Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Pulau Bali, lebih kurang 40 kilometer dari Denpasar. Kawasan Istana ini berada pada ketinggian lebih kurang 700 meter dari permukaan laut dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi, dan berlokasi di atas perbukitan. Oleh karena itu hawa di lingkungan Istana cukup sejuk dan cenderung dingin pada malam hari, terutama pada musim kemarau.
Istana Kepresidenan Tampaksiring merupakan satu-satunya Istana Kepresidenan yang dibangun setelah Kemerdekaan Indonesia. Pembangunannya dimulai tahun 1957 sampai dengan tahun 1960. Dalam rangka menyongsong kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV (ASEAN Summit XIV) yang diselenggarakan pada tanggal 7 sampai dengan 8 Oktober 2003, Istana Tampaksiring menambah bangunan baru berikut fasilitas-fasilitasnya, yaitu gedung untuk konferensi dan untuk resepsi, serta Balai Wantilan sebagai gedung pergelaran kesenian.
Pemandangan alam di sekitar Istana Tampaksiring sangat indah. Di sebelah utara tampak Gunung Batur dan agak ke arah timur tampak Gunung Agung. Di atas tanah yang berbukit itulah berdiri bangunan bangunan utama istana, di sekeliling Istana terhampar kawasan yang asri diselingi dengan perkampungan khas Bali serta persawahan berteras-teras yang seolah-olah dipahat di punggung-punggung bukit.
Sejarah Singkat
Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali yaitu tampak (bermakna ”telapak”) dan siring (bermakna “miring”). Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi sayangnya ia bersifat angkara muka. Raja ini juga menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyatnya untuk menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya untuk menghancurkan Mayadenawa. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu ialah jejak manusia/jejaknya.
Bagaimanapun, akhirnya usaha Mayadewana gagal, dan ia ditangkap oleh para pengejarnya. Namun, sebelum itu, dengan sisa-sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun tersebut. Air penawar racun itu kemudian bernama Tirta Empul (bermakna “air suci”). Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa dengan berjalan di atas kakinya yang dimiringkan itulah yang kemudian dikenal dengan nama Tampaksiring.
Menurut riwayatnya, Di salah satu sudut kawasan Istana Tampaksiring, menghadap kolam Tirta Empul di kaki bukit, dulu pernah ada bangunan peristirahatan milik Kerajaan Gianyar. Diatas lahannya sekarang berdiri Wisma Merdeka, yaitu bagian Istana Tampaksiring yang pertama kali dibangun.
Istana Kepresidenan Tampaksiring berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno dimana Presiden Soekarno menginginkan adanya tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan juga bagi tamu-tamu negara yang berkunjung ke Bali.
Pertimbangan pemilihan lokasi Tampaksiring udara yang sejuk serta letaknya yang jauh dari keramaian kota sehingga dinilai cocok bagi sebuah tempat peristirahatan.
Fungsi Istana
Fungsi Istana Kepresidenan Tampaksiring sejak awal adalah sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga dan bagi tamu-tamu Negara.
Tamu negara yang pertama kali menginap di istana ini ialah Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand, yang datang pada 1957 bersama Permaisurinya, Ratu Sirikit. Tamu-tamu negara yang pernah berkunjung ke istana ini antara lain adalah:Presiden Ne Win dari Birma (sekarang Myanmar), Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ho Chin Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India, Perdana Menteri Khruschev dari Uni Soviet, Ratu Juliana dari Negeri Belanda, dan Kaisar Hirohito dari Jepang.
Salah satu Bagian dari Istana Kepresidenan Tampaksiring, yaitu Wisma Merdeka, pada masa Kepresidenan pertama Republik Indonesia, tempat ini difungsikan sebagai tempat Presiden Soekarno dalam meencari inspirasinya, merumuskan pemikiran-pemikiran, serta menuliskan pidato-pidatonya.
Seiring berjalannya waktu, fungsi dari Istana Kepresidenan Tampaksiring mengalami perkembangan. Selain sebagai tempat pelaksanaan kegiatan-kegiatan Kepresidenan, Istana Kepresidenan Tampaksiring juga berfungsi sebagai tempat pariwisata. Masyarakat umum dapat mengunjungi Istana Tampaksiring dalam waktu-waktu tertentu.
Bagian-Bagian Istana
Kompleks Istana Kepresidenan Tampaksiring terdiri dari lima gedung utama dan satu pendopo. Dua gedung utama diberi nama Wisma Merdeka dan Wisma Negara, tiga gedung utama lainnya adalah Wisma Yudhistira, Wisma Bima, dan ruang Konferensi, serta Balai Wantilan.
Wisma Merdeka, seluas 1.200 m2, bagian-bagian ruangannya adalah Ruang tidur I dan Ruang Tidur II Presiden, Ruang Tidur Keluarga, Ruang Tamu, dan Ruang Kerja. Keseluruhan ruangan pada wisma ini berhiaskan patung-patung, lukisan lukisan pilihan, dan perabotan-perabotan yang serasi dengan nuansa dan fungsi wisma.
Ruang Tamu Wisma Merdeka berfungsi sebagai tempat menerima tamu negara. Dari sebelah kiri ruang tamu ke arah kaki bukit terlihat kompleks pura yang anggun dan penuh kedamaian yang dilatari oleh aliran air bersih yang terus mengalir dari mata air Tirta Empul. Riwayat terjadinya Tirta Empul (air suci) ini direkam ke dalam hiasan relief khas Bali di dinding kanan serambi belakang wisma.
Wisma Negara mempunyai luas 1.476 m2. Pada wisma ini terdapat Ruang Tamu Negara. Bagian utama Wisma Negara juga sama dengan Bagian utama Wisma Merdeka. Wisma ini dibangun di atas tanah berbukit dan kedua bukit yang menopang kedua wisma itu dipisahkan oleh celah bukit yang cukup dalam, lebih kurang 15 meter.
Antara Wisma Merdeka dengan Wisma Negara dihubungkan oleh jembatan penghubung sepanjang 40 meter dan lebar 1.5 meter. Tamu-tamu negara dari negara-negara sahabat, yang datang berkunjung untuk membina persahabatan, selalu diantar melalui jembatan ini. Itulah sebabnya, jembatan ini disebut Jembatan Persahabatan.
Wisma Yudhistira, terletak di sekitar tengah kompleks Istana Tampaksiring, luasnya 1.825 m2. Wisma ini merupakan tempat menginap rombongan Presiden atau rombongan tamu negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring. Kamar-kamar yang ada di sini juga dimaksudkan sebagai tempat beristirahat. Wisma ini juga memiliki ruangan untuk para petugas yang melayani Presiden beserta keluarga dan para tamu negara.
Wisma Bima terletak di sebelah barat laut Wisma Merdeka, luasnya 2.310 m2. selesai dibangun pada 1963. Nama Wisma diambil dari nama putra kedua pendawa, wisma ini berfungsi sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petugas yang melayani Presiden beserta keluarga atau tamu negara beserta pengiringnya.
Bangunan lain yang penting di lingkungan Istana Kepresidenan Tampaksiring adalah Pendopo/Balai Wantilan, yang berarsitektur khas Bali. Tempat ini berfungsi sebagai tempat pagelaran kesenian. Berbeda dengan bangunan-bangunan lain di dalam kompleks istana ini, balai ini beratap ilalang dan tiang-tiangnya berupa batang pohon kelapa dengan ukiran khas Bali.
Di bagian depan terdapat panggung pertunjukkan kesenian yang berlatar belakang pintu gapura Candi Bentar. Di kiri dan kanan depan panggung terdapat patung burung Garuda dan di bagian belakang ruangan berdiri patung kayu yang melukiskan raksasa Kumbakarna (adik Rahwana), raksasa yang sedang dikerubuti banyak kera, yang semuanya dipahat dari satu pokok kayu. Dinding belakang dihiasi relief yang merupakan cuplikan cerita Ramayana. Selain itu, di dekat panggung terdapat patung seorang penari Bali yang gaunnya terbuat dari uang kepeng (uang logam).
Bangunan dan Luas Tanah Istana
Istana Tampaksiring dibangun secara bertahap. Arsiteknya ialah R.M. Soedarsono. Bangunan pertama berdiri pada tahun 1957 yaitu Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira. Pembangunan berikutnya dilaksanakan pada tahun 1958. Selanjutnya untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7 sampai dengan 8 Oktober 2003, dibangun gedung baru beserta fasilitas-fasilitasnya untuk pelaksanaan konferensi. Selain itu, di Istana Kepresidenan Tampaksiring dilakukan renovasi Balai Wantilan.
Istana Kepresidenan Tampaksiring memberikan kenyamanan kepada para pengunjungnya dengan membangun pintu masuk tersendiri yang dilengkapi dengan Candi Bentar, Kori agung, serta Lapangan Parkir berikut Balai Bengongnya.
Kijang Peliharaan di Istana Kepresidenan Tampaksiring
Selain tanah dan bangunan, Istana Kepresidenan Tampaksiring juga memiliki hewan peliharaan Kijang. Kijang yang berada di Istana ini berasal dari Istana Bogor dan terdiri atas dua jenis Kijang, yaitu Kijang Totol dan Kijang Bawean. Sampai dengan Bulan September 2006, perkembangan populasi Kijang Totol mencapai 138 ekor dan Kijang Bawean 12 ekor, total keseluruhan 150 ekor jantan dan betina.