Inflasi menggambarkan sebuah kondisi di mana terjadi kenaikan harga secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Serupa dengan fenomena inflasi pada umumnya, inflasi hijau atau greenflation (green inflation) terjadi karena tingginya permintaan masyarakat, khususnya akan produk dan layanan ramah lingkungan dan menawarkan solusi berkelanjutan, akan tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan. Menurut Philonomist, greenflation mengacu kepada inflasi sebagai konsekuensi atas pemenuhan komitmen pemerintah terhadap lingkungan melalui penerapan kebijakan transisi energi untuk mengatasi perubahan iklim. Di satu sisi, greenflation dapat menjadi perubahan positif karena mendorong peningkatan investasi pada energi hijau dan terbarukan dan memperluas praktik-praktik berkelanjutan. Namun demikian, inflasi ramah lingkungan ini juga tak dimungkiri menimbulkan banyak tantangan dan dampak di berbagai sektor, salah satunya sektor pertanian.
Konsep transisi energi mencakup pergeseran penggunaan dari sumber energi konvensional ke energi hijau—lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagai bagian dari upaya mengatasi perubahan iklim. Transisi energi mendorong peningkatan biaya produksi sebagai hasil dari adopsi teknologi yang lebih hijau, perubahan dalam pola tanam untuk memenuhi permintaan pasar, dan kemajuan dalam manajemen sumber daya alam. Akibatnya, perubahan ini pun ikut mendorong perubahan perilaku konsumen sehingga kini memilih untuk membeli berbagai produk yang dianggap berkelanjutan dan ramah lingkungan, di antaranya produk hasil pertanian. Untuk itu, penting untuk memahami bagaimana greenflation mempengaruhi dinamika ekonomi dan lingkungan, khususnya terkait sektor pertanian dan pangan sehingga mampu mengatasi permasalahan ketersedian pangan dan keterbatasan lahan pertanian melalui pengembangan inovasi metode pertanian.
Salah satu metode pertanian yang paling efisien dan ramah lingkungan adalah pertanian bayam hidroponik dengan mengurangi penggunaan pestisida dan herbisida dan menghilangkan kebutuhan akan tanah tradisional. Pertanian bayam hidroponik memiliki keunggulan besar karena penggunaan input yang lebih efisien, kurangnya ketergantungan pada tanah yang semakin langka, dan kemampuan untuk memproduksi hasil tanaman yang bagus dengan lebih sedikit dampak lingkungan.
Foto: BPMI Setpres
Efek dari Greenflation dalam sektor pertanian, khususnya produk bayam hidroponik dapat mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Permintaan yang tinggi untuk produk hijau juga dapat menyebabkan harga jual bayam hidroponik meningkat. Akibatnya, biaya produksi yang meningkat pun mendorong harga jual yang meningkat sehingga memengaruhi profitabilitas petani bayam hidroponik. Untuk itu, untuk menjaga keseimbangan antara biaya produksi yang meningkat dan keberlanjutan operasional, para petani bayam hidroponik harus mengubah strategi pemasaran mereka agar dapat bersaing di pasar yang dinamis.
Untuk mengatasi permasalahan ini, sektor pertanian bayam hidroponik harus menerapkan strategi yang berfokus pada ketahanan dan adaptasi serta mengurangi risiko yang terkait dengan perubahan harga dan permintaan pasar. Strategi yang dapat diterapkan antara lain melakukan diversifikasi produk melalui penciptaan varietas bayam yang lebih tahan terhadap perubahan lingkungan, menggunakan sumber daya yang lebih efisien, seperti air, energi, dan bahan kimia, mengelola input pertanian yang lebih baik, dan menggunakan teknologi yang lebih efisien tetapi mudah diakses dan digunakan oleh para petani. Selain itu, pengimplementasian teknologi digital dalam pengawasan dan pengelolaan pertanian, seperti sensor tanah dan aplikasi mobile yang dapat memantau kondisi tanaman secara real-time. Inovasi dalam teknologi dan praktik pertanian berkelanjutan ini tidak hanya akan meningkatkan nilai kompetitif produk di industri pertanian bayam hidroponik tetapi juga akan membantu mencapai tujuan keberlanjutan dengan mengurangi penggunaan sumber daya alam dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Greenflation sebagai konsekuensi yang timbul dari rangkaian berbagai respons atas upaya-upaya mengatasi perubahan iklim dan transisi energi seharusnya dapat ditangani dengan lebih siap dan bijak. Untuk itu, adaptasi dan inovasi di sektor pertanian melalui penggunaan sumber daya secara efisien dan penerapan teknologi baru dirasa sangat penting, khususnya untuk mengatasi isu ketersediaan pangan dan keterbatasan lahan serta meningkatkan ketahanan sektor pertanian sehingga produk-produk hasil pertanian, misalnya bayam dari hasil metode hidroponik dapat membantu memenuhi kebutuhan pasar.
Referensi:
Alkire,S.,&Vaz,A.2020.Food Security in The Age of Greenflation : A Global Perspective.World Food Journal,12(3):45-48.
Bosworth,B.P.,&Flaaen,A.2021.Greenflation and Enviromental Regulation.National Berau of Economy Reseach.
Gardner,B.L.2018.American Agriculture in The Twentieth Century:How It Fourished and What It Cost.Harvard University Press.
Pandey,R.K.,Mariscal,A.I.,&Paredes,P.(Eds).2020.Sustainable Agriculture Review 42:Agroecology, Green Chemistry, and The Future Agriculture(Vol 42).Springer.
Reardon,T.,&Timmer,C.P.2018.The Economics of The Food System Revolution.Annual Review of Resource Economics,10(1):1-38.
Savvas,D.,&Passam,H.C.2018.Hydroponic Production of Vegetables and Ornamental.Embryo Publications.
Tyagi,S.K.,&Pandey,S.(Eds).2020.Hydroponics : Soiless Crop Production.Springer.
https://www.philonomist.com/en/kezako/greenflation