inginkan. Tetapi, hasil kita, hasil diskusi kita, hasil keputusan kita, terwujud, terlaksana, dan dirasakan oleh rakyat Indonesia, Saudara-saudara.

Apa yang ingin saya sampaikan? Mari kita lihat dengan tolok ukur yang objektif, yang jelas. Salah satu tonggak pemerintahan di setiap negara adalah mampu atau tidak kita menjaga inflasi. Inflasi kita salah satu terendah di dunia, mungkin di antara lima negara yang terendah di dunia. Mungkin inflasi yang lebih rendah dari kita mungkin Tiongkok, ya Mendagri? Ini prestasi. Dan saya harus katakan, jujur ini, bukan karena Mas Gibran ada di sebelah saya, bukan, ini objektif, ini salah satu hasil daripada kepemimpinan dan manajemen Pak Jokowi. Mungkin pengalaman beliau sebagai wali kota membuat beliau mengerti bagaimana me-manage inflasi, yang mungkin enggak ada di buku, enggak diajarkan di Harvard atau di MIT. Ada lulusan Harvard enggak di sini? Saya tidak, saya sangat kagum sama Harvard. Saya pengin masuk dulu, enggak bisa masuk. Bisa masuknya ke toko bukunya saja, yang penting Harvard.

Wah ini kebablasan nih kok wartawan terus di sini. Tapi kita demokratis ya, coba angkat tangan yang mengizinkan wartawan tambah lima menit di sini, angkat tangan. Oke, demokrasi, Anda boleh di sini lima menit lagi. Enggak apa-apa kan ini sesuatu yang baik ya, bahwa saya sebagai, bisa dikatakan saya adalah di sini sebagai manajer tim ya. Kalau tim saya berhasil ya saya harus muji dong, benar enggak? Enggak apa-apa. Saya merasa teamwork kita bagus, saya merasa garis yang kita tentukan terwujud di lapangan. Inflasi terwujud, banyak negara mau belajar bagaimana mengendalikan inflasi dari kita. Mendagri enggak usah diceritain deh. Iya dong, rahasia dapur jangan dibuka semua kecuali kawan, kalau kawan mau belajar boleh.

Saudara-saudara,
yang kedua tolok ukur yang bisa dirasakan, yang saya rasakan juga, saya rasakan karena saya sudah lama jadi orang Indonesia, dan saya waktu anak kecil, orang tua saya Menteri Perdagangan. Jadi saya lihat bagaimana setiap Lebaran, setiap akhir tahun, orang tua saya tegang. Pak Mitro hitung, kumpulin, setiap item dicek, sampai Pak Mitro pernah di Tanjung Priok di dermaga nungguin kapal. Pemerintah waktu itu mau intervensi karena krisis pangan, harga-harga juga menjulang, sehingga pemerintah intervensi, pemerintah bertindak menjamin di hari-hari kritis bahan-bahan persediaan.

Dan sekarang pemerintah yang saya pimpin, Saudara-saudara, berhasil menjaga stabilitas harga pangan di saat-saat yang selalu harga pangan kurang bisa dikendalikan: Natal, akhir tahun, dan Lebaran. Alhamdulillah, akhir tahun, Natal, dan Lebaran tahun ini di masa pemerintahan kita, harga-harga aman, stok pangan tersedia. Ini pekerjaan Saudara-saudara sekalian. Yang di lapangan kalian, yang ngecek harga kalian.

Mudik berjalan dengan lancar. Saya dapat laporan mudik kita adalah sekarang terbaik sepanjang sejarah, angka kecelakaan terendah sepanjang sejarah turun 30 persen, dan meningkat yang mudik lebih besar dari tahun yang lalu. Ada kelompok-kelompok negatif, “oh, mudiknya berkurang.” Kalau lancar dibilang mudiknya berkurang. Tidak, lancar karena pengendaliannya lancar dan ada keberanian ambil keputusan oleh menteri-menteri kita, oleh Kapolri, oleh Panglima TNI, oleh Menteri Perhubungan, memberi saran kepada saya, "Pak, bisa enggak kita laksanakan work from everywhere.” Ini baru juga ini saya kira, di dunia ada work from everywhere? Orang Indonesia kalau kreatif boleh juga. Jadi mereka pulang sudah jauh sebelum libur. Kalau itu, Indonesia semangat itu, pulang sebelum libur. Tapi ini keberanian ambil keputusan. Oke saya ambil tanggung jawab, silakan.

Jadi ini tolok ukur, tonggak-tonggak yang bisa dirasakan. Belum lagi masalah-masalah sekian puluh tahun yang lalu. Hutang orang kecil yang sebenarnya sudah dihapus oleh bank-bank, masih dituntut. Jutaan petani kita, jutaan rakyat kecil kita tidak bisa pinjam lagi, terpaksa dia pinjam dari rentenir, dari pinjol/pinjaman online, rentenir yang gila bunganya harian, luar biasa. Kita hapus [hutangnya], kita ambil tindakan-tindakan yang harus kita ambil dengan beberapa risiko, tetap dalam kerangka pengendalian APBN yang pruden. Kita disiplin kepada diri kita sendiri, kita menjaga bahwa kita pelihara defisit kita tetap 2,5 persen dari GDP kita. Tidak ada, tidak ada kewajiban.

Uni Eropa saja yang lahir dengan angka tersebut dalam Perjanjian Maastricht tahun 90-an [1992]. Maastricht Treaty mematok defisit anggaran untuk anggota-anggota Uni Eropa di 3 persen. Kita karena ingin menjadi nice boy, kita ikut Maastricht Treaty untuk kita, kita tidak akan punya defisit lebih dari 3 persen. Padahal, Saudara-saudara, Jerman, Perancis, Italia, mereka sudah jauh di atas 3 persen, mereka melanggar standar yang mereka lakukan sendiri. Indonesia masih masih menjaga di bawah 3 persen. Karena itu, hutang kita termasuk... perbandingan hutang kita terhadap GDP kita termasuk salah satu terendah di dunia.

Saudara-saudara,
pengendalian manajemen perekonomian kita cukup prudent, cukup hati-hati. Dalam kehati-hatian itu, salah satu juga yang kita bisa dan boleh bangga adalah kita melaksanakan penghematan besar-besaran. Penghematan besar-besaran inilah yang memungkin kita melaksanakan program-program yang strategis.

Yang pertama, saya juga sampaikan penghargaan saya bahwa kita mampu menggelar rollout program makan bergizi gratis (MBG) kita. Tanggal 6 Januari di-roll out dan terus-menerus dilaksanakan dengan kehati-hatian, tahap demi tahap. Sampai hari ini, saya dapat laporan barusan, sudah lebih dari 1.000 titik, 1.286 [titik], yang total penerima makan bergizi sekarang sudah di atas 3 juta, 3,4 juta di awal Mei. Dan diperkirakan akhir Mei akan mencapai 4 juta, dan di akhir Juni akan mencapai 6 juta, dan di akhir Agustus akan mencapai 22 juta. Sehingga di akhir November 2025 akan mencapai 82,9 juta penerima manfaat.

Ini dari segi manajemen fisik, ini adalah upaya yang luar biasa. Kita selenggarakan katering untuk acara perkawinan yang tamunya 3.000 orang saja setengah mati itu katering, benar enggak? Dan tidak sering bahwa katering itu ada yang keracunan. Biasanya katering itu kalau di kawinan katering makannya ya begitu-begitu saja, sudah mahal ya kan.

Saudara-saudara,
hari ini memang ada yang keracunan. Yang keracunan sampai hari ini, dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang, yang rawat inap hanya lima orang. Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya enggak enak, sejumlah 200 orang itu, 200 dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah adalah 0,005 [persen]. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen. Di mana ada usaha manusia, di bidang pekerjaan apapun, kalau 99,99 persen keberhasilan oke dong. Walaupun kita tidak boleh cepat puas, Pak Dadan ya. Kita harus lihat nanti Desember 2025.

Tapi saya hargai karena Kepala Badan BGN(Badan Gizi Nasional) dan seluruh jajarannya mengatakan, "Pak, sasaran kita adalah zero." Adalah zero, penyimpangan zero kesalahan. Dan kita mengerti tidak gampang. Di dapur itu yang bekerja 50 orang, satu dapur yang bekerja 50 orang, iya kan. Yang saya sidak bagus, pakai tutup kepala, sarung tangan, baju kayak alat pelindung diri (APD), harus buka sepatu. Presiden disuruh buka sepatu, saya patuh. Presiden buka sepatu, ada paspampres yang enggak buka sepatu, dia semangat harus menjaga. Masa ada paspampres lari-lari enggak pakai sepatu, ya tapi di dapur ya buka sepatu, ya kan. Sama kita masuk ICU, enggak ada alasan, masuk ICU buka sepatu.

Tapi maksud saya adalah, ini adalah sesuatu prestasi. Saya sendiri terus begini ya. Jadi makan bergizi digelar, yang orang tidak mengira, banyak yang tidak mengira, banyak yang nyinyir, banyak mengatakan impossible. Itulah, kita buktikan dengan niat baik dengan tekad, dengan menggunakan rumus-rumus yang benar.

Pemerintahan itu [seperti] matematika kok, kalau niat baik, rumus benar, pelaksanaannya bertekad yang baik, insyaallah akan mencapai sasaran. Tapi kalau kita punya niat yang tidak baik, pemimpin sudah datang niat untuk cari kekayaan dirinya, kekayaan kelompoknya, kekayaan partainya, nah ini pasti menyimpang, sudah pasti. Tidak usah orang pintar untuk menilai seperti itu. Makanya saya terima kasih, ini sesuatu yang objektif.

Makan bergizi berjalan, apakah ada kekurangan, ada. Dan kekurangannya itu juga karena juga adat istiadat budaya kita juga. Saya masuk satu ruangan, anak-anak 30 orang, yang 20 mau pakai sendok, ada 10 yang enggak mau pakai sendok. Ya tidak salah dia, dia terbiasa makan tidak pakai sendok. Tapi kita mendidik dia, kita mengajarkan dia cuci tangan. Jadi bisa saja yang keracunan adalah hal-hal seperti itu, hal-hal sepele tapi mendasar, dan mungkin gurunya sayang sama anak-anaknya, dan mungkin juga dalam paket itu, Kepala BGN, dalam ompreng yang diberikan mungkin tidak ada sendoknya. Benar kan? Nah, jadi inisiatif orang tua membekali sendok. Nah ini mungkin harus disosialisasikan ya, atau memang kita bisa cari sendok-sendok yang tidak terlalu mahal.

Yang kedua, juga yang saya lihat pelaksanaan dari BGN yang juga terpengaruhi oleh adat istiadat atau kebiasaan, selain tadi ada yang anak-anak yang malas cuci tangan ya kan, tidak mau pakai sendok ya kan, ada juga, maaf, yang enggak biasa dengan makanan-makanan, sebagai contoh ada yang pertama-tamanya kalau dikasih susu dia enggak cocok kasih susu, karena dia tidak pernah minum susu seumur hidupnya, itu namanya lactose intolerant ya. Tapi setelah berapa minggu, kalau pertama-tama, saya kira dua minggu pertama dia akan, istilahnya akan diare iya kan. Karena ada wartawan saya pakai istilah yang ilmiah, diare, kalau istilah sehari-hari…

Saudara-saudara,
masalahnya itu, dia enggak pernah minum susu, kita kasih susu, dia butuh waktu penyesuaian. Tapi on the whole, makan bergizi ini adalah sesuatu yang menurut saya cukup membanggakan. Banyak pimpinan negara datang ke Indonesia yang dibahas antara lain makan bergizi [gratis], Saudara-saudara.

Tanggal 7 [Mei] yaitu lusa, tokoh dunia namanya Bill Gates akan datang ke kita, minta ketemu saya. Sudah cukup lama beliau minta ketemu, kalau tidak salah suratnya dari November [2024] minta ketemu. Saya terima, antara lain mau menyatakan dukungan dan penghargaan atas makan bergizi [gratis] kita. Saya merasa sangat besar hati. Tapi, saya merasa, jangan, jangan memuji kita, kita belum berhasil. Kita berhasil insyaallah Desember 2025. Kalau kita buktikan bahwa kita bisa menyelenggarakan atau antar makanan tiap hari ke 82,9 juta rakyat kita, dalam keadaan bersih, keadaan aman, keadaan bergizi, pada saat itulah boleh kita terima ucapan selamat.

Tapi, karena beliau mau datang, beliau saya dengar mau menyatakan solidaritas sama kita, bahkan beliau mau bantu kita, saya tidak tahu bentuknya apa. Hanya saya katakan, bahwa kita diberi bantuan, tidak diberi bantuan, diberi penghargaan, tidak diberi penghargaan, kita laksanakan ini. Karena kita yakin ini benar dan ini adalah suatu investasi di anak-anak kita. Dan bahwa kita harus mengurangi kemiskinan di rakyat kita.

Saya sering terharu, saya dapat laporan dari Menteri Sosial baru datang dari Jawa Tengah, beliau cerita, karena kita juga dalam waktu dekat akan buka minimal 100 sekolah berasrama yang dialamatkan untuk saudara-saudara kita, rakyat kita, yang berada dalam kelompok ekonomi yang paling rendah, desil 1 dan desil 2.

Niat ini mungkin akan terwujud dalam tahun ini juga. Menteri Sosial dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah bertekad bahwa 53 sekolah akan digelar bulan Juli ini. Bolak-balik saya katakan, jangan dipaksa. Berbuat, tapi kita tidak usah mengejar tanggal. Yang penting kita berbuat. Tapi mereka yakin, mereka ingin mendapat hasil terbaik cepat. Saya, silahkan. Tapi ujungnya nanti saya kira nanti akan sangat dirasakan oleh orang yang paling bawah.

Tapi, kembali kepada prestasi kita selama enam bulan, karena ini keputusannya memang dalam waktu enam bulan, keputusan, kebijakan, mereka sudah kerja, Dikdasmen, Mensos, sudah bekerja keras, sehingga kita sudah mendapat tawaran dari bupati-bupati dan wali kota-wali kota seluruh Indonesia, lebih dari 200 bupati, wali kota sudah menyiapkan lahan. Karena saya katakan, kalo pemda siapkan lahan, kita bangun, dan kita sudah siapkan anggaran APBN. Ternyata sambutannya lebih dari 200 [bupati dan wali kota] sudah siapkan lahan antara sekitar lima hektare sampai delapan hektare. Lumayan, sekolah SD, SMP, SMA, lima hektar, saya kira jarang itu di Indonesia. Saya tadinya minta 20 hektare.

Maksud saya, antusiasme dari bawah, jadi Kemendikdasmen dan Kemensos dibantu oleh K/L lain merencanakan ini sudah sangat teliti. Sampai mereka tahu titiknya di mana. Dan ini nanti sekolah-sekolah ini di titik kantong-kantong kemiskinan, yang paling susah, paling miskin, itu kita dirikan. Mereka sudah sampai demikian. Mereka sudah tentukan, persiapannya sudah cukup matang. Ini saya kira akan dimatangkan 2-3 minggu lagi dan akan dilaksanakan dengan baik. Dan kita sudah merancang biaya pembangunan kampus tersebut yang cukup, menurut saya, hemat tapi bagus.

Kemudian Saudara-saudara,
salah satu prestasi kita yang dirasakan, yang riil, dan tidak bisa dibuat-buat adalah bahwa produksi beras dan jagung kita, saya dapat laporan, sekarang sangat berhasil. Bahkan dibandingkan dengan tahun-tahun terdahulu, produksi kita cukup bisa dikatakan tertinggi. Saya dari Sumatera Selatan, hasil di Sumatera Selatan produksi berasnya yang tiap tahun berkisar 3 juta ton, tahun ini mereka yakini akan mencapai 4 juta ton. Artinya, peningkatan 25 persen. Saya kira di seluruh dunia, ini salah satu prestasi. Dan kita harus mengakui kalau kita berbuat baik jangan kita rendah diri. Ini prestasi kita.

Kemudian serapan pemerintah, yaitu jumlah tonase beras yang sekarang berada di tangan pemerintah, saya dapat laporan, adalah tertinggi sepanjang sejarah NKRI. Belum pernah kita, pemerintah, menguasai, memiliki, jumlah tonase beras sebesar sekarang.

Saudara-saudara,
Ini suatu prestasi dan ini prestasi bukan datang begitu, apalagi pertanian. Pertanian itu, yang saya katakan tadi, azimut kompas, salah kecil akibatnya buruk. Kita tidak memperhatikan cuaca, El Nino kekeringan, La Nina kita tidak perhatikan, krisis pangan. Tapi alhamdulillah pejabat-pejabat kita mengerti, mampu. Bukan saya suka muji-muji, tidak, tapi saya ya namanya kepala sekolah kalau ada yang berprestasi saya harus kasih tahu itu prestasi, benar enggak?

Jadi dalam hari ini saya lihat tim pangan, Menteri Pertanian dan timnya, Menko semua fokus. Untung saja Menteri Pertanian ada di Jakarta, hari ini hadir, biasanya saya cari enggak ada, di mana? Kalimantan Barat. Di mana? Jambi. Di mana? Dua-duanya menteri dan wakil menteri sudah hitam sekali berarti ini menteri dan wakil menteri memang benar-benar bekerja. Kalau enggak hitam malah saya curiga.

Saudara-saudara,
ini suatu prestasi. Saya merasakan karena hari ini saya terima, tadi pagi saya terima Saudara Hun Sen dari Kamboja, dia 38 tahun jadi perdana menteri, sekarang dia naik jadi presiden senat ya. Dia datang, yang pertama dia bicarakan, karena tadi yang jemput beliau adalah menteri dalam negeri, ya. Yang pertama disampaikan adalah, “kami perhatikan bahwa prestasi Indonesia luar biasa, produksi berasnya sangat naik sampai berlimpah, ini akan berpengaruh kepada kita, karena biasanya Indonesia beli beras dari kita, tapi tahun ini Kamboja harus cari pasar baru, karena Indonesia tidak akan impor.” Benar tadi, Mendagri? 

Datang ketemu saya, itu lagi yang disampaikan, “Selamat, sukses! Produksi Saudara luar biasa!” Kemudian, “Kebijakan-kebijakan yang Saudara ambil menjadi menjadi perhatian.” Kita sih dinilai, tidak dinilai, kita hanya kerja-kerja. Kita tidak mau [dinilai], tapi alhamdulillah, iya kan. Dan kita enggak boleh takut, jadi kalau ibarat kita di kelas di sekolah, ya kan, kalau kita belajar benar, kita ikut ujian yang benar, nilai kita bagus, pasti ada yang enggak suka sama kita kan? Yang enggak mau belajar enggak suka sama kita, ya kan? Wah dia mau lulus sendiri begitu ya, padahal belajar, bekerja, kita tidak berbuat yang aneh-aneh ya, pakai logika. 

Jadi, waktu berapa bulan yang lalu, yang saya katakan prestasi ini, prestasi ini, kita bisa surplus produksi Februari, Maret, April, Mei, ya Menteri Pertanian, tidak sedikit jasanya Pak Jokowi sebagai presiden, benar Menteri Pertanian? Sekali lagi, ini saya bukan ngolok, untuk apa, ya kan. Beliau sudah di Solo, ya kan. Tapi saya harus katakan karena itu benar, beliau masih presiden. Kebetulan menteri pertanian lowong, kosong, iya kan? Pejabat sebelumnya, ya ada masalah sedikit, kosong, saya ketemu Saudara Amran, saya lihat bahwa ini masuk akal dan beliau pernah jadi Menteri Pertanian, beliau pernah mencapai swasembada. 

Saya datang ke Presiden Jokowi, ”Bapak Presiden, karena Menteri Pertanian kosong saya usulkan Saudara Amran Sulaiman, menteri Bapak kabinet pertama.” Mungkin Pak Jokowi terkesan juga sama saya kan, ini Menteri Pertahanan kok mengusulkan Menteri Pertanian. Orang selalu tanya, apa hubungan pertahanan dan pertanian? Iya, tanpa pangan enggak ada tentara, mau perang pakai apa? Pakai senjata enggak ada makan, ya enggak bisa jalan prajurit itu. Dan yang kedua, Menteri Pertahanan waktu itu, ya kan, terpilih sebagai presiden yang akan datang waktu itu, iya kan, jadi saya berkepentingan. Dalam hati Pak Jokowi berpikir pasti begini, nanti Mas Gibran tanya beliau ya, tanya Bapak, “ini Menhan saya kan Ketua Gerindra, kenapa enggak usulkan kader Gerindra?” 

Nah, karena Saudara-saudara, ini saya ajarkan, karena kalau sudah urusan negara, bangsa, dan rakyat, partai harus kedua, partai harus kedua. Saya pun dari partai-partai yang ada, saya selalu minta, “Anda silakan, tapi saya minta yang Saudara ajukan yang terbaik, yang capable, konsensus kita adalah seperti itu. Benar, Pak Ketua Golkar? Benar kan? Mas AHY, benar? Cak Imin? Silakan, tapi saya minta yang terbaik, you yakin, saya terima, alhamdulillah.

Jadi Saudara-saudara, akhirnya Pak Jokowi terima, beliau dilantik, dan kita lihat masalah, beliau lihat masalah, kita datang lagi ke Pak Jokowi. Saya ingat berapa kali saya didampingi Panglima TNI dan Kapolri, kenapa Panglima TNI dan Kapolri ikut urus pangan? Karena pangan adalah sumber dari sebuah negara, kalau pangan tidak aman, negara tidak aman, dan mereka sadar kalau tidak aman yang pusing tentara dan polisi. 

Saya datang didampingi Panglima TNI, Kapolri, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan minta dana tambahan, untuk apa? Mengatasi kekeringan, dan cara mengatasi kekeringannya apa? Sangat sederhana ternyata, Menteri Pertanian mengatakan, "Pak, ini kalau tidak ada air kita enggak bisa." Tapi Pak, ada jalan keluar, kenapa? Karena di Indonesia banyak sungai yang tidak pernah kering, di Jawa Timur Kali Brantas, di Jawa Tengah Bengawan Solo, di Jawa Barat Citarum, di Jambi, di Riau, di Sumatera Selatan, di Kalimantan luar biasa itu sungai-sungai. Yang besar, kuncinya adalah pompa.

Waktu itu kita cari uang untuk 80 ribu pompa yang harus kita adakan sebelum musim tanam, ya setengah mati waktu itu. Sudah dapat itu, saya enggak tahu Menteri Pertanian silatnya kayak apa, ya kan. Uang-uang dari mana beliau alihkan, kita berhasil datangkan sekian puluh ribu pompa, yang pasang siapa? Ya, terpaksa kita minta lagi dari TNI, dari Polri, bantu. Akhirnya alhamdulillah sekarang kita aman, karena tindakan sekian bulan yang lalu, sekian tahun yang lalu.

Jadi sekali lagi, Saudara-saudara, saya mau katakan, alih kekuasaan, transisi yang baik, ya. Pendahulu mendukung pengganti, serah terima yang baik, kita akan maju. Makanya saya katakan, pembangunan bangsa, perjalanan bangsa, itu adalah sebuah usaha panjang. Karena itu, saya mengajak kita menghadapi paradigma baru, bahwa untuk rakyat, kalau sudah kepentingan rakyat dan bangsa, semua pemimpin harus bisa kerja sama.

Dan [Sidang] Kabinet Paripurna hari ini adalah di mana saya mengatakan terima kasih kepada semua anggota Kabinet Merah Putih, kita telah buktikan. Enam bulan pertama, kita buktikan kerja sama kita baik, teamwork kita baik, di sana sini ada keseleo wajar, ada khilaf wajar. Ada menteri-menteri yang sudah senior sudah lama pengalaman, ada yang baru, baru menjabat. Saya saja baru menjabat berapa hari presiden salah jalan di Istana Merdeka. Benar, cari WC, di mana WC. Wajar. Jadi kita sudah lah saya, ada mungkin juru bicara saya keseleo, yang namanya manusia dia juga baru menjabat, benar enggak? Kalau yang senior salah bicara, ya salah, ya kan. Pak Airlangga salah bicara, enggak bisa, benar enggak? Ini yang baru-baru ini, benar enggak, Natalius Pigai maklum lah, Pak Natalius Pigai itu sekarang pakai sepatu, pakai kaos kaki, ini nanti dicek loh anggota kabinet yang enggak pakai kaos kaki ini. Gus Ipul, saya kenal beliau tuh dulu enggak pakai kaos kaki.

Jadi Saudara-saudara, apa yang kita capai ini bukan hal-hal kecil. Saya kira buruh, buruh mengatakan bahwa sekarang hampir semua kesulitan mereka, pemerintah sekarang paham dan pemerintah sekarang akan membela dan memperjuangkan hak-hak buruh. Tapi saya juga ingatkan kepada buruh, buruh kita akan bela Anda karena Anda anak-anak kami. Tapi ingat kita juga harus mengerti kepentingan para pengusaha, karena para pengusaha itu yang punya pabrik-pabrik, kalau mereka merasa susah mereka bisa angkat kaki dari sini. Jadi, kita sekali lagi, Indonesia incorporated, kerukunan, bahkan dari mereka, pemimpin buruk yang... “Pak, kalau bisa Bapak kumpulkan, Pak, 150 dari kami, tolong kumpulkan 150 tokoh-tokoh pengusaha”, ini permintaan mereka, “Bapak kumpulkan di Istana mana, mari kita bahas kesulitan kami langsung pada pengusaha, dan kita cari jalan-jalan yang baik.”

Tetapi pemerintah, mulai dari Pak Jokowi, dan mulai dari Pak SBY sudah melakukan berapa tindakan dan kebijakan pro orang miskin, menurut saya yang luar biasa. Program-program yang tidak saya ubah, yang tidak saya kurangi, –di sini ada wakil dari Kementerian Keuangan, ada dua wamen, Menteri Sosial– total uang di anggaran kita yang untuk membantu rakyat miskin/rakyat susah dalam segala bidang lebih dari Rp 500 triliun, benar? Benar wamen? Rp500 triliun [sudah] termasuk subsidi listrik, totalnya semua Rp500 triliun. Dan saya tidak ubah dan ini kebijakan pemerintah-pemerintah sebelum saya, ini adalah we are a real welfare state.

Jadi saya juga katakan kepada pengusaha, para pengusaha upah Saudara bisa relatif masih.. upah yang kau kasih ke pekerja relatif, bisa dikatakan, rendah dibandingkan tetangga-tetangga kita. Karena pemerintah memberi bantuan tunai langsung, ada [program] keluarga harapan, transfer langsung, dan sebagainya, totalnya Rp500 triliun, 30 miliar dolar lebih. Belum makan bergizi, anaknya buruh, anaknya semua diberi makan. Yang nanti akhir tahun ini jumlahnya adalah Rp170 triliun, berarti 10 miliar dolar lebih. Jadi yang tadi, 30 miliar dolar plus 10, [total] 40 miliar dolar untuk membantu desil 1-2, dan kelas menengah juga.

Jadi Saudara-saudara, kita terus, ratusan kebijakan kita tolong dipelajari. Untuk juga pertama kali kita pangkas semua sistem distribusi pupuk yang penuh dengan keruwetan, langsung dari pabrik ke kelompok tani. Kita meninggalkan 144 peraturan, tidak ada lagi perlu izin gubernur, bupati. Ini yang diminta petani, ini yang mereka dapatkan. Kita sederhanakan [distribusinya], produksi naik.

Juga mereka menyampaikan terima kasih, lebih dari 100 juta petani merasakan penghasilan mereka naik, karena kita tegakkan harga dasar gabah kering panen, dan kita wajibkan penggiling-penggiling padi. Dan saya memberi peringatan, penggiling-penggiling padi yang bandel, yang beli setelah panen, yang beli dengan harga serendah-rendahnya, kita cabut izin usahanya. Saya tidak main-main, karena di tangan saya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang memberi saya wewenang, sumber-sumber produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemampuan rakyat, dan saya tidak akan ragu-ragu menggunakan itu.

Saya tanya hakim-hakim agung, ini bagaimana interpretasinya, “tidak usah diinterpretasi Pak, itu sudah jelas.” Apakah penggiling padi menguasai hajat hidup orang banyak? Menguasai, jadi dia harus ikut. Anda boleh untung tapi jangan untung sebesar-besarnya di atas penderitaan petani, tidak bisa. Silakan pilih Anda mau operasi atau anda kita tutup, police line.

Saudara-saudara, dahsyat itu Pasal 33. Kita Indonesia incorporated, pengusaha harus untung tapi jangan mau untung sebesar-besarnya di atas penderitaan rakyat, tidak. You untung boleh, rakyat juga harus untung, petani harus untung, dan ini dilaksanakan di banyak negara. Saya bukan orang pintar, kalau perlu saya nyontek orang pintar, tapi bukan di sekolah. Best practice boleh kita copy. India sudah melaksanakan ini sudah puluhan tahun. Alhamdulillah dengan ketegasan kita, petani merasakan. Mereka mengatakan belum pernah menerima penghasilan setinggi ini, musim panen yang kemarin. Jadi ini terus ya.

Saya dapat laporan stok beras, tadi sudah saya katakan, tertinggi selama 57 tahun terakhir. Saudara-saudara, ini semua sudah kita capai, salah satu prestasi kita adalah…

Ini wartawan kok lebih dari lima menit ya. Demokrasi, bagaimana boleh terus atau tidak? Boleh. Nanti kalau bagian saya marah-marahin menteri, nah kalian keluar. Ini kalau muji-muji boleh di sini ya, jadi saya sekarang ini harus cari-cari kesalahan menteri-menteri saya ini. Tapi enggak, saya jujur saya cari-cari kesalahan, mana kesalahannya, saya lihat Saudara bekerja dengan baik kok, iya kan. Ya bagaimana saya ibarat saya kepala sekolah, murid-murid saya berprestasi, ya bagaimana dong? Ya kan. Yang nakal-nakal tegur, ya kan.

Saudara-saudara,
salah satu prestasi yang perlu kita catat adalah kita berhasil membentuk suatu dana investasi konsolidasi aset-aset kita, Danantara, Daya Anagata Nusantara, yang berhasil kita lakukan dalam empat bulan pemerintahan kita, kalau tidak salah bulan Februari [tanggal] 24, benar ya? Februari [tanggal] 24, kita sudah hitung tanggalnya, harinya hari Kamis atau tidak ya, pokoknya 24 Februari 2025. Dua tambah empat [sama dengan] enam, ya kan. Bulan dua: enam tambah dua [sama dengan] delapan. Dua ribu dua puluh lima adalah sembilan. [jadi] 8 + 9 = 17, 1 + 7 = 8, berarti itu tanggal baik, Danantara berhasil.

Anda tahu sejarah angka 08 itu? Yang kasih angka itu Pak Luhut Pandjaitan, karena beliau komandan, saya wakil. “Wo, aku komandan, 09 aku, kau 08,”. Siap! Melekat terus, sampai presiden harus angka  delapan.

Saudara-saudara,
Danantara ini sesuatu yang luar biasa, yang kita tidak sadari bahwa kita begitu kaya. Setelah kita konsolidasi kita kaget bahwa aset kita, aset under management kita adalah USD982 miliar, tapi kita konservatif, kita mengatakan ya sekitar 900 lah. Dan kita katakan ini aset under management ya. Ada yang mengatakan ini dan itu ya, ada Tbk, saham, tapi kita manage itu, that's what we are saying. Tahu-tahu kita baru sadar ada aset lagi, aset lagi.

Saudara-saudara,
senayan, itu kompleks GBK Senayan, itu nilainya, saya diberitahu oleh para pengusaha, nilainya adalah 25 miliar dolar sepuluh tahun yang lalu. Jadi sekarang mungkin nilainya naik. Pak Rosan, berapa, mungkin 30 miliar? Tiga puluh [miliar] ada. Berarti kalau 982 + 30, kita sudah tembus USD1 triliun, yang terus terang saja banyak pemimpin kita tidak mengerti.

Nah ini kadang-kadang pandainya beberapa birokrat-birokrat kita, aset disembunyikan. Saya minta menteri-menteri kaji, menteri-menteri yang punya aset banyak. Ini aset disembunyikan, enggak tahu nanti lama-lama sudah ganti tiga kali menteri, empat kali menteri, tiga kali presiden, bisa diapakan? Banyak aset negara itu hilang, enggak jelas. 

Saudara-saudara,
negara-negara yang kuat, itu Pasal 33, bumi dan air dan semua kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara. Selama sekian puluh tahun, Senayan enggak jelas, yang ini dikuasai ini, yang itu dikuasai itu, ya kan. Kemudian kita lupa, selain Senayan, Senayan ada sekitar 200 hektare, kurang lebih ya, Menteri BUMN, Mensesneg? Ternyata ada lagi, Kemayoran itu 400 hektare lebih. Mensesneg kok ketawa-ketawa lagi, 400 hektare lebih, berarti ya mungkin 40 miliar dolar itu, iya kan. Nanti, itu pun akan kita serahkan dikelola oleh Danantara. Berarti sudah, mungkin 10.040 triliun.

Belum lagi kita cek aset-aset yang ada di seluruh Indonesia. Pak Nusron, ada Nanti Saudara teliti ya. Luar biasa kaya kita. Cek semua konsesi-konsesi HGU/HGB yang sudah jatuh tempo, kembali ke negara. We are very rich.

Sekarang saya gagah, ke mana-mana, waduh Indonesia punya sovereign well fund. Waktu 900 miliar pun orang sudah terkagum-kagum, ya kan. Apalagi sekarang sudah 1 triliun. Disangka uang itu banyak yang kita mau bagi-bagi, padahal kita butuh mengelola dengan sebaik-baiknya.